Rasa 41 - Bapak

599 21 4
                                    



Disini aku tidak mau menceritakan kehidupanku dengan mas Agus. Namun aku mau memperkenalkan sosok seorang bapak yang telah membesarkan aku.

Sebenarnya tujuanku ini tidak menentu. Antara rasa syukur atau ingin menulis sebuah inspirasi saja.
Aku sendiri merasakan bahwa bapakku terasa berubah tidak seperti dahulu setelah aku dewasa.

Bapakku adalah seorang petani sayur berumur 47 tahun.
Dia memiliki tinggi standar dan badan sedang.
Memiliki wajah yang terasa begitu lokal, berkumis tipis dan rapi namun tanpa jenggot sama sekali.
Hidungnya sedikit mancung,

Dahulu, ketika aku duduk di bangku SD, bapakku adalah seorang ayah yang sangat kasar.  Dia tidak segan segan memukul, mencambuk, atau melempari dengan benda keras jika aku terlalu bersalah.

Dulu aku pernah menangis keras saat minta sesuatu namun tak diberi. Aku semakin menjadi jadi karena tak ditanggapi.  Dengan emosi, bapak mengambil sebuah helm bekas dan dilempar ke arahku dengan sekuat tenaga.  Walaupun tidak mengenai badanku, namun rasa takut itu masih melekat sampai sekarang.

Aku juga sering dicambuk (di sabet dalam basa Jawa) menggunakan sayatan bambu bahan membuat anyaman.
Aku juga masih ingat rasa pedih saat itu.

Jika aku tetap ngeyel berlari kesana kemari dan jatuh, maka dia akan membiarkan aku walaupun menangis.

Kekerasan demi kekerasan sudah kurasakan dari SD sampai mau tamat SMP.
Jujur saja, itulah yang sebenarnya membuat aku takut padanya.

Sungguh, aku dulu sangat takut walaupun hanya bertanya tentang hal sepele.

Namun semenjak aku masuk SMK, aku menjadi anak kos di kota.  Aku hanya menyempatkan diri untuk pulang hanya satu bulan sekali.  Aku merasa nyaman berada di kost bersama teman temanku.

Namun, ketika aku belum pulang, bapak lah yang sering menengok aku ke kost, kadang juga minta izin untuk menginap.

Selama 3 tahun aku benar benar renggang dengan orangtua. Apalagi setelah aku terbiasa ngekost. Aku hanya pulang dua bulan sekali. Itupun hanya 2 hari di rumah.

Bapak juga semakin sering menengok aku ke kost.

Jujur, aku merasa risih karena setiap Minggu bapak selalu datang. Padahal teman temanku tak ada yang menengok sama sekali walaupun tak pulang satu bulan.

Ditambah lagi menjelang kelulusan, aku sama sekali tidak pulang selama 5 bulan.  Bapak mengirim biaya untukku lewat bank supaya kapan saja aku bisa mengambil di bank jika butuh biaya.

Anehnya, setelah aku lulus dari SMK, aku hanya dirumah saja selama hampir dua tahun lamanya. Saat itu aku masih membebani orangtua.

Dari sinilah aku mulai merasakan perubahan bapakku.
Dia sangat jarang marah padaku dan bahkan suka membela aku ketika dimarahi ibu, padahal sebenarnya aku yang salah.

Aku mulai merasa aneh dengan perubahan itu. Aku tak pernah merasakan perhatian sampai segitunya.

Bahkan disaat aku sakit berhari hari, bapak rela menemani aku tanpa berhenti dan selalu ada disampingku.

Entah mengapa bapak menjadi sosok yang pendiam, suka bercanda, dan sering mengalah.

Aku pernah bercerita pada ibu, namun ibu juga merasakan hal yang sama.

Kata ibu, sejak aku jadi anak kost, bapak sering mengigau atau ngelindur memanggil namaku.

Aku juga kaget dengan cerita ibu. Namun aku sangat merasakan perbedaan seorang bapak yang dulu sangat keras dan kasar, kini jadi pendiam dan pengalah.

DUA NAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang