TCV 18 | Mari Jalani Hidup
"Kalian..."
"Sedang bermain dengan anjing?"
"Bodoh," timpal Khaled cukup keras.
"Sudah ditangkap?" Aefar yang baru tiba tampak terengah-engah dan menatap Sophia kebingungan. "Sedang apa kau disini?" Tanya anak itu sambil mendekat.
"Anda tidak apa-apa?" Sophia merasa tenang saat mendengar suara yang datang dari belakangnya. Evans berjongkok dan melihat kaki Sophia yang tampak lecet karena terlalu banyak berjalan.
"Seharusnya kalian bisa menangkap anjing itu lebih cepat! Mulai malam ini, hukuman malam diberlakukan selama satu bulan ke depan." Pria itu berujar membuat air muka dari ketiga anak yang tampak datar menunjukan sedikit perubahan.
Sophia yang mendengarnya...
'Tentu tidak peduli!'
Mau mereka berlatih sampai mati pun ia tidak peduli. Namun, si anak bersurai biru itu...
Mengapa sangat mirip dengan Evans?
"Wajah anak itu, sama dengan Anda," gumam Sophia sambil memperhatikan secara bergantian. "Mungkin karena dia putra saya," ujar Evans dengan enteng.
'Pantas saja tidak asing.'
"Sir Evans aku minta maaf. Tapi bisa tolong bantu aku?" Sophia mengulurkan tangannya seolah minta digendong. "Nona, Anda sudah besar," timpal Evans meski ia tetap menggendong Sophia dengan senyuman. "Karena itulah, kesempatan Anda semakin sedikit. Aku jadi sangat lelah, bisa tolong antar aku juga?" Sophia berujar sambil bersandar tanpa beban kepada Evans. Rasa sesak di dada dan kakinya yang terasa lemas masih begitu kental.
"Sejak awal saya tidak punya pilihan bukan?" Evans mulai berjalan menuju kastil utara yang cukup jauh dari posisinya saat ini.
"Anak Anda sepertinya benar-benar membosankan. Seperti yang Anda bilang," Sophia memulai percakapan. Meski sudah mulai menjauh, suara keduanya masih jelas terdengar oleh ketiga anak dan beberapa kesatria di sana.
'Anak itu aku pernah melihatnya di kehidupan Sophia sebelumnya.'
'Dia...'
"Benar kan? Sekali lihat pun Anda langsung menyadarinya kan?" Evans menanggapi dengan keluhan. "Hidup Anda pasti berat, bertemu orang seperti itu di tempat kerja dan di rumah," Sophia menanggapi. "Akhirnya ada yang mengerti perasaan saya."
"Tentu saja aku mengerti. Kedua kakakku kan juga seperti itu. Pasti mereka berteman dekat karena sama-sama memiliki sifat yang buruk," tanpa ragu, Sophia memberikan pendapat. "Ahhh, sekarang saya mengerti mengapa ketiga anak itu bisa akrab."
Sedangkan ketiga anak yang tengah dibicarakan itu hanya menatap punggung Evans yang mulai menjauh. Percakapan keduanya, sangat terdengar jelas dan lantang sampai-sampai tidak ada di antara mereka yang bisa memberikan komentar banyak.
"Mereka pasti sengaja mengatakannya saat ada kita," keluh Aefar sambil menghela nafas. "Harusnya aku tidak terlalu banyak bermain bersama kalian," lanjutnya sambil beranjak pergi diikuti Khaled dibelakangnya.
Sedangkan anak dari sang komandan pasukan tampak termenung, ia menatap sapu tangan yang tampaknya dijatuhkan oleh Sophia. Anak itu akhirnya memungutnya, memperhatikan inisial nama Sophia yang terukir dengan benang merah bercampur emas pada ujung sapu tangannya.
Merasa mencium aroma harum, anak itu akhirnya mencium aroma dari saputangan Sophia.
"Wangi sekali."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...