Anna hanya terdiam selama di perjalanan, hati Ririn semakin mengganjal. Bingung dan tidak tahu harus berbuat apa agar Anna tidak lagi merasa menanggung bebannya sendirian.
Lagipula, ketuanya Anna kan?
"Na," panggil Ririn. Anna terus berjalan lurus seolah tidak mendengarnya. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Hingga Ririn yang tidak sabaran menahan lengan Anna membuat cewek itu mendongak.
"Kenapa, Rin? Dikit lagi kita sampe kok." Anna terkesan tidak nyaman dengan lengan Ririn yang melingkar di sana. Buru-buru Ririn melepasnya lalu mengangguk kecil, tidak nampak namun memang ada yang aneh dengannya. Kenapa Anna bisa diciptakan begitu tegar dan tidak enakan dengan orang lain?
Semoga di pos terakhir ini tim sembilan tidak lagi melakukan kecerobohan-kecerobohan yang tidak penting.
***
"Kali ini permainannya adalah kalian harus menahan pipa ini biar airnya penuh."
Sontak tim Anna keheranan kuadrat. Sekali lagi mereka perhatikan bahwa pipa di hadapan mereka ini memiliki lubang yang banyak jumlahnya.
"Ya, di situ emang tantangannya." Seakan bisa menebak pikiran mereka, Kak Gandhi menjawab mantap. Gandhi adalah salah seorang alumni yang menjaga jalannya permainan di pos terakhir ini. Jadi Zaki dan Verel ditunjuk sebagai pengisi air di dekat kolam berenang, sedangkan sisanya disuruh menutup pipa dengan telaten. Tim Anna dibagi menjadi lima-lima. Jika dari kedua tim yang sudah dibagi itu bisa saling menjaga, maka poin yang didapatkan adalah dua. Awalnya Indra ingin memprotes, namun Septa menyenggolnya. Untuk kali ini saja mereka harus berhasil. Ririn juga mengerahkan konsentrasi tertingginya.
"Kali ini kita harus serius," bisik Ririn pada Indra, Septa, dan Gusti yang tidak pernah serius. Verel mulai mendekati mereka lalu mengisi air kolam. Ririn berkonsentrasi keras agar tidak menimbulkan kecerobohan lagi.
"Ayo! Isi lagi!" teriak Wanda agak panik, Zaki mengambil air dengan pelan namun pasti. Setidaknya dia jago menahan daripada Verel. Anna, Aini, dan Dian mencoba menahan dengan baik. Setidaknya untuk kali ini saja, tolonglah!
Waktu tiga puluh detik berjalan begitu cepat, air semakin terisi dan terisi. Anna semakin menekan dengan sekuat tenaga bagian yang bolong tersebut. Dadanya berpacu keras. Merasakan sensasi adrenalin yang baru terasa, akhirnya timnya bermain dengan serius.
Gandhi mulai bersuara. "Satu ... dua! Oke! Penuh!"
Anna mengerjapkan mata tidak percaya, sekujur tubuhnya serasa merinding. Benarkah? Benarkah akhirnya tim sembilan ini bisa memenangkan satu saja permainan?
***
"Oke, semua kelompok udah kembali, ya. Kita bakal nginfoin kelompok siapa yang menang berdasarkan akumulasi kita!"
Arul memasang senyum kecil. Cowok itu merasa menang di atas angin mengingat dia mendapatkan lotre yang baik karena kelompoknya benar-benar bisa diajak kerja sama, sudah pasti kelompok empat yang menang. Sedangkan Anna tidak memberikan banyak ekspresi dikarenakan ketahu diriannya mengingat kelompoknya yang sangat 'tidak diuntungkan'.
"Oh, ya, btw kita punya banyak kategori di sini, ya. Kelompok yang paling hebat karena berhasil memenangkan semua pos jatuh pada kelompok ... empat! Silahkan perwakilan dari kelompok empat maju untuk menerima hadiah dari kita!"
Arul cepat-cepat maju ke depan dan menerima sebuah bungkusan kado bertulisankan 'kelompok terhebat'. Dia kemudian difoto dengan wajah tersenyum. Benar-benar berbeda dengan kepribadiannya yang cenderung cuek, datar, dan ogah menebar senyuman.
"Oke, juara keduanya adalah kelompok ... dua! Silahkan untuk perwakilan kelompok dua, maju."
Salah satu anak kelas sepuluh yang tidak Anna ketahui namanya maju ke depan. Dia memakai kacamata bulat dan memasang senyum malu ketika menerima bungkusan kado. Sementara juara ketiganya berasal dari kelompok tujuh. Sudah pasti, kan, bukan kelompok sembilan yang isinya adalah anak-anak bermasalah? Lagipula siapa yang mengharapkan kelompok sembilan untuk menang?
"Oke," ujar Friska berdeham kecil bermaksud mengakhiri sesi permainan. "Silahkan untuk tiap murid bersiap-siap kembali ke vila untuk membersihkan tubuh dan mempersiapkan diri untuk nanti malam, ya! Bakal ada acara yang lebih seru, lagi!"
Andri menepuk bahu Friska pelan lalu membisikkan sesuatu. Baru saja barisan siap dibubarkan, tiba-tiba cewek itu kembali bersuara lagi.
"Maaf, ada kesalahan teknis dari kita. Ternyata ada satu lagi kelompok pilihan dari para alumni, sebenarnya ini nggak ada dalam kategori OSIS, lho. Tapi ini adalah pilihan dari alumni. Silahkan untuk Kak Gandhi dan Kak Edo menyampaikan aspirasinya." Friska menyerahkan microphone miliknya pada cowok berambut gelombang yang sudah berstatus alumni tersebut. Ya siapa lagi dan tidak bukan adalah Edo?
"Oke, jadi di sini gue mau ngomong singkat aja, ya. Fungsi Makrab tuh menurut kalian apa, sih?"
-----
Hello! Igga Cumi di sini! Bagaimana menurut kalian ch 45 ini? 🐙 Seru gak? Komen yooookkk! Jangan lupa follow ig-ku yaah buat info lebih banyak tentang Robot Sang Peri Cinta!
Instagram : @iggacumi
Youtube : Igga CumiPosted : 5 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...