Part 104

162 17 7
                                    

Sudah lebih dari dua bulan Yoogi menginap di rumah kakaknya, Yooga. Bahkan dalam waktu selama itu mereka masih belum terlihat akur.

Sikap Yoogi masih terlalu dingin walaupun Yooga selalu berusaha bersikap baik dan membantu Yoogi saat kesulitan.

Yoogi tidak bisa tidur dari semalam. Dia justru menulis lagu agar bisa ia jual. Hingga pagi datang.

Ia mengecek saldo tabungannya di bank melalu ponsel.

"Hff.. segini mana cukup? Aku juga harus beli perlalatan di studio, apa aku batalin buat kuliah? Oleh-oleh untuk anak-anak lebih penting daripada kuliahku." Gumam Yoogi meyakinkan pilihannya.

"Itu pilihan yang buruk." Kata Yooga tiba-tiba. Ia telah berdiri di belakang yoogi daritadi.

"Sejak kapan kau ada disini?"

"Barusan. Tapi aku udah denger semua yang kau katakan."

"Keluarlah. Aku akan siap-siap pulang."

"Kau akan benar benar menunda kuliahmu untuk memberikan hadiah mereka?"

"H'm."

"Aku gak nyangka kau bisa segila ini."

"Kalau kau tau aku gila, kenapa kau masih menampung ku disini?"

Yooga tidak percaya dengan apa yang dikatakan Yoogi. Mereka saling beradu pandang.

"Aku akan lakukan apapun untuk orang-orang yang telah membantu ku, mendukung ku dan selalu ada di samping ku. Aku akan berikan apapun untuk membalas kebaikan mereka..." Kata Yoogi.

"..Bukan mereka yang justru lari dan meninggalkan ku begitu saja."

Kata-kata Yoogi yang sangat menyinggung perasaan Yooga. Tapi Yooga tau bahwa adiknya masih merasa benci kepada keluarganya sendiri karna mencampakkan nya saat kecil. Ia merasa itu adalah hal yang wajar.

Yooga mengeluarkan kartu kredit dan memberikannya pada Yoogi.

"Belilah apapun yang kau inginkan."

"Ambil saja. Aku gak butuh uangmu." Kata Yoogi. Ia mencoba pergi dengan membawa koper nya.

"YOOGI !!"

Langkah Yoogi terhenti.

"Aku tau kau merasa kesal. Aku tau kau mengalami banyak hal buruk dan membuatmu frustasi bahkan depresi.  Aku memahami perasaan mu sekarang. Tapi setidaknya, berikan aku kesempatan untuk mendapatkan maaf darimu. Aku gak tau harus bagaimana lagi untuk bisa berbaikan lagi denganmu. Tolong.. tolong setidaknya terima lah ini. Kalau kau gak mau menerima ini sebagai hadiah, anggap saja ini sebagai hutang. Kau harus kuliah, dan bayarlah hutang ini saat kau mendapat pekerjaan yang kau impikan..."

Yoogi masih diam. Ia bahkan tidak berbalik badan.

"Aku selalu rindu kita yang dulu. Walaupun kau lebih di sayang oleh mama dan ayah, aku tidak pernah iri karna kau selalu menyayangi ku. Mama selalu mengajarkanmu bermain musik, ayah selalu bermain basket bersamamu, dan aku? Aku hanya belajar sendiri di bimbel. Aku yang selalu juara 1 di kelas, masih kalah dengan perkembangan kecilmu.."

"Aku selalu merasa mungkin karna aku lebih tua, aku harus mengalah. Aku juga sudah mendapatkan kasih sayang mereka sebelum kau lahir.."

Yoogi masih diam seribu bahasa.

"Aku sudah mengatakan nya kepada mu, semenjak mama meninggal, ayah tidak pernah menganggapku. Dia hanya mencari mu. Aku merasa selalu sendirian. Kakek dan nenek? Ya, aku hanya dapat dari mereka, tapi kasih sayang ayah jauh lebih berarti untukku.."

SEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang