TCV 84 | Malam yang Terasa Lebih Hangat

280 35 0
                                    

TCV 84 | Malam yang Terasa Lebih Hangat

Persidangan akhirnya tertunda selama tiga hari. Dengan kehadiran duke, Sophia mendapatkan kamar, perawatan dan fasilitas yang maksimal hingga kondisinya sudah jauh membaik. Meski ia masih tidak sadarkan diri. Secara bergantian, Alexi, Aefar, Evans dan Harald sendiri menjaga Sophia di sisinya.

Dengan kebijakan dari kehakiman. Persidangan kembali dilanjutkan, bahkan meski Sophia masih tidak sadarkan diri, persidangan dilakukan atas dasar kondisi fisik Sophia yang dianggap sudah cukup baik.

Padahal mereka semua tahu bahwa apa yang membuat Sophia tidak sadarkan diri sampai saat ini bukanlah kondisi yang dirinya terima saat berada di sel, namun jejak memori karena menggunakan larutan sachar.

Siapa pula yang bisa baik-baik saja setelah mengalami semua itu...

Setelah tiga hari akhirnya sidang kembali digelar. Rumor semakin menyebar sehingga ruang sidang penuh dengan penonton hingga tidak mampu tertampung. Banyak penonton yang menunggu di luar, persidangan ini bahkan membuat banyak rakyat biasa menutup toko demi datang ke gedung persidangan.

Meski mereka pada akhirnya tidak bisa masuk, mereka tetap menunggu hasil persidangan di depan gedung.

Persidangan Sophia menjadi isu panas yang menggemparkan kerajaan.

"Kita mulai kembali persidangannya." Ketua hakim itu mengetuk palu, setelah menyampaikan sambutan panjang. Seorang penyihir pengendali proyeksi memasuki ruangan, lengkap dengan jubah putih yang dikenakannya.

Orang itu mendekati Sophia–menyentuh pelipis Sophia sebelum penyuntikan larutan Sachar pada leher Sophia.

"Jejak sihirnya semakin jelas," gumam penyihir itu sendirian dengan suara yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Setelahnya...

Ingatan Sophia kembali menjadi bahan tontonan...

Persidangan, resmi dimulai...

***

"Jangan membuka matamu." Suara seorang wanita terdengar.

"Berapa lama aku harus menutup mataku?" Suara Sophia kini terdengar, suaranya saat ia sedikit lebih kecil. Layar proyeksi hitam, namun suara keduanya terdengar begitu jelas.

"Sudah kubilang jangan membaca sepanjang hari, matamu merah dan lingkaran hitam muncul dibawahnya." Sophia seolah mendapatkan teguran.

"Bagaimana? Kau suka kelasnya?"

"Entahlah." Sophia menjawab tidak pasti.

"Kenapa? Tidak suka?"

"Aku hanya merasa bingung." Sophia menahan perkataannya.

"Kenapa? Kau mulai merasakan perbedaannya? Saat kau menonjol di sekumpulan orang normal, mereka akan mengkritikmu, menyebutmu aneh, mencela dan tidak jarang memandangmu bagai monster hanya karena mereka tidak bisa mengerti dan tidak akan mengerti pola pikir dan caramu menarik keputusan. Jika tindakanmu terlalu berbeda dan tidak bisa dicerna dengan akal sehat, bahkan meski pengambilan keputusan dilakukan setelah pertimbangan panjang, mereka akan tetap meneriaki sambil memberikan sumpah serapah."

"Lalu, saat kau bersikap pasif dan menutup diri, mereka akan menyebutmu sebagai manusia yang tidak berguna. Menganggapmu sebagai orang buangan yang pantas untuk dicela." Suara wanita itu sedikit lirih saat mengatakannya.

"Kau mengalami yang seperti itu?" Tanya Sophia pelan.

"Tidak."

"Bibi, kau tidak pandai berbohong." Sophia berkomentar.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang