Arul masih berdiri dengan wajah datarnya, agak risih juga melihat ada sosok selain musuhnya di sana. Ririn terus cengar-cengir tanpa rasa brsalah. Detik berikutnya cewek itu mengedipkan mata berkali-kali. Anna merasa aneh.
"Lo ... sehat kan, Rin?"
Ririn kemudian berpura-pura menangis dan mengelap air mata. "Hiks, hiks, Anna gue uwu banget sih. Udah dewasa lo, ya. Selain sering di lapangan bareng Arul, sekarang Arul juga sering ke rumah lo ya."
Arul yang mendengar namanya disebutkan langsung mengklarifikasi. "Gue mau belajar Fisika."
Ririn memelotot. "Na, sekarang lo jadi guru les privat? Sejak kapan, bjir!"
"Kagak, kok."
Ririn membeo seketika. "Oh, gue paham. Sip sip." Ririn kembali mengedipkan mata lalu mengambil tasnya di dalam rumah lalu kembali ke luar menemui Arul dan Anna yang sama-sama keheranan. Detik berikutnya Ririn membisikkan sesuatu ke telinga Anna.
"Gue paham kok, itu akal-akalannya Arul aja kan biar gue cepet pergi? Cie cie berduaan!"
Belum sempat Anna menggeplak congor kampret itu, Ririn lantas menghindar dan berlari-lari kecil tanpa izin. Arul menatap Anna datar.
"Temen lo tadi bilang apaan?"
"Gak, gak ada apa-apa." Anna membalikkan tubuh. "Cepet masuk."
Arul agak ragu. "Omong-omong Papa lo nggak ada, kan?"
"Emang kalo ada kenapa?"
"Kalo ada Papa lo, gue pulang." Arul mengikuti langkah Anna ke dalam rumah. Anna kini membalikkan tubuh lagi, menghadap Arul.
"Lo ke sini cuma mau belajar kan, bawang?"
"Iya, plastik."
"Terus kalo ada Papa gue emang kenapa?"
"Serem aja." Arul mengedikkan bahu, ngeri. "Entar gue disuruh pacaran lagi sama lo."
Anna mengangguk paham. Dia lalu menunjuk Arul keras-keras, cowok itu agak tersentak sampai mundur ke belakang. Anna memasang wajah seserius mungkin.
"Denger ya, bawang! Gue izinin lo ke sini cuma untuk bales budi karena lo udah ngajarin gue basket, oke? Bukan berarti apa-apa." Anna menekankan kalimatnya, Arul ingin memprotes bahwa telinganya masih berfungsi normal sehingga tidak perlu penekanan sebegitu kerasnya. "Gue masih dan akan terus membenci lo bawang, selamanya."
"Hm." Arul berdeham. "Justru aneh kalo lo nggak benci gue, karena kita udah ditakdirkan untuk saling benci, plastik."
Anna memasuki kamar, awalnya memiliki niatan untuk mengambil beberapa buku catatan serta alat tulis. Namun begitu melihat Youka yang masih dalam posisi lemas, pelan-pelan Anna menggendong bocah itu secara telaten lalu memindahkan tubuh mungilnya ke atas ranjang tempat tidur. Barulah Anna melakukan yang harus dilakukan.
Usai membawa beberapa buku tersebut, Anna keluar kamar dan menutup pintu. Berjalan ke ruang tamu dan menghampiri Arul. "Jadi materi apa yang lo nggak bisa?"
Arul terdiam sejenak, tampak berpikir. Kemudian menjawab dengan ringan. "Semuanya. Gue benci fisika."
"Serius?" Anna tampak tidak yakin, secara Arul adalah juara dua paralel dan dia adalah musuh bebuyutan Anna. Jadi Anna tidak boleh mempercayainya begitu saja.
Arul mengangguk.
Anna menatap dengan awas, lalu mempertanyakan sesuatu di luar konteks pelajaran. "Di antara Fisika dan gue, mana yang paling lo benci?"
"Gue benci lo dan Fisika."
Anna bergeming, agak kesal dengan jawaban barusan. Tapi tak apalah, mereka kan memang harus saling membenci. Detik berikutnya jemari Anna bergerak untuk membuka buku cetak Fisika lalu membuka daftar isi. Menunjukkan bagian-bagian bab dan mempertanyakan materi mana yang akan mereka pelajari hari ini.
"Pascal." Arul menunjuk salah satu angka halaman. "Gue nggak bisa itu."
"Oke, kita pelajari materi itu." Anna membalikkan halaman demi halaman buku setebal 400 halaman tersebut hingga ke materi yang dimaksud. "Jadi hukum pascal menyatakan bahwa tekanan yang diberikan zat cair dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar."
Arul menyimak dengan baik. "Oke, penjelasannya sederhana. Rumusnya gue nggak paham."
"Nih, rumusnya adalah PA = PB atau F1 = F2, jika F1/A1 = F2/A2 maka F1 = A1/A2 x F2 atau F1 = (D1/D2)2 x F2."
Arul tampak tegang, keringat dingin mulai bercucuran. Bulu kuduknya berdiri. Jemarinya mulai gemetaran. "L ... lo tadi nyebut apa? Mantera sihir?"
"Hah?" Anna mengerjap. "Gue bilang rumus pascal adalah PA = PB atau F1 = F2—"
"Stop it!" Arul memegangi kepalanya yang hampir pecah. Rasanya mualnya sudah parah. Dia hampir muntah di tempat. "Udahan, udahan. Gue nggak kuat! Gue mau mati!"
----
Halohalo! Kalian kaya Arul gak? Phobia Fisika gitu?
Atau malah suka?🤭
Komen dong, aku pengen tau ada yang kaya dia atau ga ahahaha.Posted : 3 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Roman pour Adolescents"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...