The Mysterious Girl - 4

258 30 15
                                    

Sebuah rumah berarsitektur modern klasik dengan luas bangunan sebesar 300 m² itu tampak sepi, tentu saja karena letaknya berada di suatu komplek yang dijaga dengan security yang kuat. Pagar yang dicat cokelat tua dan teras tidak terlalu luas serta dinding berwarna silver itu tampak tenang.

Di salah satu kamar di dalam rumah tersebut ada seorang cewek yang sedang termenung dan terheran-heran memikirkan sesuatu.

"Kamu tuh ... darimana sih munculnya?"

"Enggak tau," jawab si anak kecil enteng membuat Anna makin shock.

"Ya iya sih gak papa kamu tinggal di sini, tapi kan tetap aja aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya iya sih gak papa kamu tinggal di sini, tapi kan tetap aja aneh. Apa nanti ortumu nggak nyariin?" tanya Anna lagi.

Si anak kecil sempat mematung lalu menjawab.

"Enggak."

"Huft, kosa katamu nggak ada yang lain? Terus kok tadi kamu bilang mau jodohin aku sama si bawang itu ... enggak beneran, kan?"

"Beneran." Kali ini Anna makin ternganga mendengar jawaban singkat itu, bukan jawaban 'enggak' seperti yang daritadi didengarnya melainkan semacam bentuk jawaban kesungguhan deklarasinya tadi siang.

"Ya udah terserah deh."

Kini Anna melirik jam dinding yang bergelayutan di atas dinding kamar, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan tadi di sekolah dia harus piket tambahan karena teman-temannya pada kabur semua. Anna adalah tipe cewek yang bertanggung jawab dan patuh pada peraturan sehingga dia bersabar saja saat harus merapikan dan membersihkan kelas 11-A sendirian. Perlahan dia menguap kecil, menahan rasa kantuknya. Direnggangkan kedua tangannya akibat lelah tadi siang.

Cewek itu kemudian mengangkat kakinya lalu mulai merebahkan tubuh, mengeluarkan seluruh rasa lelahnya. Sekilas dia kembali melirik anak kecil yang sedang terduduk di ujung ranjangnya, masih tebersit rasa kebingungan akan kehadiran bocah yang tiba-tiba muncul tanpa angin tanpa hujan tersebut. Sangat misterius.

"Kamu nggak bobo?" tawar Anna.

"Enggak. Aku belom ngantuk, kak," tolaknya membuat Anna menggangguk paham. Lagipula bocah ini masihlah orang asing buatnya sehingga Anna tidak mungkin berbuat macam-macam seperti memaksanya ini-itu. Sedikit mengangkat bahu tidak tahu, cewek itu memejamkan mata. Berusaha mengerahkan rasa lelahnya hari ini dan bersiap untuk menjalani hari esok.

Keesokan harinya Anna langsung mandi, bersiap-siap, dan menuju meja makan untuk sarapan dengan papanya. Mama Anna sudah tiada sejak kecil dan karena itulah satu-satunya orang tua Anna sampai saat ini adalah papanya saja.

"Na, kemaren kenapa kamu pulang terlambat?" tanya papa Anna memulai pembicaraan.

"Uhuk!" Anna tampak terbatuk-batuk membuat sang papa khawatir lalu refleks memberinya segelas air putih yang langsung disambar cewek itu, setelah sedikit mereda dia kembali bernapas lega. Anna bergidik ngeri sekarang, sebetulnya dia tidak tahu harus darimana bilangnya kalau kemarin dia harus piket membersihkan kelas sendirian. Pastinya papanya tidak akan suka itu dan langsung menasihati Anna lagi.

"Kamu ... nggak piket sendirian lagi, kan?" tanya papa lagi dengan nada penuh selidik. Anna memutar bola mata bingung tapi dia tidak ingin berbohong juga.

"M-maaf, pa," jawab Anna akhirnya.

Papa Anna memasang wajah masam. "Kan udah papa bilang, kalo temen-temen kamu pada gak piket ya kamu gak usah piket juga biar nanti dihukum sama-sama terus mereka kapok. Kalau kamu aja terus gak tegaan gini sama mereka, pasti mereka makin semena-mena sama kamu. Kan kasian kamu tiap jadwal piket harus ngerjain sendirian. Pasti capek," nasehat papa panjang lebar.

"Tapi pa, aku ikhlas kok," bela Anna pelan.

"Iya ikhlas sih ikhlas, tapi kan kasian kamu kalo kelelahan gini. Udahlah nanti papa lapor guru aja, deh."

"Pa jangan pa, kasian mereka," gumam Anna lagi membuat papa menggeleng kepala.

"Kamu tuh ya, jadi orang terlalu baik. Nggak pernah tega sama siapa-siapa, hebat bener," sindir papa membuat Anna sedikit malu. Kalau saja papa tahu kalau Anna pernah berbuat kejam pada seseorang, pasti beliau bakalan shock. Masalahnya memang ada satu orang yang selalu membuat Anna rela bersikap tega dan orang itu hanyalah satu-satunya di sekian banyak orang yang dikasihani Anna.

Di sela-sela pembicaraan mereka, seorang bocah yang nampaknya masih kelas satu sekolah dasar muncul setelah turun dari tangga dan kemudian menghampiri meja makan. Kedua pupil papa Anna melotot kebingungan dan mengekori si bocah itu bahkan sampai dia duduk di salah satu kursi bersama mereka.

----

Hai! Aku udah update RSPC lagi lho! Yuk jangan lupa apresiasinya dengan like, vote, dan masukin ke reading list kamu!
Thank u😘😘
Btw gimana pendapatnya tentang chapter ini? Ada ga yang sama kek Anna? Heeheh><
Posted : 28 April 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang