116. Sebahagia Itu

190 33 74
                                    

Serial The JAHat Stories – 116. Sebahagia Itu

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2024, 27 Februari

Note : Infoin typo yaaa dan oiya ini better dibaca setelah baca Keluarga A; 63. Makan Siang ☺️

-::-

Ulya baru saja hendak menyuap makanan ke dalam mulutnya, ketika seseorang meletakkan baki berisi banyak makanan ke atas meja di hadapan gadis itu.

Rupanya Johnny.

"Aloha!" sapa Johnny pada Gara dan Mathius dengan saling mengadukan kepalan tangan mereka. "Gue duduk di sini aja yak?!"

Sontak, baik Gara, Mathius, maupun Ulya, auto menengok pada kelompok ramai di meja lain yang adalah Hamzah bersama adik-adiknya plus Alif.

"Ngga enak ngeganggu keluarga bahagia," kata Johnny seraya tertawa geli. "Wah, di sini makanannya udah banyak neh..."

Johnny memindahkan tiga potong nugget ayam ke atas piring Ulya sebab dilihatnya piring Ulya isinya tidak sebanyak dua yang lain.

"Kok dipindahin ke aku, Mas?" kata Ulya begitu melihat nugget dan satu burger pun berpindah ke tempatnya, plus satu potong ayam goreng bagian paha.

"Makan yang banyak, Ul, elu kan butuh tenaga entar masih mau ngiterin Dofun. Jalan sama keluarganya Hamzah tuh capek, asli."

Ucapan Johnny disambar oleh Gara, "Alig, masih pada mau maen apaan lagi?!" Gara mencabik daging ayam dengan mulutnya. "Abis ini kita mantai aja, Bre," katanya pada Mathius. "Idih stres ngantri ngga ngotak itu antrian!"

Capek banget dia antre selama itu.

"Elu mah enak, Cemong, pake fast track!" sungut Gara pada sang adik perempuan.

Johnny tertawa geli mendengar Ulya disebut Cemong oleh Gara.

"Tadi ngga bareng sih, Bro, kan bisa gue fast track-in," kata Johnny,

"Ya elu ga info mau ke sini kan?"

"Iya juga haha..."

"Bersyukur, Mas, bisa maen dan makan gratis nih. Alhamdulillaah..." kata Ulya, merujuk pada makanan di hadapan Gara.

"Iye elah, gua mah bersyukur ada Mathius sama Johnny yekan. Alhamdulillaah. Tuh, seneng?" balas Gara.

Kening Ulya mengernyit, "Lah, bersyukur kan nyenengin diri sendiri..." gumamnya sambil lanjut makan ayam goreng.

"Kayaknya gua pulang besok dah," kata Mathius kemudian.

"Hah? Maksud?" Gara melongo.

"Iya, gua kayaknya mau buka kamar aja di hotel di sini. Enak nih hawanya. Males pulang, wakwak..." sahut Mathius.

"Lah terus gua pulang sama siapa, ego?" kata Gara, sewot. "Besok gua kan kerja?!"

"Sama gue aja, Bang," kata Johnny cepat. Kali ini dia menyantap burger. "Lo bareng gua aja, Ul. Ga usah bareng Hamzah. Ngerepotin dia kan adeknya banyak."

"Lah, terus aku ngerepotin Mas Johnny aja gitu?" kata Ulya. "Sama Mas Hamzah aku kan sampe toko aja, nanti ngojek."

"Abang lo kan ga bisa masuk mobilnya Hamzah. Udah penuh kan? Udah, sama gue aja. Kayak sama siapa aja sih repot repotin apaan dah lu, Ul."

Jawaban Johnny bikin Ulya nengok ke Gara.

"Nah, iya, cakep tuh. Yowes nanti abis mantai gua minta anter Mathius ke parkiran Dofun!" ucap Gara, senang. Tapi Ulya malah mendecak.

"Jangan, Mas, rumahnya Mas Johnny itu jauh dari rumah kita. Beneran ngerepotin..."

"Ya terus? Lo nyuruh gua ngangkot?!" kata Gara lagi. "Yaudah, bray kalau si Cemong kaga mau ya gua aja ngikut yak!"

Johnny tertawa dan angguk angguk kepala. Tapi Ulya justru menghela napas keras.

"Ya udah, nanti pulang bareng Mas Johnny aja akunya. Nanti aku info ke Mas Hamzah, aku ga ikut mobilnya," Ulya lalu melihat Johnny, "beneran, Mas, ngga apa-apa nih? Nanti muter balik jauh, Mas Johnny capek?"

Senyum Johnny merekah ketika melihat Ulya yang di sudut bibirnya ada saus menempel. "Buat lo, ngga ada capeknya, Ul..."

Tawa Mathius dan Gara meledak mendengar kalimat Johnny barusan.

"Hanjaaaay, lebih buaya dari elu, Gaarrr!" kata Mathius, ketawa heboh.

"Bxngsat ya!" maki Gara tapi dalam tawa. "Gua sering ngalusin cewek, tapi denger adek gua dialusin, gelay jijay bat hanjaaay!"

Johnny ikut tertawa sementara Ulya mukanya memerah. Dia tahu dia dialusin, dan biasanya dia akan marah-marah ke Johnny. Tapi diketawain abang dan sohib abangnya begini, Ulya malu juga.

Selembar tisu terulur ke hadapan Ulya.

"Lap tuh, ada saos," kata Johnny. "Lo makan gimana dah, Ul... Berantakan banget. Kalau kita pacaran mah gue bakalan auto ngelap. Busett ini ada abang lo, ngga berani saiya!" lanjutnya dengan tawa.

Lembaran tisu tadi lantas direbut dengan cepat oleh Gara.

"Hadududu, mana cini cini cini, Mas Ganteng elapiiin!" Menggunakan kedua tangannya, Gara memaksa Ulya menengok padanya, lalu membersihkan saus yang dimaksud Johnny tadi. "Makanya juga bener kan gua manggil dia tuh Cemong. Hadeh, makan ayam pake saos aja belepotan lu, Uuul..."

Menjauhkan wajahnya, Ulya memukul kedua lengan Gara dengan tangan. "Iiih, apaan sih?! Aku bisa lap sendiri!"

Mathius dan Johnny tertawa melihat tingkah dua orang di hadapan mereka. Senang menelusup di hati Johnny melihat Ulya tidak semendung sebelumnya. Keinginan Johnny untuk bertanya perihal perjodohan Ulya pun tertahan untuk saat ini.

Pikirnya, mungkin besok ada kesempatan dia bisa bertanya lebih detail tentang kenapa Ulya tiba-tiba dijodohkan oleh orangtuanya.

Sebab untuk saat ini, bagi Johnny melihat Ulya riang gembira adalah kesenangan tersendiri.

Sama seperti ketika Hanifa dilanda masalah beberapa waktu lalu, rasanya Johnny berkewajiban untuk menghadirkan kembali keceriaan di wajah adik perempuan Hamzah. Baginya, Hanifa sudah seperti adiknya sendiri. Jadi, mungkin Ulya juga sudah dia anggap keluarganya sendiri karena rupanya rasa sayang bisa tumbuh meski Johnny tidak berpacaran dengan perempuan tersebut.

Dan bagi Johnny, kebahagiaan orang yang ia sayangi adalah keutamaan dalam hidupnya.

Mungkin ini tercipta sebab selama hidupnya dia berfokus untuk mendapat kebahagiaan dari kedua orangtuanya, namun tidak ia dapatkan. Makanya dia selalu sibuk mencari. Jadi, tanpa sadar Johnny membentuk dirinya sendiri untuk menjadi orang yang sangat ingin dia miliki.

"John, mau pesen es, ngga?" tanya Hamzah yang kini berdiri di sisi meja, antara kursi Ulya dan Johnny. "Ada yang mau es, ngga?" tanyanya pada Gara, Mathius, dan Ulya.

Tangan kanan Hamzah mengambil satu potong kentang goreng dari atas piring Ulya. Sukses bikin semburat merah tipis muncul di wajah Ulya.

"Entaran aja, ini masih banyak," Johnny menunjuk nugget di atas piringnya yang masih lima potong.

"Ini udah ada, brother!" kata Gara yang di depannya memang sudah ada es-esan.

Hamzah mengambil kentang di atas piring Ulya lagi. Kali ini jantung Ulya berdegup hebat melihat tangan Hamzah di hadapannya.

"Mau es ngga, Ul?" tanya Hamzah.

"Mau!" kata Ulya cepat, "Mau, Mas!"

Mengangguk, Hamzah kali ini mengambil nugget di piring Johnny. "Sini, ikut."

Tanpa disuruh dua kali, dengan semringah Ulya bergegas berdiri dan mengikuti Hamzah ke layar untuk membuat pesanan.

Kedua mata Johnny mengikuti langkah Ulya yang gesturnya terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Pelan, Johnny mendecih seraya terkekeh samar dan kembali melihat nugget di atas piringnya yang tersisa empat potong.

Sebahagia itu ya, Ul, langsung mau kalau ditawarin Hamzah?

[]

*Ulya gua rukiyah jugak neh 😭 dia lebih seneng yang nyomotin makanannya daripada yang ngasih dia makanan?! Kesel 😭😭😭 Mas Johnny sama aku aja 😫😫😫

The JAHat StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang