TCV 33 | Dua Tahun Satu Bulan

282 34 3
                                    

TCV 33 | Dua Tahun Satu Bulan

"Tidurmu nyenyak?" Sophia yang baru saja melangkah keluar pagi ini, mendapati si bocah lelaki yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum. Sophia mengangguk kecil sebagai jawaban atas pertanyaanya, keduanya berjalan menyusuri lorong sampai akhirnya memasuki ruang makan.

Hidangan sarapan di sajikan, si bocah lelaki mendapatkan roti panggang dengan irisan daging dan sup cream yang berwarna hijau di piringnya. Sedangkan Sophia, hanya memakan segelas jus pagi ini sebagai sarapannya.

"Aku harus meminjam kereta kuda untuk keluar dari sini bukan?" Tanya bocah lelaki itu sambil meletakan gelas susu yang baru saja selesai di minumnya. "Kau harus keluar sekarang?" Pertanyaan Sophia diangguki tanpa ragu.

"Baiklah, pukul sebelas nanti akan ada kereta yang membawa barang belanjaanku kemarin. Menyusup melalui itu akan lebih aman." Anggukan yang Sophia lihat dari si bocah lelaki menjadi jawaban lagi. Akhirnya Sophia bangkit dari duduknya dan hendak beranjak pergi. "Kau tidak ingin mengetahui siapa aku?" Tanya bocah itu secara tiba-tiba. "Bukankah kau akan merasa lebih nyaman jika kita tidak saling mengetahui satu sama lain? Yah, meskipun kau akan mengetahui siapa diriku pada akhirnya, tapi aku tidak akan menanyakan siapa dirimu." Sophia tersenyum kecil. "Lagi pula, aku tidak tertarik," ujar gadis itu yang setelahnya beranjak pergi.

Sophia kembali ke kamarnya dan mulai bersandar di sofa dengan mencoba menyamankan diri. "Elowen," panggil Sophia pelan. "Emhh?" Elowen yang mendengar tampak kebingungan. "Gadis yang mengurus gudang, Tia..." Elowen hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari sang nona. "Bisa tolong panggilkan dia sekarang?" Mendapatkan perintah, jelas Elowen langsung beranjak pergi.

Setelah keduanya saling berhadapan, Sophia menatap Rauntia yang tampaknya kini berusia dua puluh tahun. Gadis dengan surai coklat dan mata hitam lekat menunduk tanpa ekspresi. "Bisa ikuti anak itu saat dia keluar dari sini? Cari tahu bagaimana dia menyusup ke kastil D Armstrong. Jika mengharuskan interogasi secara paksa, kau boleh melakukannya." Mendengar perkataan Sophia, pelayan bernama Tia itu mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang nona lekat-lekat seolah ingin memastikan.

"Tidak bisa," jawab pelayan itu sebelum kembali menunduk.

"Ini bukan tugas mudah dimana Anda bertanya pada saya mengenai tempat jual beli ilegal seperti beberapa bulan lalu. Kali ini, saya benar-benar tidak bisa." Tia mempertegas.

"Aneh sekali, padahal jika kau memiliki cap itu, harusnya kau memiliki kemampuan yang lebih berguna dari sekedar informasi dan akses pada pasar gelap." Komentar Sophia membuat si pelayan menutupi lengan kanan bagian nadinya, dimana memang terdapat sebuah cap yang gadis itu tutupi dengan sarung tangan atau sapu tangan sejak ia menjadi pelayan Brunswick. "Nona sejak kapan Anda-" Tia berbohong saat Sophia mewawancarainya untuk menjadi pelayan, gadis itu sebelumnya mengatakan pernah mempelajari ilmu pedang dan berusaha menjadi kesatria wanita meski akhirnya ia gagal dan di usir oleh keluarganya. Namun, alasan utama Sophia menerima Tia sebagai pelayannya justru karena kebohongan dan fakta yang disembunyikannya.

Sophia menyentuh lengan pelayan itu dengan lembut. "Itu bukanlah aib, saat ini aku membutuhkan bantuan dan kemampuan yang kau miliki sangatlah berguna. Alasanku memilihmu adalah karena itu dirimu Tia," Sophia menampilkan senyuman.

Menjilat seseorang seperti ini...

Adalah keahliannya dari kehidupan sebelumnya..

Mudah sekali...

Menyesatkan pikiran manusia, adalah hal yang mudah.

"Nona..."

"Saya, saya ini sudah..." Tia menahan perkataan, enggan meracau lebih jauh.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang