94. Deal

309 50 16
                                    

.

.

.



"Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan. Yang kemarin terlalu emosional, jadi tidak bisa semua bisa dikatakan. Tapi bisakah kamu tidak menyela pembicaraan ku?"

Lisa memegang tangan Rosie setelah melepas pelukan mereka.

Sempat berkaca-kaca lagi, namun segera tertahan oleh Lisa yang buka suara.

"Aku akan dengarkan." jawab Rosie. Walau masih merasa sakit, tapi ia mencoba menghargai usaha Lisa yang mengirimkan makanan lalu mendatanginya kedua kali.

Walau Rosie tidak yakin, kalau Lisa tidak jadi memutuskan hubungan mereka.

"Jadi.. Aku besok akan berangkat ke Paynesville, tempat restoran ayah. Sebelum keputusan itu dibuat, ada beberapa faktor yang membuatku yakin. Selain dirimu.."

Lisa mengelus rambut pirang Rosie yang ada di samping pipi.

"Kamu adalah faktor utamanya. Lalu Ibu, sebenarnya tidak ingin cerita soal kepulanganku ke Thailand, takut kamu kesal karena tidak diajak."

Lisa terhenti sejenak karena Rosie sempat terkekeh pelan.

"Tapi harus aku bilang, aku bertemu ibu. Dan dia ingin melihatku kembali seperti dulu, dia minta maaf padaku. Dan... Itu membuatku bahagia, juga lega. Memotivasi ku untuk sembuh dari PTSD.."

Tangan mereka tertaut semakin erat. Rosie senang mendengar keterbukaan Lisa dan semua masalahnya.

"Rosie.. aku ingin kembali seperti diriku yang dulu.. Aku hilang dan melarikan diri. Tragedi itu sangat menghancurkan kehidupanku, karirku, cita-citaku. Aku kehilangan segala kerja kerasku dan merasa sangat bersalah.."

Lisa mendongak ke atas, mencoba menahan air matanya jatuh. Rosie mulai mengelus lengan Lisa.

"Walau ibu sudah memaafkan aku, walau aku sudah mengunjungi Phanita.. Aku masih dirundung rasa bersalah, dan penyesalan."

Rosie ingin menyela saat itu dengan berkata don't be.

"I don't know if I can rebuild myself again, completely or not. Tapi langkah awal dengan ikut ke restoran ayah, kupikir akan sangat membantu. Aku akan terus mengikuti terapi dan obat tepat waktu. Serta... menstabilkan emosi."

Dari situ Rosie sudah bisa menangkap arah pembicaraan Lisa. Tidak akan jauh-jauh dari yang kemarin.

"Aku yang bermasalah Rosie. Kamu sempurna, tidak ada cela bagiku untuk menyalahkanmu.. Please.. Dari omongan kita kemarin, aku hanya meminta waktu untuk memperbaiki diriku. Karena kamu tidak pantas diperlakukan dengan buruk olehku."

Rosie menggelengkan kepala dengan tegas.

"Kamu tidak begitu Lisa.. Kamu selalu baik, dan penuh perhatian."

Kini tangan Lisa sudah berada di pipi Rosie. Memandang intens ke wajah cantik yang membuatnya tergila-gila.

"Ketika marah, aku begitu menyebalkan. Tidak masalah kecil atau besar sama saja. Ya kan?" kata Lisa sambil tertawa pelan.

"Tidak.."

"Masa sih? Iya ah.. Dari kemarin aku kesal sendiri kalau mengingatnya. Belum soal Soodam yang pastinya membuatmu muak.. Aku sadar itu hal yang buruk. Seharusnya aku tidak menempatkan Soodam sebagai pengganti Phanita."

Lisa menunduk, mencium telapak tangan Rosie.

"Kamu sudah coba memperingatkan aku, tapi aku tidak mau dengar. Dan malah marah waktu kamu bohong, bahkan untuk kebaikanku dan juga Soodam. I'm... a horrible girlfriend for you."

Taste of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang