Anna tidak dapat berkonsentrasi sama sekali dalam mata pelajaran saat ini. Dia masih menimbang-nimbang darimana asal-muasalnya cokelat misterius yang ada di bawah kolong mejanya tersebut. Melihat tingkah Anna yang tidak biasa, Ririn malah cemas-cemas. Dia berusaha menyenggol cewek itu agar fokusnya mengarah kepadanya. Anna menaikkan satu alisnya heran, Ririn menunjuk buku tulis Anna menggunakan dagu.
"Kosong bener catetan lo, Na. Biasanya penuh sama mantra-mantra sihir," sindirnya dengan suara sepelan mungkin. Semoga Pak Andre, guru Bahasa Indonesia yang masih asyik menerangkan soal diksi itu tidak mendengarnya! Anna manyun seketika.
"Enak bener tuh congor bilang-bilang sihir, gitu-gitu banyak ngebantu kan?" balas Anna.
Ririn terkekeh. "Iya kan gue bilang mantra sihir, maksudnya tuh mantra sihir contekan buat gue! Ampuh bener soalnya!"
"Yeu, dasar." Anna menggerutu. Mereka pun kembali saling terdiam hingga tak lama bel pun berbunyi. Itulah yang diharap-harapkan setiap anak kelas sebelas. Ririn kembali melirik Anna, sepertinya ingin melanjutkan percakapan mereka barusan. Mumpung masih sama-sama duduk di bangku ya kan!
"Lo tuh ngapain sih, Na, daritadi diem-diem bae kayak sapi ompong?" tanya Ririn gemas.
"Kagak lah, tadi kan gue ngobrol sama lo. Berarti gak diem dong," ujar Anna berusaha ngeles.
"Lah iya juga ya." Ririn membenarkan. "Tapi kenapa kek mikirin sesuatu gitu? Lo kenapa coba?" Kali ini suara Ririn kembali naik dua oktaf, bersyukurlah bel penyelamat datang disaat yang tepat. Bayangkan saja, seorang Ririn mana bisa memertahankan suara entengnya. Suara miliknya yang memang sudah besar sok dikecil-kecilin malah kedengaran kayak tikus kejepit!
"Gak tau ah pusing, mau beli truk!" jawab Anna yang lebih terdengar seperti keluhan.
"Hah apaan sih, jayus bener lo, Na!" Ririn geleng-geleng, tidak mengerti humor ala anak jenius memang. Atau memang apa yang disampaikan Anna tidak lucu? Kayaknya juga dia sedang tidak melucu!
"Andai ku Jayus Tambunan, yang bisa pergi ke Bali!" celetuk Septa membuat Anna dan Ririn kesal kuadrat.
"Semua keinginannya, pasti bisa terpenuhi!" Ridho melanjutkan.
"Gayus anjir, Gayus!" Komentar Indra sebal karena kedua temannya sembarang bernyanyi begitu saja. Terima kasih Indra, anda sudah mewakilkan.
Baru saja anak kelas 11-A ingin keluar kelas, tiba-tiba mereka semua tersentak melihat kedatangan seseorang dari kelas sebelah. Mereka tahu itu siapa! Siapa lagi kalau bukan si cowok most-wanted, kapten basket, dan rivalnya Annandita!
Sontak aja Anna melotot kaget, bukan hanya ada Arul alias rivalnya saja! Tetapi ada juga kedua komplotan Arul yang selalu mengintilnya kemana-mana.
"Hai ciwi-ciwi!" sapa Fariel, salah satu komplotan Arul sambil tersenyum ramah pada cewek di kelas 11-A yang masih melotot terkejut, sebenarnya fokus mereka jatuh kepada Arul. Namun karena pembawaan Arul yang kelihatan dingin dan Fariel yang justru kelihatan hangat, mereka semua jadi auto baper yes!
"Ngapain lo ke sini?" tanya Anna cepat dengan nada tak bersahabat saat kedua kaki Arul dengan santainya melangkah menuju ke arahnya. Anna mendongak dengan berani seakan menantang Arul. Memang saat ini, Arul yang berdiri dan Anna yang masih dengan posisi awalnya, duduk bersama Ririn.
Sekarang si cewek bersuara toa itu cuma bisa mengerjapkan pupilnya berkali-kali seolah tak percaya bahwa akan segera terjadi perang dunia besar di hadapannya.
"Aduh, mimpi apa gue semalem?" tanya Ririn dengan wajah geleng-geleng pasrah, dia tahu bahwa Arul dan Anna itu bagaikan anjing dan kucing kalau dipertemukan. Sangat mengerikan!
Arul memberi tatapan datar, seolah enggan menjawab membuat Anna semakin jengkel. Mana si Arul malah semakin memperpendek jarak di antara mereka pula! Untungnya masih terhalang dengan meja Anna dan Ririn, sih.
"Lo ngapain sih, bawang?" tanya Anna lagi, tidak menyerah.
Kali ini Arul menjawab balik dengan nada yang tidak mengenakkan. "Bukan urusan lo ya, plastik."
"Ya itu urusan gue lah, lo mau civil war, ya? Ngapain lo ke kelas gue terus dengan santainya malah berdiri di hadapan gue? Ganggu pemandangan aja tau, gak!" cerocos Anna bagai kereta kilat.
"Lho, kenapa? Gue sekolah di sini pake jalur beasiswa kok, hasil jerih payah gue. Jadi mau kemana pun kaki gue melangkah, selama masih di area sekolah ya bebas dong gue mau ngapain aja!" balas Arul tak mau kalah sembari menyunggingkan senyum sinis. Cewek-cewek di kelas 11-A semakin kagum padanya. Bagi mereka, Arul tuh keren banget!
"Aruuul!" Sorak mereka mendukung, seakan lupa mana yang teman sekelas coba.
"Sok banget sih, lo!" decak Anna jengkel kuadrat.
"Udah ya, kan gue udah bilang gue gak ada urusan sama lo!"
"Terus kenapa lo berdiri di-"
Belum sampai Anna menyelesaikan kalimatnya, tubuh cewek itu lantas membeku kaget tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukan hanya dia, Ririn pun juga refleks memejamkan netra dan menyondongkan tubuhnya agar mundur akibat mendengar suara deritan yang keras.
Barusan itu ... Arul memutar meja mereka dengan santai dan tanpa dosa agar menghadap ke arahnya.
"L-lo?" tanya Anna gemetaran.
Arul menatap Anna datar lalu dengan santainya merogoh kolong meja Anna lalu tersenyum puas ketika mendapati sesuatu di sana.
Cokelat misterius tadi!
Terakhir, cowok itu langsung merobek bungkus kemasan bergambar kacang mede di tangannya lalu mengunyah isinya dengan santai di depan Anna dan Ririn yang masih terlonjak kaget tidak percaya.
Cokelat misterius itu ... dimakan Arul!
---
Lah si Arul main makan-makan bae?? Gimana yah kelanjutannya?🤣 Tunggu next chapter yaa 😘
Jangan lupa votes, comment, dan masukan cerita ini ke reading listmu. Kalau suka juga jangan lupa ajak temen-temen kamu baca buat bahan obrolan😘😘🤣
See you🥺
Posted : 4 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...