Part 42

217 38 0
                                    

"Sudah, lukanya sudah tertutup dan akan segera sembuh. Jangan berantem lagi ya?" Kata dokter

"Terimakasih dokter.." kata nenek.

"Bu, apa dia juga cucu ibu?" Tanya dokter itu.

Nenek mengangguk.

"Kenapa ibu lakukan hal seperti ini? Aku khawatir.."

"Aku mengerti apa yang kau khawatirkan. Aku hanya ingin melanjutkan kebaikan anakku, dengan caraku. Sama seperti saat anakku menjadi dokter untuk pasien-pasien kecil nya."

"Tapi ini berlebihan ibu.."

"Tidak. Aku merasa sangat senang. Mereka sudah mewarnai hidupku. Tidak ada hal lain yang aku khawatirkan, apalagi? Aku sudah mengatasi semuanya, bahkan anakku banyak membantuku sebelum ia pergi. Aku tidak kekurangan apapun."

Dokter itu menatap iba sekaligus tidak mengerti.

"Dokter Han.. kau sudah aku anggap seperti anakku sendiri. Jika kau mengkhawatirkanku, maka bantulah aku merawat mereka. Ada atau tidak ada nya aku nanti, kamulah orang pertama yang akan aku mintai pertolongan untuk menjaga mereka.."

"Aku akan melakukan apapun untuk ibu. Bahkan mungkin pertolonganku selama ini tidak cukup membalas kebaikan ibu dan dia..." Dokter Han menangis.

"Sudah sudah.. tak ada yang perlu di kenang lagi. Aku harus segera pulang. Cucu-cucuku pasti sudah menungguku."

"Aku akan mengantarmu pulang, bu. Aku juga sudah waktunya pulang. Dokter jaga yang mengganti ku juga sudah datang."

"Ahh baiklah.."

Mereka pulang bersama-sama.

*
Zayn, Yoogi, Juna dan Joe berdiri di depan kamar mandi. Tyan masih mengurung diri dalam kamar mandi, menangis sesenggukan disana.

"Kenapa kalian ada disana?" Tanya nenek.

"Tyan merasa bersalah, dan dia mengurung diri di kamar mandi sejak tadi." Kata Joe.

"Kami sudah membujuknya untuk keluar, tapi tetep gak mau, nek.." lanjut Juna.

"Bahkan Yoogi juga sudah mengancam untuk mendobrak pintunya." Kata Zayn.

"Kapan aku bicara seperti itu? Bukannya kak Zayn sendiri yang bilang seperti itu?" Bela Yoogi.

Nenek mendekati pintu kamar mandi, ia mendengar suara Tyan yang menangis terisak-isak.

"Pintunya di kunci dari dalam nek. Apa perlu kita mencongkel nya?" Kata Yoogi.

"Juna juga bisa mendobrak pintunya." Kata Zayn.

"Aku? Kenapa harus aku?"

"Karna kau berbakat merusak barang. Kau juga pernah merusak gagang pintu kamar kita bukan?" Kata Joe

"Joe benar." Kata Yoogi menyetujui.

Ekspresi juna seakan tidak percaya dengan perkataan saudara-saudaranya.

"Tyan.. kenapa kau disana? Lihat, Kiki baik-baik saja. Apa kau tidak ingin melihatnya?" Kata Nenek.

"Kiki.. kiki terluka karena aku.. aku..aku.. merasa bersalah.. aku.. menyesal.. aku.. yang.. bikin kiki.. jadi seperti itu.." kata Tyan masih dengan nafas yang tersengal-sengal.

Nenek memberi isyarat pada Kiki untuk mendekat dan bicara pada Tyan.

"Kakak... Apa kak Tyan tidak mau melihatku? Aku baik-baik saja. Kak? Apa kau mendengarku?"

"Maafkan aku..."

"Kak.. aku memang merasa sakit karena luka di pipiku ini. Tapi bukankah aku pernah bilang padamu, jika aku akan lebih merasa sakit ketika melihat kakak-kakakku sedih? Aku mohon jangan seperti ini. Itu akan lebih menyakitiku.." kata Kiki. Dia menangis di depan pintu itu.

SEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang