107. Naksir

388 84 80
                                    

Serial The JAHat Stories - 107. Naksir

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2021, 17 Oktober

-::-

Sepasang sepatu berpindah dari dalam tas ke atas meja di satu kios di area pertokoan besar di pusat kota.

"Nanti kalau sudah selesai, tolong diantar aja ya, Mbak," kata Hanifa pada si penjaga kios yang melayani cuci sepatu. Dan sepasang sepatu itu adalah milik Hanifa yang akan dia kenakan di pernikahan Adit dan Emma nanti.

Mereka memang dididik untuk memakai barang-barang sampai nilai barang itu habis alias tidak berguna. Kalau sepatu, mungkin rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Kalau masih bisa dipakai, boleh dicuci atau diperbaiki.

Karyawan tadi memberikan secarik kertas tanda terima barang pada Hanifa dan keduanya saling mengucapkan terima kasih.

"Yuk, Mas," ajak Hanifa pada seorang pemuda tampan yang sejak tadi menunggu di sebelahnya.

Hamzah mengangguk dan menyejajari langkah ringan adik perempuannya, menuju toko lain yang ada di sana.

"Mau makan?" tanya Hamzah yang ke mana-mana memang tujuannya ya makan, makan, makan.

"Nanti aja abis shalat Zuhur," ucap Hanifa. "Sekarang masih jam setengah sebelas. Ke toko baju yuk? Aku mau cari kaos."

Mereka memang bertolak dari rumah ke mal ini sejak jam sepuluh pagi. Makanya mal juga masih sepi, dan Hanifa masih kenyang tadi kan sarapan.

"Buat Jojon?" tanya Hamzah, penuh selidik. Seingat dia, Hanifa minta temenin ke sini kan mau cari kado buat Johnny.

"Iya, aku rencana mau kasih Mas Johnny kaos yang dilukis," sahut Hanifa. "Mas Johnny kayaknya suka sama hasil lukisanku."

Untuk beberapa alasan, Hanifa menyukai kesukaan Johnny pada hasil lukisannya. Gadis itu sangat senang melihat wajah takjub Johnny ketika dia menyerahkan tas yang dia lukis semalaman. Meskipun yang lain juga takjub jika diberi hal serupa, tapi Hanifa menangkap hal lain di wajah seorang Johnny Mahesa. Seolah lukisan yang dia buat begitu berharga.

Ya iya lah, Hanifa ngga tahu aja, dalam hidup Johnny, segala sesuatu yang dikasih buat dia itu berharga. Dan kemampuan Johnny dalam mengapresiasi memang patut diacungi jempol.

"Kamu ada apaan sih sama si Jojon, Fa?" tanya Hamzah, nadanya jelas sekali menuduh.

"Ada apaan ya, Mas?" Hanifa menoleh, melihat sejurus pada Mas-nya dengan wajah bingung.

"Kamu ngapain ngasih Johnny kado segala?"

Ditanya begitu, Hanifa terdiam sejenak. Haruskah dia berkata pada kakak lelakinya ini bahwa Johnny sudah berhasil menyembuhkan sedikit dari sekian traumanya atas kejadian waktu itu?

"Ngasih Jojon doang, lagi. Alif ngga?" tanya Hamzah lebih lanjut.

"Hm, Mas Alif nanti aja," Hanifa menggamit pergelangan tangan Hamzah ketika mereka tiba di depan toko pakaian."Uangku baru cukup beli satu kaos buat Mas Johnny. Lumayan harganya..."

Hamzah hanya menuruti langkah kaki adik perempuannya ini yang langsung menyasar ke satu brand terkenal yang memang sering dipakai oleh Johnny. Harganya memang selangit.

"Tuh, mahal, lagi!" komentar Hamzah. Sesungguhnya dia julid mengetahui adeknya mulai perhatian ke karibnya sendiri.

Hanifa tertawa kecil, "Ngga apa-apa, alhamdulillaah ada rezekinya."

Satu kaos merah tertangkap oleh tangan Hanifa. Lembut dan pasti bikin betah saat memakainya.

"Mas Johnny kayaknya seringnya pakai warna hitam kan ya, Mas?" tanya Hanifa tanpa menoleh.

The JAHat StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang