Serial The JAHat Stories – 96. Misteri
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2020, 22 Juli
-::-
Meski pembagian tugas sudah diupayakan sedemikian rupa, pada prakteknya tetap saja sesuai kondisi yang berlaku. Seperti sekarang, Hamzah bukan sibuk mengurus keperluan Adit, tapi mengobrol dengan sanak saudara yang dia kenal dari pihak keluarga Adit. Kendati tidak banyak yang dia kenal, tapi banyak juga yang mengenalnya secara Hamzah dan Jafar dulu sering diajak gabung kalau ada acara keluarga Benjamin bin Adam, pamannya dari pihak ayah.
Bilal dan Nafisa juga mengalami hal yang sama. Boro-boro jadi panitia yang melihat keadaan. Mereka malah dikenalkan kepada keluarga jauh mereka yang tinggalnya di luar negeri, yang datang khusus untuk Adit, karena keluarga Adit yang begitu terpandang.
Jadi, lebih banyak Johnny yang berdiri di dekat pelaminan agar jika Adit butuh sesuatu, ada yang menanggapi. Ulya juga sama, karena Hanifa juga beramah-tamah dengan yang lain, akhirnya Ulya juga jadi patung di sudut pelaminan yang lainnya. Kadang dia main ponsel untuk mengusir bosan. Sedangkan kwartet Uwais, Humaira, Uthi, dan Umar sejak tadi memang bekerja dengan baik seperti membantu orangtua Emma setiap kali ada banyak teman Adit yang ingin berfoto.
"Ul!" panggilan dari arah pelaminan terdengar. "Sini!" kata Emma dengan tangan bergerak, meminta Ulya mendekat padanya.
Tergopoh-gopoh, Ulya mendekati Emma. Dia menaiki panggung dengan hati-hati. Gara-gara mau cantik, hari ini dia pakai sepatu hak tinggi yang dia beli dari entah kapan buat kondangan, eh dipake juga, tapi jadi pagar ayu. Heuheu.
"Kenapa, Em? Mau makan? Minum?" tanya Ulya.
"Ngga, ih, aku mau kita foto. Kan beluman yang lagi di sini," kata Emma yang di hari bersejarah ini mengenakan gaun putih yang membuatnya kian cantik.
"Oh! Iya!" Ulya langsung semangat. Dia mengambil ponsel untuk berswafoto bersama sahabatnya.
"Foto bertiga ya," kata Emma. Rautnya jelas bahagia. "Bentar, minta tolong..."
"Pake hape saya aja nih," kata Adit tiba-tiba. Paham dia, seberapa berarti sosok Ulya untuk sang istri.
Adit langsung bergerak, menyerahkan ponselnya pada juru kamera. Mereka berpose setelahnya.
"Aku juga mau, pake hapeku..." kata Ulya kemudian.
Adit melirik Johnny, hendak minta tolong agar Johnny mengambil foto melalui ponsel Ulya. Dan Johnny, yang sigap, langsung bergerak.
"Sini saya fotoin, Mas," Johnny mengulurkan tangan dari bawah panggung, dan Ulya bergegas melangkah untuk memberikan ponselnya pada Johnny.
Di kejauhan, Uthi melihat kejadian tadi dan menyikut Nafisa yang sedang terbebas dari perkenalan antar saudara.
"Naf, Naf, lihat deh," kata Uthi, "Mas Johnny sama Mbak Ulya kayak Pangeran sama Putri Raja di kastil ya. Hihi..."
Nafisa menoleh, mendapati Ulya yang baru saja menyerahkan ponselnya ke Johnny dan ponsel tersebut kembali lagi ke tangannya karena belum menyala mode kameranya. Ulya di atas panggung, dan Johnny di bawah panggung memang sempurna seperti posisi Pangeran merayu sang Putri.
"Haduh, Mas John ngerdus apalagi deh..." keluh Nafisa.
"Tapi lucu ya, Naf..."
"Iya, tapi Mbak Ulya jangan sama Mas John lah. Kasihan. Mas John kan playboy, playboy. Ewh!"
Uthi hanya tertawa mendengarnya.
Sementara oknum yang dibicarakan akhirnya bersiap untuk foto dan difoto.
Ulya harus mengalah ketika ada tamu yang naik panggung untuk bersalaman dengan pengantin.
"Mantap nih!" kata teman Adit yang naik ke panggung. "Akhirnya bisul pecah!"
Adit tertawa. "Bisa aja. Haha... Doain, bro!"
"Gue doain, semoga langsung dikasih momongan yak! Gaspol, bro!"
Keduanya tertawa dan berfoto. Ulya menyingkir ke tepi, melepas senyum ketika mendekat pada orangtua Adit yang duduk di samping Emma.
Setelah itu, Ulya kembali ke tengah.
"Yok, yok, foto," kata Emma pada juru kamera yang bersiap di bawah sana.
Johnny mengatur cahaya di ponsel Ulya, agar foto yang didapat cerah dan enak dilihat. Hitungan satu-dua-tiga terdengar dari juru kamera, dan senyum Johnny mengembang begitu dia mengetap layar ponsel Ulya ketika tiga orang di layar berpose beberapa kali.
"Makasih ya, Emma..." kata Ulya begitu juru kamera mengacungkan jempol, tanda foto-foto telah diambil dengan sempurna.
"Aku yang makasih, Ul!" kata Emma, meremat jemari sahabatnya.
Ulya menahan air matanya sekuat tenaga. Sejak Emma masuk ke ruangan ini setelah ganti baju, air mata Ulya merembes di entah berapa lembar tisu. Itu belum dihitung ketika prosesi akad pagi tadi. Ulya yang memang tidak mengenakan make up apa pun merelakan air matanya membasahi wajah begitu mendampingi Emma di ruangan selagi Adit mengucap ijab qabul atas nama Emma.
Rasanya bahagia dalam kehilangan. Atau kehilangan dalam bahagia...
"Makasih ya, Ul, udah doain aku dapet laki-laki baik," kata Emma dengan lembut. Ditatapnya wajah Ulya yang merunduk. "Ini pasti berkah doa kamu."
Ulya tidak sanggup mengangkat wajahnya yang memanas. Dia pasti menangis dalam hitungan detik. Tapi dekapan Emma nyatanya membuatnya menangis dalam sepersekian detik.
Di bawah panggung sana, Johnny masih setia mengetap ponsel Ulya, mengabadikan gerakan demi gerakan dua sahabat baik itu yang tampaknya menangis bahagia.
Ketika Emma mendekap Ulya, ketika Emma menyeka air mata Ulya dengan tisu yang diberikan oleh Adit, dan ketika keduanya tertawa kikuk karena suasana jadi aneh.
Keduanya tidak memedulikan pandangan orang-orang, karena baik bagi Ulya atau pun Emma, momen ini sungguh berharga.
"Tetep chat aku ya, Ul..."
"Beneran, boleh ya?" Ulya menyeka lagi air matanya.
"Boleh. Tapi jangan tengah malem. Aku sibuk."
"Paan sih!" Ulya memukul pelan lengan sahabatnya. Lantas keduanya tertawa lagi.
Sementara Johnny tertegun. Dia tidak lagi melihat Emma dan Ulya di layar ponsel, tapi melihat dirinya bersama Hamzah dan Alif.
Menikah...
Suatu hari nanti pasti mereka akan menikah dengan perempuan yang mereka minati. Lantas, siapa yang lebih dulu? Itu yang jadi misteri.
Tapi...
Bagaimana ya perasaannya jika saat itu tiba?
Ketika Hamzah menemukan belahan jiwanya... Atau ketika Alif menemukan pendamping hidupnya.
Lalu, bagaimana dengan dirinya?
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The JAHat Stories
HumorKisah Trio JAHat; Johnny Alif Hamzah always together... yang TANPA FAEDAH. Minat nyimak? Buang waktu ae lau! Ngga ada faedahnya, tjuy!