46. Survive

299 50 13
                                    

.

.

.




3 hari Lisa tidak sadarkan diri. Sampai rumah sakit, dia pingsan setelah tahu Phanita tidak bisa selamat. Lisa juga harus menjalani serangkaian operasi di tubuhnya.

Yang ternyata dia mengalami patah tulang rusuk dan kaki. Luka luar yang butuh jahitan. Bangun-bangun tidak ada orang yang dia lihat di ruangan. Hanya pantulan cahaya ruangan dan dia merasakan sakit disekujur tubuhnya.

Sayangnya itu tidak sepadan dengan sakit hatinya karena kehilangan Phanita.

Lisa berusaha berbicara, sayangnya suaranya lirih. Dia kembali menangis. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia menyayangi Phanita melebihi siapapun. Melebihi orang tuanya sendiri.

Dan orang tuanya yang terlalu menyayangi Phanita, apa jadinya kalau mereka tahu?

Ya mereka sudah tahu. Ayah Lisa langsung terbang ke Thailand pada hari dimana dia dikabari oleh ibu. Sayang sekali bukan sambutan berkabung penuh ketulusan yang didapat, tapi ibu yang berteriak menyalahkan Lisa atas semua tragedi yang menimpa Phanita.

Ayah langsung mendatangi Lisa ke rumah sakit segera. Waktu itu Lisa masih tidak sadarkan diri. Hari ini Lisa terbangun tapi Chef Pierre sedang kembali ke rumah sebentar.

Begitu dia kembali, dia sudah melihat suster yang sedang menenangkan Lisa. Lisa berontak dan ingin menemui adiknya. Tapi begitu melihat ayahnya datang, Lisa langsung meminta penjelasan ke ayahnya.

Chef Pierre hanya bisa memeluknya. Dengan berhati-hati, karena luka yang masih belum kering.

"Ayah, dimana Phanita? Aku tidak sendirian kan disini? Aku harus menemuinya yah, aku minta maaf karena sudah membiarkannya ikut denganku!"

"Li, Ssshh. Tidak apa-apa nak, jangan salahkan dirimu. Jangan."

Kali itu Pierre memeluk Lisa dengan berlinang air mata. Ia tidak juga berhenti menangis sampai akhirnya Lisa sedikit tenang. Dokter memutuskan untuk membius Lisa karena keadaannya yang histeris tadi. Waktu Pierre memeluknya, saat itu lah bius segera disuntikkan ke infusnya.

Lisa tertidur kembali setelah beberapa menit kemudian.




***



"Harusnya memang Lisa tidak mengajaknya pergi naik motor itu! Aku sudah memperingatkannya!!"

"Kamu tidak harus menyalahkannya terus."

"Tapi memang ini kesalahannya. Phanita tidak harus jadi korban! B-Bagaimana bisa, helmnya juga hancur seperti itu Marco!!"

"Tolong pelankan suaramu."

"Tidak bisa! bagaimana bisa?!! Oh Phanita..!"

Lisa sayup mendengar suara pertengkaran orang tuanya di dalam ruangannya. Mesti suara itu coba dipelankan, tapi masih tetap bisa jelas didengar Lisa. Dia tidak berani membuka mata setelah mendengar itu dari mulut ibunya sendiri.

"Lisa tidak salah, polisi sudah sudah bilang kalau mobil sedan itu yang salah, karena menyalip di garis jalan yang tidak terputus." Pierre coba menjelaskan berdasarkan fakta yang ada kepada ibu, hanya saja tidak ada gunanya.

"Aku tidak peduli. Kamu terus saja membela anakmu!"

"Dia juga anakmu Phim."

"Tidak, dia anak istri pertamamu! Dia bukan anakku!"

Taste of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang