88. Thailand

218 47 5
                                    

.

.

.



Ugh.. it's been a long time...







Lisa pov



Tiba di Thailand hampir malam hari. Aku masih berada di dalam bandara, entah harus dari mana memulainya.

Semua terasa berbeda dari Australia. Memang aku baru satu tahun di sana. Tapi rasanya sangat lama.

Kutarik satu nafas panjang sebelum si sopir taxi melambaikan tangan ke arahku. Perjalanan menuju hotel lumayan lama, hampir setengah jam, karena aku asal memilih tempat.

Kemarin malam tidak sempat memilih-milih. Kenapa juga harus memilih? Memangnya vacation.

Dalam mobil aku terus kepikiran kata-kata Rosie yang mengakui kebohongannya. Memang bukan hal yang fatal, tapi entah kenapa aku merasa begitu kecewa ketika dibohongi. Terlebih olehnya, orang yang paling kusayangi.

Dan aku yang meluapkan emosi sesuka hati, pasti juga membuat bekas dibenaknya. Aku selalu menyesali emosiku yang meledak di kemudian hari. Harusnya aku bisa menahannya. Tidak di depan Rosie.

Tapi sudah terlanjur.

Aku juga tidak bisa menahan diri. Pikiranku kacau, terlebih karena ibu yang menelpon hanya untuk memberitahu kalau teman Phanita datang untuk memberikan kado.

So what?

Ibu mau aku apa? Ngasih ucapan selamat ulang tahun pada orang yang sudah tidak ada?

Apanya yang mau diselamatin?



***



Sampai di hotel dan aku masih suka merenung sendiri di depan balkon lantai 19.

Anginnya sangat kencang karena hari itu musim hujan. Handphone sudah aku nyalakan kembali. Aku melihat pesan Rosie yang meminta maaf.

Lalu di siang hari dia bertanya.

_ Kenapa kamu ke Thailand tanpa aku? _ Kamu sudah janji. _

Tentu aku ingat, dan membayangkan bersamanya saat ini. Andaikan Rosie bersamaku, pasti rasanya tidak akan se menyedihkan ini.

Kenapa aku pulang ketika perasaan sedang hancur.

Aku bahkan tidak lagi bisa marah karena Soodam. Tidak ada Soodam di pikiranku. Yang ada hanya Rosie, dan Phanita.

Ah of course penampakannya tidak ada.. Justru saat aku di Thailand, dia tidak ada.

Aku tidak bisa memejamkan mata hampir sampai jam 2 pagi.



***



Esoknya aku pergi ke makam.

Tidak semudah itu..

Aku berulang kali meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja. Itu hanya abu yang diletakkan di tempat penyimpanan setempat.

Aku ingin ke rumah, tapi aku tidak mau ibu malah membuatku lebih tidak punya nyali. Lebih baik aku sendiri saja. Walau tidak tahu alamatnya, tapi aku tahu nama penyimpanan jenazahnya.

Segera bergegas karena aku tidak ingin niat ku pergi kesana, menghilang.

Aku memejamkan mata selama perjalanan. Sial, aku lupa membawa obat dari dokter Hans. Ah tidak apa, kan hanya sampai aku bertemu Phanita saja.

Bertemu..

Aku bertemu dengannya setiap hari anyway.

***



Taste of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang