79. Jemputan Pagi

695 126 109
                                    

Serial The JAHat Stories – 79. Jemputan Pagi

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 18 Maret

-::-


Menghentikan laju mobil Lexus-nya di depan rumah dengan gerbang warna hijau pekat, di cuaca cerah pagi jam delapan ini, Johnny yang hari ini ganteng banget padahal cuma pakai celana jeans sama kaos hitam lengan panjang yang harganya ngga usah ditanya, gaji kamu sebulan ngga cukup buat bayar! Johnny sendiri sudah sering banget main ke kawasan ini, karena kan rumahnya Alif memang dekat-dekat sini.

Iya, si pemuda bertubuh tinggi memang ke rumah Silmi pagi ini, jemput gadis itu dan mereka berdua akan ke rumah Hamzah, mau jengukin Hanifa yang kemarin mengalami kejadian mengerikan.

Pintu kiri bagian depan mobil Lexus tersebut terbuka dan Silmi bergegas duduk di sana, dengan sesuatu di pangkuannya, mungkin untuk Hanifa. Kalau semalem ini mobil dipake nganterin Ulya, hari ini dipake buat nganterin Silmi. Ciyaaa, bisa ae dah Bapak Johnny Mahesa ini.

"Makasih ya, Johnny," kata Silmi begitu selesai memasang sabuk pengaman. Senyumnya terkembang. "Udah repot-repot jemput. Papi belum bisa anter pagi ini, bisanya weekend nanti."

"Ngga apa-apa. Gue seneng kok bisa nolongin," kata Johnny sembari melajukan mobil dengan menginjak gas perlahan. "Ngga ngerepotin."

Mobil meluncur dalam kecepatan sedang, melewati berbagai macam kendaraan lainnya di jalan menuju rumah Hamzah. Hari ini Johnny ada kuliah siang, dan Silmi juga. Jadi kayaknya keduanya nanti ke kampus bareng juga. Ehem.

"Jadi, kejadian persisnya seperti apa ya?" tanya Silmi, menoleh pada Johnny.

"Hanifa sama Zaid pulang sekolah kemaren, diganggu sama orang," kata Johnny dengan tatapan awas pada keadaan sekitar. "Zaid dipukulin. Sampe sekarang masih dirawat. Hanifa kayaknya syok berat. Sampe gue pulang semalem dia ngga ngomong apa-apa."

Silmi terdiam, tapi manggut-manggut. "Biasanya kalau trauma atau syok berat, memang begitu sih," ucapnya, teringat dulu ketika dia kehilangan sang ibu. Dia juga menolak berinteraksi dengan sekitar. "Tapi diajak ngobrol aja terus, biar pikirannya ngga jadi kosong terus diisi sama hal-hal buruk."

Johnny menoleh, takjub dengan pemikiran Silmi tadi. Karena Johnny ngga kepikiran sama trauma atau apa lah itu. Baginya, kalau memang ada orang jahat, harusnya Hanifa cepet cerita biar cepet ditanganin tuh orang.

"Gitu ya?"

"Iya."

"Kira-kira berapa lama?"

"Ngga tahu," kata Silmi. "Bisa sebulan, dua bulan, tergantung. Bisa juga dua hari, kalau Hanifa punya seseorang yang dia percaya untuk dia berbagi cerita dan derita."

"Dua hari kalau gitu," kata Johnny dengan cengiran. "Hanifa kan punya Hamzah tuh. Sama si Jafar."

Anggukan kepala Silmi terlihat. "Semoga aja ya. Karena ngga gampang bagi suatu masalah yang mengerikan ke orang lain meski saudara sendiri. Bisa juga diajak ke psikiater. Kadang, orang lebih percaya sama orang lain yang mereka ngga kenal daripada yang mereka kenal."

Mengerjap pelan, Johnny tidak menyahut kalimat Silmi barusan. Mengenai psikiater, dia pernah pergi menemui satu psikiater saat dulu dia SMU. Ketika dia merasa terlalu banyak dekat dengan gadis teman sekolahnya, tanpa ada keinginan untuk memanfaatkan mereka, Johnny berpikir dia punya kelainan. Tapi dia tidak pernah suka dengan sesama jenis, hanya saja dia merasa cukup jika dekat dengan satu perempuan dan saling sayang. Tapi begitu perempuannya bertindak yang aneh-aneh, Johnny ngeri sendiri dan dia memutuskan menjauh. Gadis-gadis itu menuduhnya penyuka sesama jenis hanya karena Johnny menolak menyentuh mereka lebih jauh. Tapi syukurlah, psikiater cuma bilang bahwa dia hanya belum menemukan orang yang cocok untuk berbagi tentang kehidupan.

