53. Speak Up

1.2K 213 56
                                    

Serial The JAHat Stories – 53. Speak Up

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 13 November

-::-

Dalam kegelapan ruang-ruang di rumahnya, Johnny menggegas kedua kakinya menuju dapur. Dia haus dan persediaan air minum di kulkas yang ada di kamarnya ternyata tandas. Mungkin asisten rumah tangganya lupa mengecek kesediaan kebutuhan di kamarnya hari ini.

Tapi, ya sudahlah. Toh tidak ada salahnya dia mengambil sendiri air minum di dapur. Lagipula perutnya lumayan lapar. Semalam balik dari kafe dan dia langsung tidur.

"Jam dua," gumam Johnny ketika melihat penunjuk waktu di pergelangan tangannya menunjukkan pukul dua pagi lewat tiga menit.

Rupanya Johnny tertidur dengan pakaian lengkap pulang dari kafe. Tidak sempat cuci muka dan bersih-bersih. Dia berjanji untuk sikat gigi usai menuntaskan keperluannya di dapur.

"Belum tidur kamu, John?" tanya sebuah suara berat laki-laki, diikuti dengan cahaya lampu dapur yang menyala terang begitu Johnny menyentuh saklarnya.

"Kebangun," jawab Johnny, sekenanya. Membelakangi Papi-nya demi menghadap dispenser dan mengambil air dingin.

"Gimana kuliah kamu?" tanya Papi yang duduk sembari meminum secangkir kopi hitam di tangannya.

Johnny bergeming sejenak. Matanya mengerjap selagi tenggorokannya menelan seteguk air yang tadi sempat tertahan di rongga mulutnya.

Kepalanya mengingat keras perihal kapan terakhir dia bertemu dan berbincang dengan Papi-nya.

Rasanya... sudah lama sekali.

Kalau tidak salah, mereka bertemu di satu pagi sebelum Johnny bertolak ke rumah Hamzah untuk main panah. Sekitar dua bulan lalu? Atau tiga bulan lalu? Johnny tidak bisa yakin dengan ingatannya sendiri.

"Fine," jawab Johnny dengan nyaris tidak peduli.

"Kapan kamu mau belajar pegang bisnis? Ada waktu lihat-lihat perusahaan?"

Johnny berbalik mendengar pertanyaan ayahnya. Sepasang netranya memandangi orang tua yang selama ini memenuhi kebutuhannya dengan materi. Papi adalah pengusaha di bidang otomotif. Maka tidak heran jika di rumah Johnny punya sejumlah kendaraan yang bisa dibilang amat sangat keren.

Tapi, ya itu tadi, orangtuanya hanya berkutat dengan materi dalam membesarkannya.

"Baru juga masuk kuliah," kata Johnny dengan nada malas-malasan.

"Bukannya kamu udah semester tiga?"

Mendengarnya, Johnny nyengir. "Papi inget aja. Kirain ngga peduli."

"John, kamu Papi kuliahin mahal-mahal, biar bisa lanjutin perusahaan yang Papi bangun. Ini demi masa depan kamu juga. Anak Papi cuma kamu, Johnny..."

Detik itu juga, Johnny berusaha sekuat tenaga untuk tidak meledak.

Iya, apa sih dia bagi kedua orang tuanya? Cuma aset untuk melanjutkan kebanggaan atas kesuksesan di bidang ini dan itu. Dia diberi kehidupan yang berlimpah, kuliah di tempat terbaik, itu juga untuk meneruskan perusahaan Papi-nya. Bukan karena kedua orangtuanya itu sayang terhadapnya.

Johnny melalui masa remajanya dengan sulit. Dia menjalaninya tanpa kepedulian dari kedua orangtuanya bahwa segala sesuatu yang dia usahakan adalah untuk membuat keduanya bangga memilikinya.

Apalah nilai bagus atau juara pertama, jika orangtuanya menganggap bahwa itu adalah hasil yang memang harusnya Johnny dapatkan setelah segala pendidikan mahal yang orangtuanya berikan. Selusin tutor untuk berbagai macam bidang pelajaran.

The JAHat StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang