TCV 87 | Obat Bunuh Diri
"Apa dia sudah gila?" Salah seorang bangsawan yang melihat tindakan Sophia bergumam. Sebagian orang tidak membantah–mengerti dengan yang dimaksud pria itu.
"Apa maksudnya?" Tanya salah seorang bangsawan yang kebingungan.
Bangswan pria itu tidak mengalihkan pandangannya dari proyeksi ingatan Sophia, tangan kanannya menunjuk apa yang tengah Sophia lakukan. "Potion remedios, dia mau mencampurkan potion remedios dengan akar mandrake," ujar pria itu tidak percaya.
"Memang kenapa?" Tidak semua orang yang hadir di sana mengerti. Apa yang mereka ketahui adalah potion remedios yang merupakan ramuan penyembuh dengan harga yang sangat mahal dan langka. Khasiatnya sangatlah besar–meski membutuhkan waktu cukup panjang dalam proses penyembuhannya.
"Potion remedios memang ramuan penyembuhan dengan khasiat yang luar biasa. Namun, jika di campur dengan akar mandrake kegunaanya akan berbeda." Salah seorang pendamping hakim memberi penjelasan, agar sang ketua hakim juga mengerti.
"Kegunaannya akan berbeda?" Ketua hakim bertanya.
"Benar, pada dasarnya potion remedios membutuhkan waktu paling cepat empat puluh jam untuk pulih. Namun, khasiatnya bisa dirasakan dalam beberapa menit jika di campurkan dengan akar mandrake."
Mendengar penjelasan dari hakim pendamping yang memang mengerti obat-obatan, ketua hakim itu tampak mengangguk mulai memahami arah pembicaraan. "Itu memang dibutuhkan dalam situasinya bukan?" Ketua Hakim memberi pendapat.
Hakim pendamping itu mengangguk kecil. "Itu benar, namun ada efek samping dari penggabungan dua obat itu."
Semua penonton yang tidak begitu mengerti mengenai obat-obatan mendengarkan penjelasan dari pendamping hakim dengan begitu cermat, tidak mau ketinggalan informasi.
"Meski si pengguna merasa bahwa lukanya sudah sembuh, nyatanya itu hanyalah ilusi semata. Luka itu akan tampak sembuh pada bagian permukaan. Sedangkan bagian dalamnya masih sama." Pendamping hakim menahan penjelasannya, melihat keseriusan pandangan penonton sebelum kembali melanjutkan.
"Setelahnya, luka itu seolah tidak lagi ada, sembuh bagai sebuah keajaiban. Sebelum akhirnya akan membusuk dan harus dipotong. Jika dalam sembilan jam pengguna obat itu tidak meminum penawar, maka amputasi tidak bisa dihindarkan, dalam beberapa kasus penelitian, pengguna juga terkadang akan tewas dalam proses pemberian obat penawar. Kondisi tubuh setiap orang akan berbeda dalam menanggapi campuran obat tersebut." Penjelasan yang pendamping hakim berikan, tampaknya menambah pengetahuan sebagian besar orang di ruang persidangan itu.
Ketua hakim terdiam, "pada dasarnya ini obat bunuh diri yang berkamuflase menjadi obat penyembuh," gumamnya sambil melihat Sophia yang mengeluarkan beberapa botol potion remedios. Sophia menegak satu potion tanpa campuran itu.
Setelahnya, Sophia kini terlihat mengaduk mangkuk kecil tempat dirinya menumbuk akar mandrake yang didapatkannya dari tia, Sophia bersyukur karena sempat memintanya untuk menyiapkan semua obat-obatan, bahkan yang terburuk sekalipun. Meski ia tidak menduga bahwa banyak penawar yang tidak dimilikinya dalam kondisi ini. Gadis itu tidak terlihat ragu melakukan hal-hal gila, seolah semua itu bukanlah masalah besar.
Ide sesat ini muncul secara spontan.
Sophia kini menuangkan potion remedios ke dalam mangkuk yang berisi akar mandrake. Gadis itu mengaduk kecil obat ciptaanya–membuka kain yang membalut luka sayatan ekor kalajengking milik manticore yang semakin menghitam. Sophia kini tampak bersiap menuangkan obat itu pada luka di kakinya.
"Apa mungkin dia tidak tahu efek dari penggabungan obat itu?" Tanya salah seorang bangsawan di ruangan itu. Pria yang sebelumnya bergumam bahwa Sophia sudah gila segera menggeleng.
