"Rul!"
Arul sedikit tersentak dan buru-buru memasukan hasil temuannya kembali dalam laci. Fariel membuka pintu kamar, memerhatikan sohibnya yang agak aneh.
"Ketemu?"
Arul menggeleng. Fariel menghela napas lalu bergerak menuju tas jinjingnya, membuka resleting dan memberikan benda yang dicari Arul.
"Ganteng doang, tapi buta." Fariel berdecak penuh penghinaan. Arul menyipitkan mata murka.
"Kampret!"
Entah kenapa, Arul jadi yakin. Terjadi sesuatu pada Fariel di masa kecil. Mungkinkah itu penyebab Fariel menjadi sangat narsis? Apakah cowok itu menghibur diri? Bukan karena dia beneran gila dan mengidap narsistik akut, kan? Sebenarnya ada apa?
"Udah siap-siap. Kita harus latihan lagi. Kita harus menang!"
"Eh, eh, eh! Yang kapten tuh gue!" Arul membuang muka. "Jangan sok-sokan deh lo."
"Iya, iya, kapten," ejek Fariel lalu keduanya bersiap-siap menuju tempat biasa. Tempat latihan mereka.
***
Tidak ada pembicaraan berarti, Anna hanya mengaduk-aduk jus mangga miliknya. Gifari merasa segan. Mereka duduk saling berhadapan di bangku paling ujung Kafe Sehat. Entah apa yang terjadi selama ini ketika Gifari tidak berada di sisi Anna?
"Na."
"Gif."
"Okay, lo duluan." Gifari mengalah. Semoga dengan memperlakukan Anna dengan baik selama ini, Gifari lantas memberikan kenyamanan agar Anna selalu mau berada di sisinya. Meski hanya sebentar, meski Gifari mungkin hanya tokoh figuran dalam hidup Anna bolehkan sedikit saja cowok itu berharap?
Apakah salah bila berharap?
Jawab.
Anna menarik napas berat. "Gue ... capek."
Gifari menelan saliva. "Kenapa?"
"Belakangan gue selalu diteror, diteror, diteror. Gue capek. Tuh senior seenaknya aja. Gue harus apa?"
Gifari mengerutkan dahi tidak paham, Anna menjelaskan rangkaian peristiwanya dari awal dia dicurigai mendekati Arul, dilabrak, diberi amanah untuk mengajari cowok itu, hingga sampai sekarang masih diteror.
Entah kenapa ... hati Gifari terasa tersayat. Dia tidak ikhlas bila Anna terluka, senyum Anna adalah senyumnya. Kebahagiaan Anna adalah kebahagiaan untuknya juga. Apa ini sebuah kesempatan untuknya supaya menjadi tokoh utama? Meski hanya satu chapter dua chapter, Gifari tentu tidak akan melewatkannya bukan?
Gifari berdiri, ekor pandang Anna mengikuti pergerakan cowok itu. Tidak hanya berdiri, cowok itu melangkah mendekati Anna. Setelahnya, Gifari meletakkan tangannya di atas kepala Anna. Anna mengeluarkan raut bingung. Gifari hanya menggeleng lalu tersenyum. Sentuhan itu ... singkat namun hangat. Biasa namun berarti. Ringan tetapi dalam.
Hanya dengan sebuah sentuhan pula, Anna menjadi lebih tenang.
"Oh ya, Gif." Anna mengingat sesuatu. "Tadi lo mau bilang apa?"
Gifari mengedip mata. "Bener gue boleh bilang?"
"Iya."
"Kalo gitu ...." Gifari menjeda sedetik dan mengeraskan rahang, pertanda dia mulai serius. "Jauhi rival lo, gue nggak suka sama dia."
"Kenapa?"
Anna merasa aneh, dia menggigit bibir dalam. Seharusnya dia senang kalau sang sahabat menyarankan Anna untuk melakukan hal tersebut, bagaimana pun Anna ingin hidup tenang. Arul adalah masalah buatnya, baik dalam prestasi dan segalanya. Tapi kenapa Anna justru sedikit tidak senang?
Memang, selama ini mereka mengaku musuh. Memang, tiap detiknya mereka selalu bertengkar. Memang pertikaian tidak pernah terhindarkan, tapi ... bahkan ... sikap baik Arul perlu dipertanyakan?
Anna butuh jawaban soal itu, sesuatu yang masuk akal. Bukan hanya karena demi sebuah nilai ujian Fisika semata, tapi yang jauh dari itu. Setidaknya sampai jawabannya Anna dapatkan, dia tidak bisa menghindari Arul. Yang artinya ... tiap luka dari Kiara juga harus diterimanya, kan?
"Gue nggak suka, dia membuat lo terjerat dalam beragam masalah."
"Terus? Tanpa lo suruh, gue pun juga enggan deket-deket dia, Gif." Anna membela diri, merasa pembicaraan ini sama anehnya dengan tingkah laku Arul selama ini. Bahkan jauh lebih aneh.
Gifari mengembus napas sekali. "Kenapa sih lo nggak cari aman aja?"
"Maksudnya?"
"Jauhi rival lo ... dan ... semakin deketlah sama orang-orang yang selalu ada buat lo. Bukan justru kebalikannya!"
"Gif, jangan bilang ...." Nada suara Anna gemetaran, dia mulai bisa menebak alur pembicaraan mereka.
"Ya." Gifari tak menghindar. "Gue mau hubungan kita lebih deket, Na."
------
Asyik! Up up up^^
Besok RSPC 5 bulan lho^^
🥺Posted : 19 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Novela Juvenil"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...