Rasa 55 - Edisi Puasa

312 30 13
                                    


Sekarang bapak merubah ekspresinya menjadi tersenyum seakan menertawakan kekagetanku.

Aku mengalihkan penglihatan tanpa fokus dan tujuan. Yang penting tidak melihat wajahnya.  Rasanya tak karuhan semenjak dia tersenyum seperti itu.  Aku juga tak paham mengapa sekarang dia malah tersenyum.

Di sela sela lamunanku, bapak meraih tangan kananku yang tadi kupakai untuk meraba raba dadanya itu.

Ia letakkan tanganku di dadanya lagi dan meminta aku mengusap usapnya.

Adakah yang berharap jika ini hanya cerita tipuan seperti kemarin?

😁😁😁

Bapak menggerak gerakkan tanganku di atas dadanya dan menyentuh bagian puting hingga sampai di perut ke bawah.
Dia juga tampak menikmati dan memejamkan mata.

Di suasana seperti ini, aku juga tidak mencegahnya atau menolak. Aku masih belum mengerti saja.

👨🏻Kenapa?

Tanya bapak sekali lagi.

👲Emang kenapa?

Kataku berbalik tanya dan berusaha untuk seolah olah tidak merasakan apa apa. Padahal sejujurnya aku agak takut.

👨🏻Kok diam aja....

👲Ngantuk.

👨🏻Ya udah merem aja. Nanti juga tidur kan.

👲Gimana mau tidur, orang bapak aja aneh gini.

Kataku dengan nada tertekan. Aku sendiri tidak mengira akan berkata seperti itu.

👨🏻Aneh apanya?

👲Dari tadi aneh...

👨🏻Mana yang aneh lho?

👲Masa nggak ngerasa? Nggak biasanya kayak gini.

Bapak seperti memikir sesuatu. Tangan kanannya meraba raba bagian celana yang mengembang itu.

👨🏻Ini maksudmu?

Tanpa ragu ia mengatakan dan meraba bagian itu.

👲Isss.... Apa sih...

Aku menarik tanganku yang masih ia pegang di atas perutnya.

👨🏻Emang kenapa? Kan wajar.

👲Iya wajar kalau ditunjukkan pada istri. Lha ini, ditunjukan sama anaknya. Emang nggak malu?
Ada ada aja....

👨🏻😁😁😁

👲Yaudahlah.. aku mau tidur.

Aku memasang muka marah.
Entah mengapa aku merasa ingin marah padanya. Padahal tidak ada rasa yang menyulut emosi sama sekali.

Perasaanku juga berubah.  Aku ingin bapak jauh lebih dari itu.
Memang terdengar gila dan menggelikan. Namun jujur saja malam itu hatiku menjadi lebih konslet.

Aku tidak menyalahkan bapak sudah membuat aku seperti itu, namun ini terjadi alami dari diri sendiri.

Aku mulai menyukai tubuhnya yang selalu kulihat setiap hari.
Hanya dalam waktu semalam, aku merasa perubahan ini.
Malam itu aku tidak berani lagi memeluk dia saat tidur.

Bapakku memang terbuka padaku, namun kali ini keterbukaannya jauh lebih mendalam sampai hal intim pun ia tak malu untuk katakan padaku.

Hari ini adalah puasa ke 11.
Aku mengantar bapak pulang  dengan satu motor.  Bapak meninggalkan motornya di rumahku. Ia menggunakan motorku untuk pulang berdua.
Kami berangkat pukul 3 sore sekalian mau menunggu supaya sampai rumah waktunya tiba magrib.
Seperti biasa, aku lebih memilih jadi penumpang daripada nyetir.
Bapak juga sudah menelpon ibu jika kami berdua akan pulang.

DUA NAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang