Part 48

234 35 2
                                    

Sore itu Jey dan nenek datang ke rumah bu Yasmin. Tentu saja, Tyan dan Kiki ikut bersama mereka. Jey menceritakan semua yang ia alami kemarin, Tyan yang duduk di sampingnya berusaha untuk terus menguatkan dengan menggenggam tangan Jey.

"Izinkan aku untuk tinggal bersama mereka, Bu. Aku janji, aku juga akan tetap latihan seperti biasa disini."

"Apa kamu yakin?"

Jey mengangguk.

"Mereka semua baik. Mereka semua juga laki-laki sepertiku. Aku gak akan merasa canggung."

"Baiklah, jika itu maumu. Tapi, saat kau mmebutuhkan ibu, kau bisa menghubungi ibu atau datang kerumah ibu. Hm?"

"Iya."

"Teman-temanmu ada di sanggar, apa kau tidak ingin melihat mereka? Ajak saudaramu."

"Ah iya. - Tyan, kiki, ayo aku ajak ke sanggar. Aku akan perkenalkan beberapa temanku disana. Tempatnya gak jauh kok."

"Pergilah. Tapi segeralah kembali, jangan buat nenek menunggu lebih lama." Kata Bu Yasmin. Nenek tersenyum.

"Boleh ya nek?" Tanya Kiki.

"Tentu saja. Ikutlah. Hati-hati, dan segera kembali."

Mereka bertiga kompak mengangguk dan pergi.

"Apakah.. anda benar-benar ingin merawat Jey?"

"Dengan senang hati."

"Jika saya boleh tau, kenapa?"

Nenek menghela nafas.

"Jika saya harus menceritakan semua dari awal, itu akan sangat panjang. Tapi akan saya persingkat, saya harap anda dapat memahaminya."

"Saya akan mendengarkan."

"Mendiang Anak saya adalah dokter spesialis anak, dia juga kepala dalam divisi tersebut. Dia, istrinya dan kedua anaknya sangat bahagia..."

"Tapi suatu ketika, mereka mengalami kecelakaan berantai, anak dan menantuku serta salah satu cucu ku tewas. Hanya satu yang selamat..."

"Dan, saya mendapatkan kabar, bahwa salah satu korban kecelaan itu hilang. Entah masih hidup atau meninggal.."

"Hal yang membuat saya terkejut adalah.. dia adalah salah satu anak yang saya rawat sekarang."

"Mengapa anda merawat mereka?"

"Saya hanya meneruskan kebaikan mendiang anak saya merawat anak-anak terlantar dan sakit. Memberikan mereka kehidupan yang baru dan kasih sayang. Jika saya menceritakan lebih rinci, anda akan menemukan bahwa tidak ada satupun dari cucu-cucu saya yang datang dengan keadaan bahagia. Mereka semua sakit, terlantar, tertekan bahkan terluka hatinya. Sama seperti apa yang Jey alami."

"Lalu apa yang anda lakukan jika mereka ingin pergi atau kembali?"

"Saya tidak akan menahannya. Jika mereka kembali kepada saya pun saya akan menerima mereka kembali."

Bu Yasmin diam sejenak.

"Emm.. jika saya boleh mengatakan sesuatu, Sebenarnya sebelum bapaknya Jey meninggal, ia berpesan kepada saya untuk menghentikan Jey menari."

"Kenapa?"

"Karena agar dia tidak punya jalan untuk bertemu ibunya. Jey adalah pekerja keras, dia akan berlatih keras agar bisa tampil di televisi seperti ibunya. Saya yakin niatnya masih sama sampai sekarang. Dia ingin membuktikan kepada ibunya bahwa dia juga bisa."

"Begitu ya..."

"Lagipula.. bapak Jey sudah tidak punya apapun untuk membayar biaya sanggar. Tapi saya tidak bisa menghentikan Jey hanya karena biaya. Dia bahkan boleh ikut sanggar sampai dia dewasa dan sukses. saya juga banyak berhutang budi kepada ki kendang. Hanya ini cara saya membayar hutang budi saya.."

SEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang