Rasa 51 - Edisi Puasa

284 21 6
                                    


Setelah kejadian itu, aku merasa ada sesuatu yang aneh dari bapak. Mengapa dia lebih mengarah membela mas Agus. Walaupun sebenarnya aku memang salah kata saat bercanda.

Setelah satu hari kemudian, aku baru ingat apa yang kukatakan saat itu sehingga bapak ikut marah. Namun aku tidak mau flashback terlalu banyak. Pokoknya kata kata itu membuat aku malu sendiri saat aku mengingatnya.

Wajar saja jika bapak juga tidak suka. Namun aku juga merasa janggal mengapa bapak se perhatian itu dengan mas Agus.

Jujur saja tidak ada rasa cemburu sama sekali. Namun aku merasa aneh.

Malam itu, setelah kami benar benar bersantai, bapak dan mas Agus mengobrol seperti biasa. Mereka membicarakan soal soal yang tidak masuk di dalam pikiranku. Obrolan khas bapak bapak saat bertemu.

Saat itu aku hanya mendengarkan sambil bermain hp.
Mas Agus juga meminta aku dan bapak supaya menginap dan sahur disana. Karena aku juga lagi malas pulang dan kedinginan, akhirnya aku mengiyakannya. Bapak juga menggantung padaku. Jika aku tidak pulang, dia juga ikutan.

Setelah jam 10 lewat, mas Agus mengajak kami tidur di dalam kamarnya. Kami bertiga tidur sekamar. Bapak juga tak keberatan untuk tidur bertiga.
Malahan, aku yang agak agak sungkan. Entah mengapa.

Kamar itu suasananya tidak seperti dulu saat aku terakhir datang.
Sekarang jadi jauh lebih segar dan banyak tumbuhan hias dari plastik dan kain.

Mas Agus juga menambahkan aquarium agak besar berisi banyak ikan hias di samping tempat tidur.

Di depannya ada sebuah tv yang ditempelkan di dinding.

Aroma dari ruangan itu sangat menyegarkan pikiran dan membuat nyaman.
Warna warna yang dipilih juga sangat cocok dan tidak main kontras. Semua serba nyambung.

Kasur tebal yang empuk dilapisi sprei lembut dan tebal membuat mata jadi lebih cepat mengantuk.

Sekarang aku memilih di posisi pinggir sementara bapak berada di tengah. Sebelum tidur, kami bercanda tawa seakan sudah benar benar jadi keluarga.

Aku dan mas Agus sama sama menghadap ke arah bapak. Tampak ia hanya senyum senyum saja karena diantara dua orang yang bernama Agus.
Sudah seperti roti isi saja.

Aku memperhatikan raut mukanya yang terlihat bahagia. Namun aku tidak tahu apa sebabnya.

Jujur saja, aku sangat senang mendapat momen yang sangat langka ini.
Susah untuk terjadi.

👮Pada belum ngantuk ya?

Tanya mas Agus setelah beberapa saat kami diam.

👨🏻Gimana mau ngantuk, orang diganggu terus sama dia.

Jawab bapak sambil mendorong tubuhku dengan lengannya.

👲Siapa yang ganggu? Aku kan dingin.

👨🏻Lha ini kan ada selimut.

👲Tapi selimutnya masih dingin.

👨🏻Pakai aja lho. Nanti juga anget.

👲Nggak ah, pengen peluk orang.

👨🏻Isss....

Bapak mendorong tanganku saat aku memeluknya. Tampaknya dia masih malu malu untuk mengeluarkan sifat manjanya di depan mas Agus.

👲Jangan malu malu.. kayak sama siapa aja.

👨🏻Nggak gitu, nanti kalau kamu peluk, aku jadi gerah terus berkeringat.

👲Hmmm.... Alasannya,
bilang aja malu malu. Padahal biasanya suka mrengut kalau nggak dipeluk pas tidur.

👨🏻Kamu aja yang suka meluk.

DUA NAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang