Serial The JAHat Stories – 46. Ngga Tahu
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2018, 11 September
-::-
Johnny tiba di rumah Hamzah sekitar pukul dua belas malam. Hanifa yang membukakan pintu. Dan Johnny harus beramah tamah dengan Bapak Kahfi yang rupanya belum tidur demi begadangin kerjaan.
Di kamarnya, Hamzah menyambut Johnny dengan mata nyaris terkatup. Baju kaos abu-abunya terlihat kusut masai, dan celana pendeknya sama tidak rapinya dengan kaos kelabunya itu. Dia menguap sebentar begitu melihat Johnny di belakang Hanifa.
"Lah, elu ngapain ke sini, John?" tanya Hamzah, agak bingung. Tapi dilebarkannya juga pintu kamarnya karena Johnny yang tampangnya kusut, agaknya sedang malas untuk menyahut.
"Mas, pintunya jangan dikunci. Aku nanti balik lagi bawain minuman," kata Hanifa pada Hamzah yang kemudian mengangguk.
Hamzah berbalik begitu Hanifa berlalu dari hadapannya. Pintu kamarnya dia buka setengah, lantas menyusul Johnny yang kini sudah rebahan di atas kasur dengan kaki menjuntai ke karpet. Hamzah lagi-lagi menguap sebelum ikut bergabung di atas kasur, memeluk guling.
"Lu tumben amat? Law taw mo ke sini mah---HOAHM, bareng wa aja..."
Maksudnya, kalau tahu mau ke sini tadi bareng Hamzah aja abis tutup kafe.
Johnny tidak langsung menyahut. Dia memilih diam dengan mata terpejam dan kedua kaki mulai menekuk. Berguling ke samping, Johnny memerhatikan rak-rak penuh buku milik Hamzah.
Hening.
DOR AJA!
Johnny tersentak begitu ingatan kejadian tadi menyentaknya dengan tidak berprikemanusiaan. Kedua tangannya refleks melindungi kepala. Dia masih bertanya-tanya, pihak mana yang mempunyai kebencian sedemikian rupa terhadapnya hingga amat sangat berniat untuk menghabisi nyawanya. Udara yang masuk ke pernapasannya terasa kian sulit.
"Zah, tadi ada yang mau nembak gue," kata Johnny, setelah dia bangkit dari berbaringnya. Kepalanya terasa berdenyut menimbulkan rasa sakit secara mendadak.
Johnny melepas jaketnya, lalu beranjak dari kasur untuk mencari minum di dekat sana.
Hamzah bergerak sedikit, "Ya elah, udah biasa, bukan?" katanya dengan mata terpejam.
Ya Hamzah ngga bisa disalahin juga sih. Memang pada dasarnya tembak-menembak lumrah terjadi di hidup Johnny. Ya tapi itu kan tembak-menembak perasaan, bukan pakai pistol.
Johnny kembali ke kasur begitu tidak menemukan air sebotol pun.
"Tadi ada mobil nyerang mobil gue," kata Johnny dengan suara serius. "Ada empat orang keluar, satunya bawa pistol. Mobil gue bolong tuh," ucapnya lagi.
Mendengarnya, barulah Hamzah terlonjak dari tidurnya.
"HAH? DEMI APA LU?"
Masalahnya, tidak ada nada bercanda dari seorang Johnny ketika dia berkata tadi. Biasanya kan Johnny bakalan nyengir-nyengir ngga jelas. Life is so simple bagi seorang Johnny. Dia sudah melupakan kamus kesedihan atau khawatir dalam hidupnya begitu dia punya dua karib bernama Hamzah dan Alif.
Dan Hamzah baru menyadari, betapa pucatnya wajah Johnny, betapa ketakutannya Johnny, dan betapa risau raut Johnny.
"Siapa yang jahatin elu?" tanya Hamzah, heboh.
Gelengan Johnny terlihat. "Ngga tahu. Perasaan gue ngga punya musuh."
"Tapi lu ngga apa-apa?"
Hamzah meraih wajah Johnny, memegangnya dengan kedua tangannya, menggerakkannya ke kiri dan ke kanan.
"Lu ngga ada luka-luka?"
Johnny sendiri juga bingung, keberuntungan macam apa yang menyapanya tadi. Kok bisa-bisanya dia selamat padahal sudah diserang dari segala arah.
