Rasa 40 - S2

152 16 11
                                    

Minggu pagi aku bangun ketika matahari sudah ada di atas pohon.  Malam itu aku tidur ditinggal di depan tv sendirian sementara bapak dan ibuku tidur di kamar.

Awalnya aku dibangunkan untuk diajak ke kamar tapi aku sudah terlanjur berat dan slay di kasur itu sehingga membiarkan diri sendirian di depan tv.

Aku tidak bisa tidur di kamarku sendiri karena belum dibersihkan dan kasurnya basah akibat atap bocor yang tidak diketahui selama beberapa hari.

...

Ketika aku bangun, suasana sudah sangat terang akibat cahaya matahari menembus kaca jendela.

Suara bapak dan ibuku di dapur sedang berbincang entah apa yang dibicarakan.

Aku selalu terbiasa duduk terlebih dahulu selama beberapa menit, baru beranjak dari kasur untuk membersihkan badan.

Kulihat bapak mondar mandir mencari sesuatu sebelum siap siap berangkat ke pasar kota.

👨🏻Cepat kamu mandi, keburu pakde datang.

Ucapnya saat aku duduk di kursi dapur menatap hari yang sudah berganti.

Setelah nyawa benar benar terkumpul, aku langsung mandi pagi dengan segar dan bersih.

Tak lama setelah aku mandi, pakde yang akan menjadi sopir kami pun sudah datang.  Ia berpakaian selayaknya sopir dengan gagah dan rapi.

Aku sibuk dengan diri sendiri dan tidak tanggal dengan yang mereka bicarakan.  Tahu tahu sudah siap berangkat.

Tak mau ketinggalan gaya, aku menggunakan sepatu pemberian mas Agus dengan ku padukan celana panjang hitam dan kaos hitam bergaris garis putih di bagian dada.

Tapi aku paling tidak suka menggunakan kaca mata.  Entah kaca mata buat mataku yang minus, atau hanya gaya gayaan aja, semua aku tak suka. Makanya, walaupun aku punya kacamata untuk mataku yang minus, tapi sangat jarang ku pakai.

Mungkin kalau aku lagi mengerjakan sesuatu dirumah yang membutuhkan penglihatan dengan normal sehingga aku butuh kacamata itu.  Selebihnya, dia hanya jadi kepunyaan aja.

...
...

Setelah mesin dipanasi, kamu pun berangkat, aku juga sempat ribet karena tidak mau disuruh duduk di depan, tapi akhirnya aku ngalah dan duduk di depan bersama pakde sang sopir. Bapak memilih duduk di belakang.

Saat itu juga aku baru melihat lihat dengan detail tentang interior kendaraan bapak itu.

Cukup jauh beda dengan punya mas Agus.
😁

Biasanya aku duduk dengan santuy dan lega.  Bagian atap juga jauh dari kepala. Kali ini rasanya kayak pake payung.  Lumayan dekat dengan kepala.

Bagian penglihatan ke depan juga cukup luas dan lebih jelas karena kap depan tak setinggi dan selebar biasanya aku naik milik mas Agus.

Entah kenapa di otakku malah membandingkan dengan punya mas Agus terus.  Bahkan bagian jog juga lebih keras dan kasar.
😁

Apa sih ini.
Tinggal lihat, tinggal naik, malah dibanding bandingkan.

Tapi bagaimana ya...

Namanya juga manusia yang selalu punya referensi luas tak terbatas.  Bagi orang lain sangat memuaskan belum tentu bagi kita terlihat bagus.

Sebagus bagusnya benda di dunia, pasti ada aja kekurangannya.  Maklum lah. Mata kita memiliki dimensi yang banyak dan imanjinasi kita juga tidak ada batasannya.

...

Pakde yang memiliki profesi sebagai sopir, tentunya sangatlah menguasai perjalanan ke kota maupun desa. 

DUA NAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang