"Oke, fine!" Kiara menghapus sela-sela air matanya dengan jari. "Lo liat aja, Rul! Gue gak akan berhenti sampe di sini. Gue bakal terus dan terus usaha untuk ngedapetin perhatian lo!"
Usai mengucapkan itu, Kiara pun langsung menghambur Bila dan mengajaknya pulang meninggalkan lapangan. Arul memandangi seisi lapangan dan memberi tatapan sadisnya seperti biasa pada cewek-cewek yang masih meliriknya tanpa berkedip membuat mereka senang sekaligus takut secara bersamaan.
"Arul! Arul!" teriak mereka kagum lantas membuat Arul menutup telinga sebentar sebelum beralih melirik pada hal yang paling disukainya, yakni bola basket.
"Tauk lah! Penting amat!" gumamnya mengangkat bahu lalu lanjut bermain. Tak perlu menunggu sampai sepuluh menit atau pun dua puluh menit saja, cewek-cewek tersebut sudah bosan hanya memandangi sang idola yang sangat cuek-bebek dan hanya asyik dengan dunianya sendiri sehingga mereka satu per satu pun pergi.
Arul dengan fokusnya terus bermain basket tanpa memedulikan siapapun atau apapun, meski hari ini bukanlah jadwal kegiatan ekskul atau bahkan latihan sebelum turnamen. Rasa-rasanya dribbling dan shooting dengan berbagai macam teknik hingga membuatnya mendekam di lapangan sampai sore walau menghabiskan waktunya seharian penuh jauh lebih baik daripada berpulang ke rumah.
Sampai suatu ketika Arul tak sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul tiga dua puluh sore. Dia memutuskan untuk beristirahat sejenak di tepi lapangan dan membuka tutup botol air mineralnya yang tadinya masih disegel dan langsung meneguknya cepat sampai hingga setengah botol.
"Ah ...." desahnya pelan. Kini kedua pupilnya memerhatikan seisi lapangan yang sudah benar-benar kosong dan hanya ada dirinya saja di sana. Arul mendongak berusaha melirik langit yang ada di atasnya, masih cerah terang benderang meski pun sudah sore. Perlahan-lahan dia menarik bibir tipis. Entah apa yang membuatnya begitu. Kini dia turunkan kembali pandangannya. Dia terperangah kaget seolah tak percaya dengan objek yang baru saja ditangkap kedua netranya.
Seorang bocah kecil yang kira-kira masih kelas satu.
Wajahnya putih polos, imut, dan pipinya tembam mirip kayak bakpao. Bocah itu memasang tatapan sendu seolah meminta cowok itu mendekat dan menolongnya karena kelihatannya dia sedang kebingungan. Saat ini jarak antara bocah itu dan Arul mungkin hanya sekitar dua meter saja.
Arul meneguk saliva kemudian bergumam penuh keheranan. "Dia ... nyasar, ya?"
Sekolah Cattleya sendiri hanya menyediakan program pendidikan setingkat sekolah menengah atas, sehingga sangat mustahil kalau bocah berperawakan kelas satu sekolah dasar ini adalah murid di sini. Lantas dari mana bisa muncul seorang bocah cilik? Tidak mungkin tuh bocah tiba-tiba jatuh dari atas langit cuman gara-gara Arul tadi memandangi langit, bukan?
Arul menggeleng, cepat-cepat menampar dirinya sendiri untuk memastikan.
Hasilnya cowok itu langsung meringis hebat. "Aw! Sakit! Berarti tuh bocah beneran ada, dong?"
Arul menggigit bibir. Kepalanya cepat-cepat menoleh ke kiri dan kanan ragu. Dia cuma ingin memastikan tidak ada orang lain selain mereka berdua. Woke!
Jemarinya cepat-cepat mengempaskan botol air minum ke sembarang tempat lalu bangkit berdiri. Perlahan-lahan cowok itu melangkahkan kakinya yang gemetaran pada bocah imut yang bergeming tak berkutik di tempatnya. Dada Arul berdebar kencang. Selama ini dia mengira bocah-bocah imut itu hanya hidup dalam layar kaca atau laptopnya saja, tetapi saat ini dia melihat langsung rupa bocah berwajah imut! Dan satu lagi ... ini nyata!
Bocah berpipi tembam itu mulai menyadari Arul yang semakin melangkah ke arahnya menyebabkannya bergidik ngeri lalu mundur perlahan.
"K ... kakak mau ngapain?" tanyanya gemetar.
Arul menggeleng pelan, berusaha meyakinkan bahwa dia bukan cowok jahat atau predator yang harus ditakuti.
"Kamu ngapain di SMA Cattleya, dek? Kamu nyasar? Mau aku anterin pulang?" tawar Arul mencoba ramah.
"Enggak kok, kak!" Wajah bocah itu memucat pasi. Dia tetap saja takut pada Arul, apalagi semakin bocah itu mempersempit jarak cowok itu malah nekat makin mendekatinya.
"Udah nggak apa-apa, kamu tuh imut banget tauk! Aku gemeees sumpah!" Kedua netra milik Arul berbinar-binar seakan-akan bocah di depannya ini adalah bidadari atau dewi yang turun dari surga.
Si bocah malah risih dan makin ngeri sehingga tanpa babibu langsung memutuskan lari menjauh membuat Arul mengejarnya dari belakang. Kaki jenjang milik Arul yang merupakan pertanda dirinya adalah seorang atlet jelas tidak dapat diragukan dalam berlari.
"Tunggu, oi!" panggil Arul.
Bocah itu tidak memedulikan panggilannya sama sekali malah terus kabur, dia mencari seseorang atau apapun yang bisa menyelamatkannya dari cowok yang di pikirannya masih menyeramkan itu.
Dan ... penyelamat itu pun muncul!
------
Hai! Siapa tu penyelamatnya? Ayo dong yang penasaran kasih apresiasi kalian biar penulisnya jadi semangat! Vote + commentnya kutunggu lho😍😍😜
Ciayo,
xX Rygga.
Posted : 24 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...