"Mustahil!" Tegasnya dengan suara keras. "Karena sayalah yang mengajarkan trik itu padanya saat ia berusia enam tahun," ujar pria itu sambil memejamkan matanya.
Dia adalah orang yang pernah menjadi guru Sophia di masa lalu. Tidak ia sangka semua pengetahuan yang diberikannya kepada Sophia masih diingat anak itu dengan sangat baik. Terlalu baik sampai-sampai membuat pria itu tercengang.
Sophia menjejalkan mulutnya dengan sapu tangan, menahan rasa sakit maha dahsyat yang akan dirasakan. Sophia memegang mangkuk di tangan kanannya, menaruh tangan kirinya di dekat luka pada kakinya. Sophia mulai memiringkan mangkuknya.
SRETTTT
Akhirnya ramuan obat itu mengenai luka pada kaki Sophia, sesaat api menyala pada luka itu, sebelum kemudian padam dengan sendirinya.
Sophia menahan teriakannya–menggigit tangan kanan nya sendiri lantaran sapu tangan yang sempat ia sumpal di bibirnya tidak mampu menahan rasa sakit luar biasa itu.
"Akhhhhhh..."
Sophia sekuat tenaga menahan teriakannya. Meski dirinya sudah memakai gelang milik Killian ini, tetap berbahaya jika dirinya terang-terangan memancing keributan.
Tetesan air mata lolos dari sudut matanya tanpa mampu dirinya sendiri kontrol.
"Rasa sakitnya–setara dengan disiram timah panas," ujar salah seorang bangsawan sambil terus menatap Sophia tanpa berkedip. Semua orang demikian, apa yang mereka saksikan bukanlah sebuah bukti keikutsertaan dari seorang gadis pada penyembahan aliran hitam, namun proses perjalanan yang penuh penyiksaan.
Semua itu di tanggung seorang diri...
Berusaha disembunyikan bahkan ketika ia di pojokan...
"Dia kehilangan kesadaran," terang penyihir pengendali ingatan yang kehilangan koneksinya dengan Sophia. Pria dengan jubah putih itu menyentuh urat nadi pada leher Sophia dan menunduk kecil kepada sang hakim.
"Kita harus membiarkan nona Sophia beristirahat selama beberapa jam," terangnya. Melihat bagaimana kondisi Sophia yang semakin pucat, ketua hakim akhirnya memberikan izin.
Dari kursi penonton, duke Harald masih menatap Sophia dalam diam, begitu pula dengan Khaled dan Rosalinde.
Air muka Harald terlihat lebih kalut dari biasanya. Saat semua orang fokus dengan fakta bahwa Sophia menggunakan campuran dari potion remedios dan akar mandrake, Harald justru fokus pada liontin yang benar-benar ada pada Sophia.
Sama seperti mimpinya...
Kenapa hal itu bisa sama?
"Jadi dia yang mencuri kalung itu dariku," gumam Rosalinde sambil melihat ke arah Harald. Mereka berdua jelas mengenali liontin yang sempat Sophia berikan kepada Killian sebagai bayaran atas pertolongan yang diberikan oleh pria itu.
Rosalinde meremas kuat tangannya–kesal atas tindakan Sophia yang dengan mudahnya memberikan benda yang berharga bagi dirinya kepada orang lain.
Sedangkan Harald terlihat tidak begitu peduli dengan fakta bahwa Sophia mencuri benda itu, pria itu terlihat memikirkan hal lain.
'Kenapa bisa sama dengan mimpiku?' Pikir Harald masih dengan tatapan yang mengarah pada Sophia.
Lorelie yang tidak dalam kondisi baik tidak menghadiri persidangan hari ini, ditemani dengan Aefar yang sempat membantah perintah sang ayah untuk menjaga Lorelie.
Dalam diam Khaled mulai mempertanyakan segala tindakannya.
'Mengapa semuanya sangat berbeda dengan apa yang dirinya kira?' Pertanyaan itulah yang terus terulang dalam kepalanya.
Khaled memperhatikan Sophia, menatap keringat pada keningnya yang terus mengalir dengan raut wajah gusar menahan rasa sakit. Khaled semakin memperhatikan, terlihat jelas bahwa Sophia bahkan kesulitan bernafas.
Penyihir di sisinya memberikan semacam ramuan untuk menenangkan kondisi Sophia...
Karena meski tubuhnya tidak terluka, tubuh itu jelas mengingat rasa sakit dari luka-luka yang dideritanya.
Khaled mulai bimbang pada dirinya sendiri...
'Apa dia melakukan hal yang benar?'
~
Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)Vote + Comment + Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...