13. Bombe Alaska

446 66 36
                                    


Lalisa Manoban



.


.


.




"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri."


"Yakin?"


"I-iya, kan aku hanya pendiam, bukan pemalu."


"Itu beda tipis Lisa."


"Shut up, I can do this. I just wanna share it with you Dan."


"Hahhaa, okay okay. I trust you bro. Should go back to work. See you later."



***



"Sejak kapan wajah malu-malunya Rosie terlihat begitu jelas? Hari kemarin aku tidak pernah melihat itu. Apa karena aku yang lebih banyak tersenyum akhir-akhir ini?


Ya kenapa pula aku sering tersenyum?"



Lisa melanjutkan membuat sandwich sampai detik terakhir dan nurut sekali pada arahan Rosie. Dia masih tersenyum sendiri karena tingkahnya yang nekat tadi. Menggoda Rosie mungkin bisa jadi hal yang menyenangkan untuknya.

"Selesai."

"Yeps, aku rasa ini cukup untuk hari ini. Besok aku kesini lagi sebelum kerja." jelas Rosie yang sudah mematikan kameranya.

Memandang ke arah Lisa lalu tersenyum menundukkan kepala. Lisa menyeka keringat yang ada di pelipisnya sendiri.

"Perasaan AC nyala, kenapa gerah sekali ya." kata Rosie yang juga mengibaskan tangan ke depan muka.

"Mungkin disini terlalu panas."

"Hmm?"

"Kompor maksudku."

Rosie tertawa keras karena kata-kata Lisa. Yang Lisa sendiri sebenarnya tidak tahu dimana letak lucunya.

"Benar, kompornya panas memang. Tapi Chefnya juga panas."

Lisa membelalakkan mata mendengar Rosie berkata seperti itu. Dia masih melihat ke arah Rosie. Sementara yang dilihatnya malah tertawa terus.

"Come on, Rosie biasa begitu Lisa. Ingat."

Kemudian Lisa tertawa kaku sambil menggaruk tengkuknya.


"Ehm. Aku rasa sudah saatnya masuk kerja. Aku pergi dulu ya. Sampai ketemu besok Chef."

Rosie berpamitan, sementara Lisa masih belum bisa move on dari rayuan Rosie tadi. Entah rayuan atau hanya candaan semata.


Taste of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang