The Remedial - 91

36 7 3
                                    

Arul terus terngiang-ngiang perkataan kedua sahabatnya kemarin. Hari ini Bu Dewi mengajar di kelasnya sebelum istirahat, Arul meneguk saliva. Biasanya dia selalu kabur mata pelajaran ini entah ke toilet atau ke manalah. Tapi ... hari ini Arul tidak melakukannya. Dia duduk dengan santai, seperti murid normal.

Beberapa kali asam lambungnya seperti naik dan menekan perut Arul, dirinya hampir tak terkendali dan berniat memuntahkan seluruh isi makanannya setiap pelajaran Fisika dimulai.

Kenapa Arul bisa sebenci ini dengan Fisika? Dia pun juga tidak mengerti alasannya. Mungkinkah itu karena ibunya di rumah? Arul tidak pernah mendapat penanganan khusus. Ketika dia membenci sesuatu, bukanlah dukungan atau bantuan yang diterimanya melainkan makian dan tuntutan untuk terus memberikan yang terbaik di luar batasnya.

Kenapa manusia selalu berfokus pada kelemahan? Apakah sudah naluri manusia untuk terus memiliki sikap seperti itu?

Meski Arul sudah terus berfokus memberikan yang terbaik dalam basket, meraih beasiswa, bahkan terus meningkatkan kemampuan akademiknya hinga meraih peringkat 2 dari jalur paralel kenapa tetap saja yang ada di pikiran ibunya hanyalah fisika? Kelemahan yang bahkan Arul sendiri memang tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Ketekunan Arul, jerih payah Arul, kerja keras Arul, semangat Arul semakin pudar, disirnakan dengan ekspetasi tinggi ibunya. Arul tidak berdaya. Tidak sama sekali. Dinding kokoh pertahanan dirinya seolah dipatahkan sebegitu dalamnya. Ombak demi ombak terus menerpa dan menggulung jiwanya tanpa memberi sedetik saja untuk bernapas dan berusaha melepaskan diri. Pertanyaannya, kapan semua ini akan berakhir?

"Rul," bisik Yugha membuat Arul setengah menoleh. Yugha duduk di bangku belakang Arul, sehingga mudah saja untuk Arul meliriknya.

"Lo nggak ke toilet? Perut aman?" tanya Yugha lagi, wajahnya khawatir. Ah, Arul lupa. Makhluk satu ini, sang pecinta damai, suka sekali mempedulikan kondisi orang lain. Padahal yang sering jatuh sakit setelah turnamen itu dia, bukan Arul.

Arul mengangkat satu ibu jari, memberi tanda 'ok'. Berusaha meyakinkan--memaksakan---Yugha ... dan dirinya sendiri bahwa ia memang baik-baik saja.

***

Cowok itu telah menguatkan tekad. Semoga pilihannya hati kali ini tidak salah. Dengan santai tapi pasti, dia melangkahkan kakinya ke dalam tempat yang menurut murid-murid SMA Cattleya 'keramat' dan terlarang didatangi. Tapi memangnya itu mempan bagi seorang peraih beasiswa non-akademik bahkan sang juara dua?

Tentu saja tidak.

Kriet.

Arul mendorong pintu itu. Beberapa pasang mata lantas mengarah kepadanya. Dia menunduk kecil agar tidak menjadi sorotan perhatian lagi, para guru itu lantas mengalihkan perhatian. Meski ada yang menyapa Arul dengan ramah, mengingat reputasi Arul yang tidak bisa dikatakan buruk, malah sangat baik. Kecuali Fisika, pastinya.

Dia bergerak menuju meja Bu Dewi yang kebetulan makhluk yang dicari juga tengah duduk di tempatnya.

Arul berdeham kecil lalu memanggil guru Fisika tersebut. "Misi, Bu."

Raut Bu Dewi tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan, lebih dari itu Bu Dewi malah tersenyum lebar.

"Oh, Syahrul. Tumben tadi kamu hadir di pelajaran saya, Rul," sindir Bu Dewi halus. "Biasanya kamu rajin izin ke toilet."

"Hehe, iya Bu." Arul jadi sedikit canggung. Air mukanya menunjukkan cemas-cemas takut. Bu Dewi yang menyadari tingkahnya pun langsung memulai pembicaraan.

"Ya duduk aja dulu." Bu Dewi menunjuk kursi di depannya, Arul mengikuti perintah gurunya itu. "Jadi ada yang bisa Ibu bantu, Rul?"

Arul menarik napas dalam-dalam, lalu mengeraskan rahang. Pertanda serius. Sorot matanya fokus lurus mengarah pada Bu Dewi seakan menegaskan bahwa pembicaraan mereka yang hanya empat mata ini pastilah suatu hal penting.

Wajah Fariel dan Yugha yang telah mendukungnya muncul di pikiran Arul, wajah Youka yang selalu percaya padanya juga, termasuk Anna yang sempat menjadi 'guru sesaat'-nya.

Terakhir ... wajah ibunya di rumah yang sudah dia tinggalkan berhari-hari.

Arul telah memilih keputusan ini.

Dia tidak mau mengecewakan siapa pun lagi. Karena itulah ....

"Saya ... mau remedial, Bu."

-----
Waaah remedial guyss😂 keren kan? Seorang Arul yang notabenenya phobia fisika berani 'remed', Hahahaha.

Posted : 21 September 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang