Tangan Juna gemetar hebat. Bahkan saat memegang gagang pintu.
"Aku gak bisa.. " gumamnya. Ia melepas genggamannya.
Ia menyandarkan kepalanya di badan pintu.
"Tidak. Aku harus segera mengakhiri ini. Hff.. hff.. "
Juna mengumpulkan semua keberaniannya. Mengatur nafas dan pikiran agar tetap tenang. Perlahan ia membuka pintu itu.
Krieeeekkkk....
DEG !! ia berhasil membuka pintu itu.
Ya, Juna melihat mereka. Papa nya terbaring lemah di atas ranjang dan mama memegang mangkuk berisi makanan yang masih penuh.
"Juna..." Panggil mamanya.
Juna hanya diam. Ia memandang papanya.
Hff.. hff.. hff..
Nafasnya terasa berat kembali. Apa yang terjadi? Bahkan jantungnya berdegup dengan kencang.
Mamanya berjalan mendekatinya.
"Berhenti. Tolong jangan mendekat."
Telinganya terasa berdengung dengan keras. Juna berusaha melawannya. Kepalanya terasa berat dan sakit.
"Argghh... Gak.. aku gak akan biarin ini terus terjadi.. arggh.. " gumamnya kesakitan.
Perlahan, Juna bangkit. Walaupun dengan tubuh gemetar, ia mencoba untuk bisa berdiri dan mengatur nafas kembali.
Ia memandang Papa nya yang nampak sedih. Bergantian ke Mama nya yang juga terlihat khawatir.
"Nak.." panggil mama nya.
Juna berjalan perlahan mendekati ranjang papa nya. Ia berdiri sangat dekat.
Juna dan Papa nya saling memandang rindu. Tapi Juna berusaha menyembunyikannya.
"Aku.. hff.. hf... datang kemari untuk.. hff.. mencoba menyembuhkan traumaku..." Kata Juna, nafasnya tersengal-sengal.
"Trauma.. hff.. hff.. yang telah kalian sebabkan.. dan... Hff ... Hff... Meninggalkan bekas luka hingga sekarang." Lanjutnya. Bibirnya mulai bergetar.
Rasa benci bercampur dengan rindu kepada orangtunya, benar-benar melukai hati Juna saat itu. Begitu pula amarah yang ia tahan beradu dengan rasa iba, membuat Juna mampu membenci dirinya sendiri.
"... Aku.... Aku.. "
Ia tak bisa menahannya lagi. Apa yang bisa Juna katakan? Bahkan air matanya telah mengatakan semua isi hati nya.
Juna tertunduk dan menutup air matanya dengan salah satu pergelangan tangannya. Ia tak mampu mengatakan apapun.
"Nak..." Panggil mama nya dengan lembut.
"Ya. Aku.. aku mungkin.. aku mungkin bisa memaafkan kalian. Tapi.. tapi aku gak akan pernah kembali ke rumah ini." Kata Juna.
Papa dan mama Juna merasa sedih dan menyesal setelah melihat perjuangan Juna yang kini ada di depan mereka.
"Kalian.. sebenci apapun aku.. kalian tetap orangtuaku... Tapi rumah ini. Aku gak bisa kembali kerumah ini. Rumah ini menyimpan banyak luka yang akan selalu menyakitiku... Jadi...."
Jiwa anak kecil yang terperangkap dalam diri Juna akhirnya keluar. Juna menangis sejadi-jadi nya. Mengeluarkan perasaan takut, marah, sedih, dan kecewa dalam hatinya. Ya, dengan air mata itu, ia luapkan semuanya.
Perlahan, dengan gemetar, tangan Papa Juna meraih salah satu tangan Juna dengan lembut dan menggenggamnya.
"Nak..." Panggilnya. Wajahnya yang pucat dan mulai berkeriput itu, terlihat lebih sendu dadi yang terakhir kali Juna lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN
Fanfiction~Kisah kami terlalu menyakitkan, haruskan kami menceritakannya kepadamu?~ Ya, kami hanya bertujuh. Hidup sebagai saudara. Nenek telah menyatukan kami sebagai keluarga. Setelah nenek pergi, kami harus menghadapi semua masalah bersama-sama. Akan kah...