.
.
.
Roseanne Park
Malam itu berdua dengannya terasa lain. Terlebih apa yang kita lalui sore tadi. Lisa yang terlihat kuat diluar, ternyata sangat rapuh di dalam.
Setelah apa yang diungkapkannya, Lisa berjanji untuk mencoba terbuka denganku. Tapi entah apa lagi yang diragukannya.
Lisa masih diam saja selama aku di dalam rumah.
Dia terlihat melamun ketika aku menemuinya untuk kembali ke cafe.
"Lisa kenapa? Melamun terus dari tadi?" tanya Rosie yang sudah siap dengan tas jinjing yang biasa dibawanya kalau ada kerjaan luar kota. Lisa melihat tas itu.
"Mau pindahan?" Senyum kecil menghiasi bibirnya, seolah mencari mengalihkan pembicaraan.
"Kalau boleh sih, sampai Alice kembali aku akan menemanimu di cafe."
"Selamanya juga boleh." kata Lisa yang kemudian menelpon taksi. Karena malas juga membawa bawaan itu jalan kaki. "Aku pesankan taksi ya."
Rosie mengangguk setuju. Setelah selesai dengan pesanannya, handphone Rosie berbunyi. Ia buka dan terpampang nama Alice disana.
"Alice telpon, sebentar ya sayang."
Anggukan Lisa menandakannya untuk mengangkatnya disitu.
"Hai Unnie? Kenapa?"
Lisa bisa mendengar apa yang dibicarakan Rosie, karena Rosie juga tidak berusaha menjauh waktu menelpon Alice.
"Oh ya baik kok. Aku menginap tempat Lisa, tapi tenang. Rumah aman, aku cek setiap hari."
Ia senyum mendengar namanya disebut Rosie depan kakaknya.
"Hm ya, Lisa merawatku dengan baik. Aku tidak kesepian lagi deh."
Lirikan mata Rosie kemudian membuat Lisa bertanya-tanya.
"Iya, nanti aku titipkan salam mu untuk Lisa. Okay. Alright Unnie, sudah kok. Aku sudah kesana tadi."
Pasti membicarakan kunjungan ke makam. "Okay Un, see you. Bye."
Obrolan segera berakhir dengan tepat waktu ketika taksi pesanan Lisa baru sampai depan rumah. Mereka pun masuk ke dalam.
"Oh iya, bagaimana pekerjaan mengajar gitar itu?" Lisa tiba-tiba teringat ketika melewati gang rumah Rosie dan disapa oleh tetangganya.
"Sudah tidak kulanjutkan. Sepertinya hobi itu sudah harus jadi hobi saja."
"Sayang sekali, padahal suaramu indah."
"Kamu suka?" tanyanya sambil menyenggol pundak Lisa. Lisa tersenyum malu.
"Suka sekali." Dua-duanya hanya bisa tukar tawa sementara sopir taksi hanya memperhatikan dari spion.
"Mau mengisi live music setiap sabtu malam?" tanya Lisa yang dapat pelototan mata oleh Rosie, tersipu lalu menggeleng kecil.
"Ayolah, dulu itu satu kali diminta kamu langsung mau tampil untukku." rayu Lisa. "Aku akan bayar untuk setiap performnya. How?"
"Lisa yang benar saja. Memang selama ini kosong?"
"Tidak juga, hanya ada beberapa yang ingin mengisi. Tapi aku lebih suka kamu yang nyanyi disana."
"Kalau gitu tergantung aku dibayar berapa dulu." ungkap Rosie sambil tertawa. Yang sebenarnya tidak serius.

KAMU SEDANG MEMBACA
Taste of Love
FanfictionKetika Lisa si tukang masak yang dingin dan anti sosial. Bertemu dengan Rose si tukang makan yang ekstrovert dan tidak bisa diam. Dimulai dari pelanggan, menjadi partner kerja, lalu teman dekat. Kehidupan yang kelam dan rahasia gelap berdiam di dal...