Misunderstanding - 31

91 13 1
                                    

"Seriusan? Nggak perlu papa tambahin?" tawar papa sambil menyeruput teh hangatnya pagi ini. Anna mengangguk mantap. Kali ini dia yakin bahwa bisa pergi jauh tanpa harus merepotkan papa.

Pagi ini, lagi-lagi keluarga kecil yang berisi tiga orang itu mengadakan rutinitasnya yaitu sarapan. Sejak kecil, Anna selalu dibiasakan sarapan oleh papanya walau pun hanya segelas teh dan dua buah roti. Memang hanya kebiasaan kecil, tapi itu adalah awal yang baik. Kalau memaksakan beraktivitas dalam keadaan perut kosong, tentu saja apapun yang dilakukan tidak akan berjalan maksimal. Papa percaya itu. Lagipula mungkin itu salah satu rahasia mengapa Anna bisa mencapai juara satu di kelasnya, iya benar. Karena kebiasaan keluarganya.

"Nggak usah pa," tolak Anna halus. "Aku bisa kok pergi sendiri, lagian juga tabunganku dari hasil lomba masih cukup kok. Aku nggak mau bebanin papa kali ini."

Youka menatap Anna nanar. Anna balas menatapnya. Tatapan itu agak mengerikan meski pun wajahnya sangat imut seperti dewi yang turun ke bumi. Anna menghela napas dalam-dalam.

"Kenapa?"

"Kak Anna itu sugee!"

"Hah? Apa? Sule?"

"Sugee!" Youka merepetisi.

Anna menggaruk tengkuk kebingungan. Papa Anna memasang wajah paham lalu menarik tangan Anna.

"Itu katanya Youka, kamu tuh sugih! Artinya kaya!" terang papa penuh keyakinan.

"Oh, gitu!" Anna menyahut cepat.

Di luar dugaan, Youka mengibaskan kedua tangan. Tetot! Mereka berdua salah besar, Youka mana mungkin bisa bahasa Jawa!

"Ih, bukan tauk!"

"Udah gak papa." Anna mengelus-elus rambut Youka dengan penuh rasa sayang. Dia benar-benar menganggap anak kecil di depannya sebagai seorang adik yang harus dilindungi. "Makasih ya do'anya. Semoga aku beneran sugih, nanti aku traktir kamu tiap hari."

Youka mengerucutkan bibir. Kesal karena tidak ada yang mau mendengarkan penjelasannya. Tapi ya sudahlah.

***

Hari ini lagi-lagi Anna menjadi yang paling pertama sampai di kelas. Meski berusaha berkali-kali agar tidak terlalu pagi, tetap saja Anna selalu berhasil mencerminkan kepribadian murid teladan yang datang lebih awal.

Anna mengambil sapu di pojokan kelas lalu memilih membersihkan kelas seadanya, hari ini bukan jadwal piketnya tapi entah kenapa melihat kelas yang kurang rapi dia agak tersentuh untuk membersihkannya.

Sepertinya benar kata papa, Anna itu terlalu tidak tegaan.

Setelah sepuluh menit berlalu, Anna kembali menaruh sapu pada tempatnya dan memilih duduk tenang di bangku lalu mengambil earphone, tak lupa sembari diselingi mendengarkan lagu kesukaannya dia pun mengambil satu buku novel dari dalam tasnya. Anna pun terjun dalam cerita tanpa memerhatikan ke sekitar.

Tangan Anna aktif membolak-balikan halaman sampai tiba-tiba dia merasa janggal. Cewek itu mengangkat kepala, ini aneh. Sudah sembilan halaman Anna membaca tetapi kelas masih sepi. Kini dia beralih pada gawainya yang menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima, tapi belum ada satu pun konco-konco rusuhnya menggapai pintu kelas. Sepi banget! Sekarang Anna melirik pada keterangan hari. Barangkali ini hari Minggu atau libur nasional?

Selasa.

Oke, fix. Ini tidak benar. Acara Makrab itu tiga hari lagi dari sekarang alias hari Jumat. Tapi ... kenapa?

Belum sempat Anna berpikir lebih lanjut, tiba-tiba gawainya menampakkan mode lain. Suara nada dering juga terdengar meramaikan indra pendengaran Anna.

Toa mesjid is calling....

Cepat-cepat Anna mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Na! Anna!"

Shit! Anna langsung menjauhkan gawainya itu daripada nantinya dilarikan ke rumah sakit THT terdekat. Gila kali Ririn, bahkan melalui sebuah telepon saja suara besarnya tidak menghilang! Anna jadi membayangkan bagaimana kalau Ririn berbincang di telepon dengan seorang manula? Apa nggak langsung serangan jantung di tempat?

"Kenapa?"

"Lo di mana?"

Anna mengernyit. "Di mana apanya? Gue di kelas, lo yang di mana? Emang hari ini libur?"

"Libur mata lo!" Ririn mengumpat. "Sejak kapan sih Cattleya rajin liburin murid, hm?"

"Ya terus apaan? Lo di mana sih?" Anna tidak sabaran. Kenapa pula Ririn tidak langsung to-the-point saja? Merepotkan sekali!

"Na, Anna! Pasti lo gak buka grup kelas lagi, yah? Udah cepetan sini ke lapangan. Kita semua pada di lapangan!"

Pip. Ririn mematikan telepon sepihak. Anna yang tidak tahu harus berbuat apa lantas merebut tasnya dan bergegas menuju lapangan yang terdapat di lantai dasar.

Tak lupa dia segera menepuk dahi karena keasyikan membaca novel dan tidak sadar kalau Indah memberikan informasi di sana.

Guys, cepetan ke lapangan sekarang. Kita ada brief buat Makrab.

-----
Sugee : keren/hebat
Sugih : kaya (Bahasa Jawa). Sudah tersedia di KBBI jadi aku tidak perlu meng-italic-kan tulisannya
-----

Posted : 30 Juni 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang