97. Pendamping Hidup

817 140 57
                                    

Serial The JAHat Stories – 97. Pendamping Hidup

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 2 Agustus

Note : Infoin typo yaaa

-::-

Pernikahan ini memang bukan pernikahan saudara langsung dari Hamzah. Ayahnya Hamzah punya adik perempuan yang menikah dengan lelaki bernama Benjamin Bin Adam. Nah, Bapak Ben ini punya sepupu yang usianya cuma terpaut sekitar sepuluh tahun dengannya. Jadi, ketika Bapak Ben menikahi Ibu Nora, sepupunya yang bernama Adit ini masih usia kelas sekolah menengah pertama. Jadilah jika ada acara keluarga, Hamzah yang notabene keponakannya Bapak Ben, diajak-ajak untuk hadir. Bukan cuma Hamzah, tapi Juga Jafar, meski sudah punya anak pun, mereka masih sering diajak main atau jalan-jalan bersama. Makanya, Hamzah sedikit-banyak mengenal saudara dari Bapak Adit yang sekarang sedang berdiri di panggung pelaminan itu. Dan dia dengan bebas mengajukan teman-temannya untuk jadi pagar bagus, karena saudara dari pihak Adit yang satunya juga tidak bisa dibilang banyak. Untuk menghindari kecanggungan, maka terjadilah susunan pagar bagus dan pagar ayu yang sedemikian rupa.

"Mas Hamzah pulang abis acara?" tanya Ibu Hanun sembari merapikan rambut putra sulungnya.

"Iya, Umma, bareng yang lain kan. Umma pulang sekarang?" tanya Hamzah, menyeka keringatnya yang sedikit timbul akibat dari tadi menyapa orang-orang yang dia kenal dan yang mengenalnya.

"Ya ngga lah," kata Ibu Hanun. Tangannya menuntun Zidan. "Nungguin bagian foto-foto dong. Mas tugasnya ngapain sih? Kok dari tadi muterin area terus?"

"Harusnya ngurusin urusan Mas Adit, Umma," jawab Hamzah. "Tapi ya gitu. Ketemu sama Bu Lik ini, nyapa. Pak Lik itu, negor. Urusannya jadi diurus sama Johnny doang tuh." Hamzah menggerakkan dagunya sejurus ke arah Johnny yang persis bodyguard yang siap sedia. Bedanya, dia ngga pakai setelan jas aja.

"Hooo. Hanifa juga?" tanya Ibu Hanun.

Hamzah mengangguk. "Iya, tapi dia kan ngga terlalu banyak kenal. Tapi Hanifa sih orangnya humble banget, jadi tugasnya kayak Zahra, ngurusin tamu-tamu."

"Uuuh, kasiyaaan..." Ibu Hanun menepuk-nepuk lengan putranya. "Tapi belajar, Mas," Ibu Hanun lantas berbisik. "Nanti kalau kamu nikah, ya gini. Repot nyapa-nyapa tamu. Sampe gigi kering."

Mendengarnya, Hamzah cuma manyun. Pasti kan, nyeret-nyeret dia nikah aja nih ujung-ujungnya.

"Udah, ah, Umma mau ambil soto dulu," kata Ibu Hanun. "Catering-nya mantep nih ya. Udah jam segini belum habis juga makanannya," sambungnya. "Mas Hamzah tolong pegang Zidan ya?"

Mengangguk, Hamzah mengambil alih tangan Zidan ke telunjuknya sebelum mengajak Zidan berkeliling sementara sang ibu mengambil makanan lain. Hamzah memutuskan untuk menghampiri Jafar yang duduk di satu kursi usai menumpuk potongan buah di dalam mangkuk yang tengah ia pegang.

"Ngga jaga depan lo?" tanya Hamzah, ikut duduk sembari memangku Zidan.

Jafar menggeleng sembari menggigit potongan melon. "Udahan, kan mau foto-foto katanya? Gue tinggal Zaid aja tuh di depan. Hehe..." ucapnya, lantas menyuapkan potongan kecil semangka untuk si bungsu. "Woh, Zidan mah pinter urusan makan buah yak! MaasyaaAllah! Adeknya Mas emang niiih!"

Jafar mencubit pipi adiknya dengan gemas. Lalu menyuap potongan semangka untuk dirinya sendiri.

"Ngomong-ngomong, Mas Adit sama Mbak Emma cocok ya, hyung!" kata Jafar sembari ngunyah semangka.

"Ya cocok lah, pilihan Ammah Nora," Hamzah auto-mangap begitu Jafar menyodorkan potongan melon ke arahnya.

"Iya, Ammah Nora diplomasinya hebat!" balas Jafar, kagum. Sebab dia juga mendengar rusuh-rusuh keluarga Adit perihal sosok Emma. Tapi toh akhirnya jadi sah juga.

The JAHat StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang