PAGE 2-Part 4 Juna

622 48 0
                                    

Aku akan merebut lagi
Dunia yang pernah aku pertaruhkan
Dengan air mata
Dan setiap luka yang akan terus membekas...

Setelah ulangan harian di laksanakan saat pagi, kini tiba menerima hasil dari ulangan.

"Arjuna Pramana."

Saat namanya di panggil, anak berkacamata itu maju ke meja guru dan menerima hasil ulangannya dengan tangan gemetar dan kepala tertunduk.

"Mengapa nilaimu semakin menurun akhir-akhir ini?"

"Maaf pak. Saya akan belajar lebih keras lagi."

Anak berkacamata itu langsung berbalik badan dan duduk di bangkunya. Kepalanya tertunduk memandangi nilai ulangannya.

Setelah pulang sekolah, Anak laki-laki berkacamata itu jongkok dan menenggelamkan kepalanya di ujung jalan sekolah.

Nenek arumi yang kebetulan lewat di jalan itu, langsung menghampiri.

"Nak.."

Anak itu mendongakkan kepalanya. Kedua matanya sembab, sangat terlihat jelas di balik kacamatanya.

Nenek mendekati Juna, jongkok di depannya.

"Kenapa kau menangis? Apa yang membuatmu bersedih?"

Anak itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Katakan, jangan takut. Nenek akan membantumu."

Anak itu masih diam. Memandang nenek arumi, seakan berusaha mencari kepercayaan dalam diri nenek itu.

"Apa ada yang mengganggumu? Atau menyakitimu? Katakan. Jangan takut." Nenek arumi berusaha seramah mugkin agar anak laki-laki itu mau bicara.

"Aku tidak berani pulang." Kata anak itu pada akhirnya. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Mengapa?" Kata nenek dengan nada cemas.

Anak itu mengeluarkan kertas ulangannya.

"Ulangan hari ini nilaiku buruk. Jika mama dan papa tau, mereka pasti akan menghukumku. Mereka tidak akan mengizinkanku keluar kamar. Atau, mereka juga akan memukulku."

"Memukulmu? Hanya karena nilai?" Nenek seakan tidak percaya dengan perkataan anak itu. Dia melihat nilai di kertas ulangan anak laki-laki itu.

"Arjuna Pramana, nilai bahasa inggris 75, nilai sejarah 60. Menurut nenek ini tidak buruk."

"Tapi kata mama dan papa itu adalah nilai yang buruk. Mereka akan mengataiku anak yang bodoh jika aku mendapat nilai seperti itu."

"Bagaimana bisa mereka mengatai anak mereka dengan sebutan bodoh? Itu sangat keterlaluan. Ayo, antar nenek ke orangtua mu. Nenek akan bicara dengan mereka."

"Tidak, jangan !! Mereka pasti akan memukulku nanti. Sudah, tidak apa-apa. Aku akan pulang dan menerima hukuman. Lagi pula ini salahku."

"Salahmu? Kesalahan besar apa yang kau lakukan sampai kau seperti ini?"

"Aku sudah belajar dengan keras, aku juga selalu ikut les privat dengan baik, aku juga mengikuti bimbingan belajar setiap hari, sampai aku tidak punya waktu untuk hal lain. Tapi mengapa ketika ulangan, otakku serasa kosong? Aku bahkan tidak mengingat apapun yang aku pelajari selama ini. Aku memang benar-benar bodoh."

"Tidak tidak. Jangan berbicara seperti itu. Nenek percaya kau adalah anak yang pandai. Mungkin kau hanya tidak siap saat ulangan. Sudah tidak apa-apa. Ulangan berikutnya kau harus mempersiapkannya lebih baik."

"Aku tidak bisa, Nek. Aku selalu mempersiapkan semuanya sebelumnya. Tapi setiap ulangan tiba, aku selalu lupa. Aku tidak ingat apapun yang aku pelajari. Akhir-akhir ini aku sering seperti itu. Aku tidak tau mengapa aku menjadi seperti ini." Anak laki-laki itu menangis. Berkali-kali ia melepas kacamata untuk menghapus air matanya.

Nenek berusaha agar tetap tenang dan tidak terbawa emosi.

"Boleh nenek tau siapa tadi namamu?"

"Juna. Arjuna Pramana."

