Serial The JAHat Stories – 19. Ulya
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2018, 4 Maret
-::-
Siang jam sepuluh, Hamzah turun dari mobil yang ia parkir di depan butik dan kafe milik sang ibu. Kedua tangannya menjinjing plastik berisi keperluan butik. Sementara Hanun, ibunya, mengekor di belakang.
Ini hari Kamis tanggal merah, Hanun berkunjung ke butik sebab ada satu keperluan. Zidan di rumah bersama Hanifa dan yang lain.
Terdengar denting pelan ketika pintu butik terbuka. Ada Ros, pegawai butik di sana membalas ucapan salam yang dilontarkan Hamzah. Dua kantung yang dibawa Hamzah mendarat tepat di atas meja di hadapan Ros.
"Umma, Hamzah ke atas ya. Laper," kata Hamzah pada sang ibu. Tidak menghiraukan satu sosok yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri kini.
"Bu Hanun, ini calon karyawan yang saya bilang," kata Ros, menunjuk satu gadis berjilbab oranye pucat, mengenakan gamis kelabu, sepatu kets dengan tali warna oranye, dan berkacamata. Duduk diam dan sopan di satu kursi di dekat rak baju.
Sontak, kedua ibu dan anak itu menengok. Seulas senyum terarah pada keduanya yang kemudian dibalas senyuman oleh Hanun. Hamzah juga senyum, dan itu membuat wajah si gadis mendadak menghangat.
"As-salamu'alaykum, Ibu," si gadis berkerudung oranye bangkit dari duduknya. Berdiri dan mengangguk takzim. Tinggi tubuhnya sekitar 155cm. Tinggi normal gadis Indonesia pada umumnya.
"Oh, iya. Siapa namanya?"
Hanun menghampiri gadis itu. Hamzah mengubah posisi berdirinya, menghadap si gadis dan memerhatikannya dari atas hingga bawah. Dan entah kenapa sebuah senyuman tersungging di sudut bibir kanannya.
"Aulya, Bu. Panggil aja Ulya," kata si gadis berkerudung oranye.
"Duduk, duduk, Ulya," kata Hanun, ikutan duduk di dekat Ulya. "Bawa CV-nya?"
"Umma, Hamzah ke atas ya?" kata Hamzah lagi.
"Iya," sahut Hanun dengan mata mulai meneliti lembaran-lembaran yang disodorkan Ulya.
Hamzah bergegas keluar untuk menuju tangga. Dan Ulya memerhatikan punggung tersebut hingga menghilang di anak tangga atas.
"Masih muda sekali," kata Hanun begitu mencermati CV milik gadis di dekatnya ini. "Tapi ngerti kan, jualan itu kayak apa?"
Gadis bernama Ulya itu mengangguk. Benaknya berharap sekali ia diterima di pekerjaan ini.
"Ngerti, Bu, insyaaAllah. Pernah jualan juga kok, bantuin Pakde saya," kata Ulya cepat.
Hanun mengangguk. Dia memang sedang mencari karyawan baru untuk butik ini. Sebab Ros mengajukan pengunduran diri sejak bulan lalu untuk menikah dengan pria pilihannya. Sudah ada beberapa pelamar yang datang, tapi belum ada satu pun yang cocok di matanya.
Tapi gadis ini...
"Udah diinfokan mengenai salary kan sama Ros?" Tanya Hanun.
Ulya mengangguk. "Sampun, Bu. Alias sudah..."
Hanun tertawa mendengarnya.
"Rumah kamu lumayan jauh ya," kata Hanun lagi. "Yakin ngga telat tiap hari ke sini? Kita buka jam delapan sampai jam lima. Senin sampai Sabtu. Ahad libur. Di atas ada kafe yang buka jam dua siang. Punya saya juga, alhamdulillaah. Kalau ada keperluan, kamu bisa bantu kafe juga ngga? Ros sering bantu kafe kalau Ahad, semisal ada event apa. Kafe kadang di-book untuk acara tertentu."
Ulya tampak meragu. "Oh gitu ya, Bu?" tanyanya. "Kalau Ahad, saya ngga bisa jamin, Bu..."
"Wae? Eh, maksudnya kenapa?"
"Saya ngaji, Bu. Belajar Tahsin tiap Ahad pagi sampai jam sembilan..."
Hanun mengerjap, menatap Ulya dengan saksama. Entah kenapa dia senang sekali mendengar jawaban yang barusan.
"Sampai jam sembilan aja kan?"
"Iya, tapi abis itu ada kajian juga, Bu, sampe sore..." kata Ulya. "Ibu saya bilang, Senin sampai Sabtu udah cari dunia, masa ndak ada waktu untuk akhirat meski hanya sehari..."
Ulya nyengir. Hanun yang terpesona mendengarnya lalu merunduk, menyembunyikan betapa dia terkesima dengan jawaban gadis berkerudung oranye ini.
Dibukanya lembaran-lembaran di tangannya. Dibolak-balik, dibaca, dan dicermati.
Kemudian Hanun mengangguk lagi.
"Kamu siap kalau---" Kalimat Hanun terhenti sebab ketika dia mendongak, Ulya tengah menatapnya sedemikian rupa. "Ulya?"
"Eh, iya, Bu. Maaf," kata Ulya, terkesiap.
Hanun geleng-geleng kepala. Dia maklum kalau anak muda zaman sekarang konsentrasinya sering terdistraksi.
"Ibu cantik," gumam Ulya pelan. Cukup terdengar oleh Hanun.
"Ya?"
"Ibu cantik," ulang Ulya pada Hanun. Tapi ini bukan strateginya untuk bisa diterima di butik ini. Ibu-ibu di depannya ini memang terlihat cantik dalam pandangan matanya.
Gantian Hanun yang nyengir.
"Kamu ngerayu saya ya?" tanya Hanun dalam gelak tawanya.
"Ngga kok, beneran. Ibu cantik," kata Ulya. "Itu yang tadi adeknya ya?"
Hanun mengernyitkan kening. "Yang mana? Yang tadi itu? Itu anak saya, yang paling tua. Nanti kalau kamu kerja di sini, kenalan sama anak-anak saya ya," kata Hanun, kemudian beralih pada Ros yang sejak tadi sibuk merapikan barang yang dibawa Hamzah. "Ros, kamu nanti ajarin Ulya tentang produk di sini ya. Dia insyaaAllah kerja mulai besok."
"Alhamdulillaah," kata Ulya senang. Diambilnya tangan Hanun, kemudian diciumnya dengan hormat. "Makasi ya, Bu. Makasi..."
"Eh, eh, iya. Sama-sama. Kamu kerja yang rajin ya."
"Iya, Ibu cantik..."
"Kamu ini. Ya udah, saya mau ke atas, kamu boleh pulang sekarang. Jangan sampai telat kerja besok ya."
Semringah di wajah Ulya tak kunjung luntur. Dia mengangguk, lalu merapikan tasnya. Mengambil tangan Hanun lagi untuk dicium dengan hormat.
"Saya pulang ya, Bu. Assalamu'alaykum," kata Ulya.
Hanun tertawa kecil, menepuk pundak Ulya dan bersyukur akhirnya kepusingannya selama sebulan mencari karyawan baru, berakhir juga.
"Wa'alaykumussalaam..."
[]
Ibu Cantik, mirip CALON IBU MERTUA SAYA ^^
- Ulya
![](https://img.wattpad.com/cover/102100900-288-k7657.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The JAHat Stories
HumorKisah Trio JAHat; Johnny Alif Hamzah always together... yang TANPA FAEDAH. Minat nyimak? Buang waktu ae lau! Ngga ada faedahnya, tjuy!