Bagi seorang cewek berusia tujuh belas tahun, memiliki suara khas dengan mulut besar dapat dikatakan semacam bentuk malapetaka sendiri. Kebanyakan makhluk di usia segitu memiliki kecenderungan labil dan bercerita apapun yang dirasakan, baik itu senang, sedih, galau, ambyar, marah, dan semacamnya. Kebetulan karena dirinya yang telah dianugerahi, membuatnya tak bisa berbuat banyak. Ririn beranggapan semoga saja itu merupakan bakat terpendam yang dimilikinya, meski bukan untuk dipertunjukan saat ini. Ya, siapa tahu nanti saat dibutuhkan.
Kini cewek beranting emas putih berbentuk bintang itu cengar-cengir saja di depan Anna, sedangkan cewek yang bersangkutan menatapnya heran dan menyeruput jus mangga di hadapannya dengan syahdu. "Napa, lo?"
"Hehehe." Tawaan Ririn lantas mengundang orang-orang di kantin untuk menyorot padanya, iya, bukan karena wajah cantik, tubuh seksi, dan seorang salah satu cewek most wanted yang sudah pasti terkenal di sekolah, melainkan karena suara besar bak gorila miliknya itu.
Ririn lantas memajukan tubuhnya beberapa senti sehingga dapat berbisik. Berharap dapat memelankan suara walau pun hanya beberapa oktaf agar hanya Anna yang mendengarnya. "G ... gue! Gue bakal pesta dansa sama Zealdy nanti di Makrab!"
"Zealdy? Anak kelas 11-B?" tebak Anna tanggap. Memang makhluk yang terlahir jenius itu berbeda ya, wajah Ririn memerah total. Masih dalam keadaan yang tersipu malu, Ririn menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Anna termenung. Padahal dia sudah susah payah menggunakan saran dari Gifari, tapi ... kenapa malah jadi begini?
Kalau Ririn sudah memiliki pasangan dalam pesta dansa, nantinya Anna dengan siapa, dong? Padahal Anna memperjuangkan itu semua agar bisa aman sentosa dan melakukannya dengan Ririn saja. Rasanya bibir Anna kelu.
"Iya, d-dia itu lembut banget, kalem, dan pendiem, t-tapi gue nggak nyangka dia bakal ngajakin gue pesta dansa!" puji Ririn girang, senyumnya terus merekah seolah tidak ada capek-capeknya.
"Ha-ha," tawa Anna garing. Dipikir-pikir Zealdy dan Ririn itu seperti bumi dan langit. Yang satu terlalu kalem dan yang satu ... ah sudahlah, Ririn akan ngamuk kalau dibicarakan buruk di belakangnya seperti ini. Tapi kok mau-mauan ya si Zealdy mengajak Ririn menjadi pasangan pesta dansa? Ini bukan berarti ada udang di balik sempak, kan?
Anna mengelap keringat yang entah sejak kapan turun dari pelipisnya, sepertinya malam keakraban ini cukup menyusahan. Perjuangan Anna belum berhenti sampai di sini. Dia masih harus mencari pasangannya nanti daripada harus merana memojok sendirian di ujung lapangan saat yang lain beromantis-romantisan, benar-benar bayangan yang mengerikan!
"S ... selamat ya," pungkas Anna ragu-ragu kemudian meneguk saliva. Ririn lirik-lirik kecil lalu kembali menanyakan satu pertanyaan menohok yang keji nan kampret.
"Lo udah ada pasangan belom, Na?"
***
"Gimana dong, Gifari?" keluh Anna putus asa. Ingin rasanya teriak, menangis, hapus air mata tapi sudah tiada lagi. Walau berat hati Anna, tapi Anna sudah mengeluh. Biarlah sekarang Gifari juga tahu. Bentar-bentar, sepertinya jadi bernada.
"Teman lo yang lain?" tanya Gifari memastikan. Anna menggeleng lemah.
Gifari bersidekap. Berdasarkan penelitian terbitan British Journal of Psychology, dikatakan kalau salah satu faktor penyebab seseorang bahagia adalah kehidupan sosial yang baik, dalam artian makin sering seseorang bersosialiasi dengan banyak teman maka hidup lebih bahagia. Ah, sepertinya itu dapat dipatahkan jika yang menjadi subjek penelitan adalah orang cerdas.
Hal itu bukan tanpa sebab. Carol Graham, ilmuwan Institusi Brooking menganggap orang cerdas menggunakan waktu mereka untuk menciptakan target jangka panjang, termasuk berinteraksi dengan orang. Jadi ini sebabnya kenapa Anna memiliki lingkup pertemanan dalam yang sempit, ya? Mungkin di kelasnya, yang bisa dia percayai hanya Ririn seorang? Kalau sudah begini ternyata sulit juga, ya.
Gifari memutar otak, mencari cara lain agar Anna dapat mengikuti malam keakraban dengan khidmat. Anna memang pandai dalam urusan pelajaran sekolah, tapi sepertinya tidak terlalu begitu jago dalam hal berkomunikasi.
"Ummm ... lo ada uang?"
Anna tertegun. "Lo minta bayaran?"
"Bukan, bukan!" Gifari menjelaskan. "Gini, kalo lo punya uang, kan lo bisa aja bayar temen lo yang matre buat jadi pasangan di makrab itu? Ya, gak sih? Habis gue nggak ada saran, lagi?"
Anna melebarkan kedua bola matanya membuat Gifari ketakutan. Apakah sarannya itu salah atau justru ... spektakuler?
----
Haroharo! Lama tak berjumpa! Plak boong deh wkwk kan cerita ini selalu diupdate tiap tanggal genap. Btw coba komen dong biar tahu yang kurangnya!🥺
Posted : 18 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...