"Arjuna adalah nama seorang pejuang, Pramana berarti orang yang memiliki pengetahuan yang luas, bisa dibilang cerdas. Hmm.. berarti kau adalah seorang pejuang yang cerdas."

"Tapi nilaiku selalu buruk."

"Itu berarti, kau harus mencoba lagi. Mungkin caramu belajar kurang tepat. Seorang yang sukses tidak akan berhenti mencoba, berjuang dan belajar."

Juna diam. Seakan memikirkan kata-kata nenek itu.

"Tapi tetap saja aku akan dihukum."

"Mungkin orangtuamu berusaha mendorongmu agar selalu menjadi yang terbaik."

Lagi-lagi Juna diam.

"Sekarang pulanglah, biar nenek antar ya? Tidak perlu takut." Kata nenek sambil membelai rambut Juna dengan lembut.

Juna mengangguk pelan. Ia pun berdiri dan mau diajak pulang. Nenek arumi menggandeng tangannya.

Mereka sampai di depan rumah yang cukup besar, dengan gerbang yang tinggi. Dengan sedikit ragu dan takut, Juna menggandeng Nenek arumi masuk ke dalam rumah besar itu.

Diruang tamu sudah ada seorang wanita paruh baya yang duduk dengan angkuh.
Dia langsung berdiri begitu melihat Juna masuk.

"Dari mana saja kau? Supir menunggumu begitu lama dan pulang tanpa membawa kau." Katanya dengan nada dingin. Juna hanya menunduk.

"Aku.. aku..."

"Apa ini ada kaitannya dengan nilaimu? Mana? Serahkan nilai ulanganmu. Mama akan lihat."

Juna mengambil kertas ulangannya dan menyerahkan nya dengan tangan gemetar.

Wanita itu melihat nilai dengan mata terbelalak. Lalu merobek kertas ulangan dan melemparnya.

"Jadi ini? Pantas kau tidak berani pulang. Mengapa nilaimu seburuk ini? Hah? Apa kau tidak belajar semalam? Apa kau menulis lirik- lirik bodoh itu?" Wanita itu mulai mengomel dan memarahi Juna. Juna hanya tertunduk.

"Ayo masuk !! Mama akan memberimu hukuman. Sore ini akan mama panggilkan guru privat, dan kau tidak boleh makan malam sebelum selesai belajar. Kau dengar?"

Juna mengangguk pelan. Masih dengan kepala tertunduk.

"Tunggu nyonya. Mengapa anda begitu kasar berbicara kepada Juna, anak anda?" Kata Nenek pada akhirnya.

"Siapa anda? Mengapa anda bersama Juna, dan ada urusan apa anda kemari? Mengapa anda ikut campur urusan keluarga kami?"

"Saya nenek arumi. Saya menemukan juna menangis karna takut untuk pulang. Dan sekarang saya tau mengapa dia bisa takut untuk pulang kerumah."

"Apa hak anda ikut campur? Dia adalah anak saya. Saya memang mendidiknya dengan tegas agar dia cerdas dan berhasil seperti kedua kakaknya."

"Tapi itu adalah cara yang salah dalam mendidik anak."

"Mengapa anda mengatur cara saya mendidik anak saya? Siapa anda? Sebelum amarah saya semakin memuncak, lebih baik anda pergi dari sini."

"Baik, saya akan pergi. Tapi satu hal yang saya minta. Jangan terlalu tegas dan memaksa anak dalam belajar. Itu akan membuatnya tertekan."

"Sudah? Silahkan pergi." Wanita itu menunjuk ke arah pintu.

Nenek arumi mendekat ke Juna yang masih tertunduk.

"Jangat takut. Jika ada yang ingin kau katakan, katakan. Dan belajar lah lebih semangat lagi. Mengerti?" Kata nenek dengan sangat lembut.

Juna mengangguk.

"Saya permisi. " Nenek Arumi pergi.

"Dan kau bocah !! Setelah makan malam, kau harus belajar. Aku akan mengawasimu. Sekarang masuk kamarmu. Sementara mama akan kembali ke kantor, mama akan panggilkan guru privatmu."

Juna pergi ke kamar dengan langkah yang berat. Hatinya juga sangat sedih. Tapi dia tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti perkataan mama nya.

SEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang