Juna berdiam diri di depan cermin, menatap bayangan dirinya. Bahkan tubuhnya masih gemetar. Jantungnya berdegup dengan kencang.
Tangannya meraba cermin itu.
"Apakah ini benar diriku? Kenapa aku seperti orang lain? Kenapa aku menjadi sangat takut??"
Juna menghembuskan nafas panjang.
Zayn masuk kedalam kamar Juna.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Aku gak tau. Aku ingin bilang begitu, tapi rasanya sulit."
Zayn mendudukkan Juna di sisi tempat tidur, dan menyeret kursi belajar Juna untuk dirinya.
"Dengarkan aku."
Juna menatap Zayn dengan tatapan sedih.
"Kau ingat apa yang pernah nenek katakan kepadamu?"
Juna diam.
"Semakin dewasa dirimu, maka akan semakin banyak hal yang akan kau hadapi. Otak kita, ibarat pohon, semakin tinggi maka semakin banyak ranting. Ranting-ranting itu, ibarat cabang dari setiap sel otak kita."
Juna menunduk.
"Hyaa !!" Panggil Zayn. Juna kembali menatap Zayn dengan ekspresi menyerah.
"Kau tidak hanya belajar tentang pelajaran sekolah, tapi juga tentang bagaimana kau hidup. Kecewa, sedih, bahagia, marah, menyesal hingga bahagia, memori otak kita akan menyimpan setiap kenangan itu."
"Lalu aku harus bagaimana kak? Aku.."
"Hyaa!! Juna. Tentu saja akan sulit melupakan semua itu dari otak kita. Selama apapun, dan sekeras apapun kau berusaha melupakan masa-masa itu, itu akan terasa sulit, bahkan bisa lebih menyakitimu lagi."
Juna lagi-lagi menghembuskan nafas panjang.
"Tapi kau masih punya ini." Kata Zayn, menunjuk jantung Juna.
"Kau bisa mengendalikannya melalui hati. Semakin besar hatimu, maka akan semakin mudah untukmu mengendalikan semuanya."
"Apa aku bisa?"
"Kau bisa. Percayalah padaku."
Juna diam.
"Jangan pernah lupakan apa yang sudah nenek ajarkan ke kita dan jangan lupa apa saja yang sudah kau capai hingga detik ini. Semua itu berharga, kau juga berharga untuk kami."
Bibir Juna bergetar, ia terharu sekaligus sedih.
"Aku tertua disini, kalian semua adalah tanggung jawabku, termasuk kau. Aku akan melindungimu, membantumu dan kalian semua. Tolong jangan takut."
Juna mengangguk, sambil menghapus air mata yang terlanjur keluar.
"Kau harus ingat, kami ada bersamamu. Jangan pernah merasa sungkan meminta bantuan atau membagi masalahmu dengan kami."
Juna mengangguk.
"Baiklah. Tolong jangan sedih. Jangan takut." Kata Zayn, langsung memeluk Juna dengan lembut, seperti adik kandungnya.
"Terimakasih udah nyelametin aku, kak. Kalau gak, aku mungkin sudah gila sekarang."
Zayn mengangguk.
"Apa kamu gak lapar? Semuanya sudah menunggumu. Ayo kita makan malam bersama."
Juna mengangguk pelan.
*
Siang itu Yoogi pergi ke agensi, ini adalah rapat terakhir jika hasil perubahan lagunya di setujui. Dia sudah bekerja keras memperbaiki lagu yang belum sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN
Fanfiction~Kisah kami terlalu menyakitkan, haruskan kami menceritakannya kepadamu?~ Ya, kami hanya bertujuh. Hidup sebagai saudara. Nenek telah menyatukan kami sebagai keluarga. Setelah nenek pergi, kami harus menghadapi semua masalah bersama-sama. Akan kah...