Ya gimana dong, keluarga ada tapi ngga peduli. Johnny jadi cari kasih sayang dari perempuan-perempuan labil. Bagus dia ngga nyangkut ke tante-tante tuh. Johnny cuma butuh kata I love you aja kok.

Bagi Johnny, I love you adalah koentji.

"Nanti kuliah jam berapa Sil?" tanya Johnny, "Betewe, kuliah gimana? Asik ngga?"

"Jam dua," kata Silmi, padahal mereka sudah bahas ini di kolom chat. "Kuliah? Asik. Kampus kita lumayan ya, tentang literatur yang dibutuhkan juga gampang dicari di perpustakaan. Johnny suka ke perpus ngga? Di rak kanan dekat petugas perpus, ada buku agama. Kemarin saya ngasih beberapa buku sirah di sana. Seru kok baca buku sirah."

"Hah?"

Hadoh, Johnny bahkan bingung sirah itu apaan?!

"Di rumah, banyak buku sirah punya Mami. Karena suka banget baca. Papi bilang, Mami suka banget baca sama masak," kata Silmi dengan senyum mengembang lagi. "Saya masak ini buat Hanifa. Semoga Hanifa suka ya."

Refleks, Johnny langsung melirik sesuatu yang sejak tadi dipangku oleh Silmi.

"Apaan tuh?"

"Ini?" Silmi mengangkat sesuatu entah apa. "Ini samgyetang. Sup ayam pakai ginseng. Dimakannya hangat-hangat. Nanti biar dipanasin dulu kalau Hanifa mau makan. Semoga aja Hanifa suka."

Johnny bingung. "Samgetang? Apaan tuh?"

"Samgyetang," ulang Silmi dengan tawanya. "Sup ayam pakai ginseng. Saya masih ada stok ginseng dari South Korea, jadi ya tadi masak ini aja buat Hanifa."

Johnny nyengir. "Oh, hehe, lo pinter masak ya."

"Ngga juga. Cuma suka aja," balas Silmi.

"Kayaknya enak."

"Mudah-mudahan enak. Semoga Hanifa suka," kata Silmi lagi. "Johnny mau nyobain juga?"

"Eh? Emang... masih ada?"

Silmi mengangguk. "Tadi masak lumayan buat sekalian nanti makan malam bareng Papi," sahutnya. "Kalau Johnny mau, nanti pulang kuliah jam berapa?"

"Eh, ng, ngga usah, Sil... Buat makan malem lo sama Papi lo aja," jawab Johnny kikuk. Ya ngga enak lah dia. Menu makan malem orang...

"Ngga apa-apa, masih cukup kok kalau Johnny mau. Atau nanti saya masak menu lain buat Papi," kata Silmi dengan tulus. "Saya makasih banget dianterin sekarang. Nanti pulang kuliah jam berapa?"

"Jam lima kayaknya," sahut Johnny, masih kikuk. Dia sih mau aja makan samgyetang apa lah itu. Tapi...

"Saya insyaaAllah keluar jam setengah lima. Saya tunggu di kantin aja kalau gitu. Nanti anterin saya pulang, ngga apa-apa?"

"Ya nganterin lo pulang sih ngga masalah. Tapi..."

"Nanti Johnny bawa pulang samgyetang ya. Makan bareng Mami sama Papi-nya Johnny," ucap Silmi dengan senyuman. "Sekalian, biar Mami nyobain juga. Saya titip salam buat Mami ya."

Johnny cuma bisa cengengesan. Wadow, mau dikasih samgyetang buat Mami Papi juga. Mami pasti bahagia ini kalau tahu itu dari Silmi.

"Tapi ngerepotin, Sil..."

"Ngga, Johnny," balas Silmi dengan tenang. "Bagi-bagi makanan kan diajarin sama Rasul. Semoga Johnny suka ya sama samgyetangnya."

Cuma bisa nyengir, Johnny mengangguk, lantas kembali mengendarai kendaraannya menuju rumah Hamzah. Johnny sih suka apa aja lah, apalagi yang bikin orang sebaik Silmi. Dalam hati tak sabar ingin chat Mami Papi-nya untuk ajak makan bareng malam ini.

[]



Suka samgyetang apa suka yang bikin? Cih.


The JAHat StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang