Raga Anna limbung membuat seluruh murid kelas 11-A berkerumun, seketika sontak seluruh pasang mata menatap ke sana, memaksa munculnya gaduh yang seakan mempertanyakan perihal yang terjadi. OSIS berusaha menenangkan kejadian dengan memberi informasi bahwa ada yang pingsan dan mengharapkan agar seluruh murid tidak lagi memasang kericuhan.
Mendengar nama Anna yang disebut-sebut sebagai sosok yang tak sadarkan diri, sontak anak kelas 11-B menyuruh Arul untuk sepakat memprovokasi Arul untuk menggotong Anna. Karena Arul sedang memegang piala tanda kemenangan turnamen terakhirnya, cowok itu nampak sangsi.
Sampai suatu ketika ada anak cowok PMR mendekat ke arah Anna untuk mengangkat cewek itu, buru-buru Arul menaruh piala dan berlari membelah kerumunan. Dia memberi tatapan sinis membuat si anak PMR itu memundurkan tubuh, agak merasa terintimidasi.
“Biar gue aja.”
“I ... iya, Kak!”
Tanpa ragu, Arul mengangkat dan membopong tubuh lemah itu dan mulai berjalan cuek ke UKS, tak mengindahkan puluhan pasang mata yang menatapnya kagum sekaligus iri. Sudah tahu kan seberapa banyaknya penggemar Arul dari berbagai kalangan di SMA Cattleya?
Dengan lembut dan perlahan, diturunkan tubuh cewek itu di atas ranjang besi yang digunakan sebagai tempat perawatan pasien UKS. Tiga orang anggota PMR tanpa dikomando mengubrak-abrik kotak P3K untuk mengobati Anna. Arul? Meski wajahnya seakan tidak peduli tapi dalam hatinya berbeda, ada sedikit kecemasan yang tersirat di sana meski tak begitu kentara.
Salah seorang dari anggota PMR tersebut, Toni, meminta cowok yang tengah mengusap keringat dingin di pelipisnya untuk menghubungi anggota keluarga dari pasien yang bersangkutan dengan harapan agar pasien tersebut dijemput dan dipulangkan ke rumahnya supaya dapat beristirahat lebih intensif.
“Tolong, ya, Kak.”
Arul terdiam sebentar, bagaimana pun dia merasa canggung mengingat Anna adalah musuh bebuyutannya dan kini harus mengecek isi gawai cewek itu. Namun kalau Arul berhenti sampai di sini, bantuannya seakan sia-sia. Apalagi dibandingkan ketiga anggota PMR ini, Arul dianggap sebagai orang yang lebih dekat dengan Anna sehingga tidak akan merusak privasi cewek tersebut semisal Arul yang harus menghubungi keluarganya dari gawai miliknya langsung.
Buruk. Arul mendesah sesaat setelah menekan tombol power dari gawai milik Anna. Di sana tertera secuil informasi bahwa untuk membuka kunci layar harus menggunakan sidik jari pengguna. Berdeham kecil dan memastikan bahwa Anna benar-benar tidak sadar, Arul mengangkat tangan mungil itu mengudara lalu mengarahkan jari telunjuk kanan langsung ke benda pipih milik si empunya.
Terbuka.
Arul sedikit tersentak saat memerhatikan layar yang berganti dan menampakkan sesosok lelaki berperawakan Korea dengan bibir tebal merah ranum mirip ceri dengan pupil obsidian kelam yang membuat Arul sedikit meneguk saliva. Apa Anna sebegitu kagum pada idol Korea sampai seperti ini? Sampai dijadikan foto wallpaper segala?
Belum lagi tulisan kecil yang berada di pojok sebelah kanan layar hampir membuat Arul tertawa terpingkal-pingkal kalau saja tidak ingat posisinya yang berada di ruangan kesehatan.
Jangan males belajar biar bisa ke Korea terus ketemu suami, Na.
Sudut bibir Arul tertarik menahan tawa namun buru-buru dibuyarkannya hal itu. Dengan lihai, jemari panjang dari telapak tangan yang berurat itu mencari daftar kontak bermaksud menghubungi orang tua dari Anna. Namun baru saja menekan tombol telepon, sebuah peringatan baterai hampir habis muncul dengan kokoh di layar. Untuk mengantisipasi sebelum benda pipih itu benar-benar mati, Arul membuka gawai miliknya yang ada di saku celana dan menekan nomor demi nomor sang papa Anna dan memilih menghubungi beliau lewat gawainya.
Tak butuh waktu lama sampai lelaki dewasa itu mengangkat dan mengucap halo.“Halo, Om. Saya Arul yang pernah ke rumah waktu itu.”
Jeda sebentar untuk membiarkan orang di seberang berbicara.
“Sekarang Anna pingsan, Om. Maaf, lebih baik Anna pulang dan beristirahat, Om.” Arul menggaruk kepalanya yang tidak gatal, semoga dia tidak terkesan menggurui orang tua. Bisa kualat!
Namun untaian kalimat yang disampaikan lelaki dewasa itu membuat Arul hampir ikut limbung di tempat. Arul menegakkan posisi duduknya pertanda obrolan mereka mencapai puncak klimaks yang serius.
“A ... apa? Saya yang anter, Om?”
“Iya, bisa kan?” Papa Anna mendesah pelan. “Kamu doang yang tau rumah Anna. Saya saat ini sedang ada meeting yang gak bisa ditinggal, Rul.”
Arul mengacak rambut pelan, frustrasi. “T ... tapi hari ini saya nggak bawa motor, Om.”
“Naik taksi, nanti saya ganti.”
Arul menimang-nimang hal tersebut. Apa tidak apa? Lagipula mereka baru bertemu satu kali, bagaimana bisa lelaki dewasa ini mempercayakan Arul untuk mengantar puteri semata wayangnya pulang? Belum lagi dengan keadaan yang tidak sadar, begitu.
Namun, bibir nakal Arul bukannya menolak malah menyetujui.
“Oke, Om.”
-------
HAIIIIII PARA RSPCLOVERSSS❤
YUK KOMEN, BEBAS MAU KRISAN JUGA GAK APA🥺Posted : 22 Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...