Ketika Lisa si tukang masak yang dingin dan anti sosial. Bertemu dengan Rose si tukang makan yang ekstrovert dan tidak bisa diam. Dimulai dari pelanggan, menjadi partner kerja, lalu teman dekat.
Kehidupan yang kelam dan rahasia gelap berdiam di dal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
04.00 am
Sudah waktunya untuk menguji resepku. Dan aku heran kenapa anak ini masih saja mau mengikutiku sampai kemari. Padahal dia bisa saja menggantikan posisiku disana.
"Hei, wake up."
"Hoam, ya ampun ini masih jam 4 pagi Lisa. Yang benar saja."
Pria muda bernama Daniel itu kembali menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Sementara gadis 27 tahun bernama Lalisa mulai meninggalkannya. Berjalan menuju dapur di lantai dasar.
Dia mulai membuat adonan roti. Mencampurkan tepung dan telur, menguleninya dengan kedua tangan, sangat teliti dan tidak terburu-buru. Butuh tenaga ekstra untuk menguleni sampai benar-benar kalis dan siap untuk diresting.
Begitu selesai dengan satu loyang adonan. Dia membuat kopi untuk dirinya sendiri. Satu cangkir americano panas.
"Aku juga mau." sahut Daniel yang baru turun dari lantai dua.
"Buat saja sendiri."
"Bagaimana adonannya?" tanya Daniel sambil membuat espresso terlebih dahulu dengan mesin espresso double di depan pantry.
"Sedang istirahat."
"Jadi, mau sweet or savory first?"
"Savory. Tapi bahannya sudah mau habis."
"Aku mau berbelanja. Mana uangnya?"
Daniel sangat suka pergi berbelanja, karena sekalian cuci mata. Soalnya kalau belanja bersama Lisa, tidak akan sempat jalan-jalan dahulu. Lisa akan langsung ke tokonya dan pulang.
"Jangan lama-lama."
Lisa menyodorkan uang cash dollar Australia kepada Daniel. Dan dengan cepat pria 25 tahun itu langsung berlari riang ke luar rumah.
Tentu saja akan lama.
"Padahal ini masih uji coba, tapi kenapa masih terasa kurang. Apanya yang salah?" gerutu Lisa karena gagal beberapa kali membuat adonan roti yang indah, seperti yang pernah dibuatnya dulu.
"Aku heran, dulu untuk orang lain saja jadinya bagus. Giliran untuk diri sendiri tidak pernah benar."
***
"I'm back Lisa. Where are you?"
"Aku kan sudah bilang, jangan lama-lama."
"Ya kan aku melihat-lihat dulu, kali saja kurang bagus bahannya."
Lisa sudah melotot seperti hendak menempeleng kepala Dan. Tapi Dan segera menyodorkan tas belanjaan itu untuk Lisa periksa.
"Look."
Dengan teliti, Lisa mengeluarkan semua belanjaan satu per satu. Daging sapi, sayur-sayuran, dan beberapa herb. Lisa sudah memberi catatan kepada Dan sebelum dia pergi. Semuanya tampak bagus dan tidak ada yang cacat.