"Alhamdulillaah..." ucap Hamzah lagi, melepas tangannya.
Ah, iya...
Johnny total lupa dengan kalimat yang satu itu.
"Al-hamdulillaah," balas Johnny, canggung. "Zah, gue bagi air minum dong."
"MaasyaAllah, gue lupa! Bentar," Hamzah baru akan beranjak dari sana tepat ketika pintu kamarnya terkuak lebar dan Hanifa masuk membawakan tiga gelas minuman. "Nah... Kebetulan!"
Kebetulan apanya?
Hanifa jelas-jelas bilang pintu kamar jangan dikunci biar dia bisa masuk antar minuman!
"Mas Johnny ngga apa-apa?" tanya Hanifa, agak khawatir. "Kayaknya pucet banget."
Hamzah melirik Johnny yang mukanya masih lesu.
Lalu berpikir; rasanya Hanifa tidak perlu tahu kejadian yang dialami Johnny.
"Ini, aku buatin susu jahe anget," Hanifa mengangkat satu mug warna merah, membawanya pada Johnny.
"Buat Mas mana, Fa?" tanya Hamzah. Lagi begini, tetep aja ngga mau kalah.
Hanifa kembali ke dekat meja dan mengambil gelas lainnya. "Buat Mas Hamzah juga ada. Oh iya, ini air mineral kalau Mas Johnny mau minum ya."
Johnny hanya mengangguk, bergumam terima kasih tapi nyaris tak terdengar meski ruangan hening bukan main. Diseruputnya susu jahe tersebut dan dia menarik napas panjang-panjang.
Hangatnya minuman buatan Hanifa menjalar memenuhi bagian-bagian tubuhnya, menimbulkan rasa tenang tersendiri.
"Aku ke dapur lagi ya, bikin sesuatu buat cemilan. Aku lihat stok kulkas dulu," kata Hanifa.
"Ngga usah, Han," kata Johnny kemudian. "Udah malem. Ngerepotin. Lo istirahat aja."
"Ngga ngerepotin kok, insyaaAllah," sahut Hanifa dengan senyuman tersungging di bibirnya. "Mas Johnny kayak orang lain aja, ngga enakan gitu."
"Tauk," kata Hamzah. "Hanifa kan adek lo juga, brader. Udah, biar aja dia masak bentaran. Muka lo pucet banget tuh, butuh asupan makanan!"
"Ya udah," ucap Johnny, "thanks."
"Sama-sama," balas Hanifa sebelum berlalu dari dekat mereka berdua.
Hamzah, sepeninggal Hanifa, meraih ponselnya. Kontak Alif adalah yang pertama dia tuju.
"Nelepon siapa?" tanya Johnny.
"Alif."
"Lo mau bilang gue di sini?" tanya Johnny lagi.
"Iya lah! Emang kalau lo ke rumah Alif, lo ngga bakalan bilang apa-apa sama gue? Kita kan bertigaan mulu, bray!"
Omongan Hamzah bikin Johnny bungkam.
"Kalau gue ada masalah, lo mau gue cerita sama Alif doang? Udah, kaga apa-apa. Ini bocah disuruh ke sini jam berapa juga hayok aja."
Ya iya, hayok aja. Kan ada Hanifa...
Johnny memegang mug dengan kedua telapak tangan menempel di badan mug merah tersebut. Membiarkan hangat dari minuman di dalam mug, menjalari telapak tangannya lantas mengantarkan ke sekujur tubuhnya.
DOR AJA!
Ingatan itu kembali menyentak. Johnny sampai berjengit lantas merundukkan kepalanya dalam-dalam.
Takut.
Rasanya amat sangat menakutkan...
"John, lu kenapa? Lu ngga apa-apa? Jojon?!"
Hamzah mengguncang lengan sohibnya, hanya untuk memastikan bahwa Johnny masih dalam kesadarannya.
Johnny mengambil napas kuat-kuat.
Sungguh, kematian tadi menyapanya begitu dekat. Lantas mendapati dirinya selamat, benar merupakan suatu ujian tersendiri.
Dan lagi-lagi, kepalanya sakit.
[]
5
![](https://img.wattpad.com/cover/102100900-288-k7657.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The JAHat Stories
HumorKisah Trio JAHat; Johnny Alif Hamzah always together... yang TANPA FAEDAH. Minat nyimak? Buang waktu ae lau! Ngga ada faedahnya, tjuy!