Pagi menyingsing. Udara dingin khas puncak mulai menyapa tubuh Anna membuat tubuh cewek itu bergoyang sedikit ke kiri dan kanan. Kedua pupil cokelat miliknya mulai mengerjap perlahan dan membuatnya tersadar pada kenyataan. Pemandangan sebuah kamar yang dirasa tak asing, Anna membuka suara.
"I ... ini di mana?"
"Ah! Kamu udah sadar?" tanya seorang wanita berperawakan muda yang Anna ketahui sebagai salah satu anggota PMR karena biasanya dia selalu sigap ketika ada yang jatuh pingsan saat upacara bendera. Anna menelan salivanya susah payah. Apa yang terjadi? Kepala Anna terasa pusing. Dia meringis kecil.
Dengan cekatan, murid yang dianggap Anna sebagai anggota PMR itu buru-buru mengambil gelas berisi air mineral yang sudah ditaruh di atas meja samping ranjang yang kini ditiduri Anna dan memberikannya pada cewek itu. Cepat-cepat Anna menerima gelas itu dan meminum isinya hingga habis. Hal kecil itu sedikit meringankan sakit kepalanya yang muncul secara tiba-tiba.
"M ... makasih," tutur Anna pelan yang dibalas senyuman ringan. Cewek di hadapannya ini memang nampaknya murah senyum. Pakaiannya putih dengan slayer bordiran berlambang PMII yang nampaknya memang menunjukkan jati dirinya sebagai penolong yang sigap.
"Sama-sama," balasnya.
"Maaf." Anna menjeda ucapannya sambil mengobservasi seisi ruangan. "Gue ... di mana, ya?"
"Kamu di kamar darurat, udah dari semalem kamu nggak sadarkan diri," jawab si cewek PMR itu dengan senyum cerahnya. Berkebalikan dengan wajah Anna yang horror! Terkejut dengan fakta barusan.
"Hah!" Anna menganga terkejut lalu mengulang perkataan si cewek hanya untuk memastikan. "Da-ri se-ma-lem?"
"Iya! Dari semalem!"
Doeng! Anna langsung merutuk dalam batinnya.
Apa yang semalem udah gue lakuin? Gue nggak ngapa-ngapain, kan? Kenapa gue malah nggak inget gini, sih? Kejadian apa yang membuat gue pingsan, coba?
Melihat Anna yang menggigit jarinya, si cewek PMR itu khawatir dan menggoyangkan lengannya pelan. "Hei! Kamu nggak papa, kan?"
Anna terpaksa fokus melihat wajah rupawan si cewek PMR. Oke! Daripada penasaran, lebih baik Anna mengorek info darinya saja, kan? Lagipula seorang anggota PMR pasti bisa dipercaya—lebih tepatnya, apa untungnya mereka berbohong pada pasien yang sudah mereka tolong? Tidak ada alasan yang mendasar untuk mereka melakukan itu, pastinya.
"Ummm ... kepala gue pusing. Tolong lo jelasin kronologisnya, dong."
Si cewek PMR kini cemberut membuat Anna menerka-nerka. Apa dia telah membuat kesalahan?
"Aku nih Rosy dari kelas 12-A. Kamu nggak sopan banget sih nyebut-nyebut 'lo-gue' gitu! Nggak imut, banget! Aku nggak suka! Kalo ngomong sama Rosy wajib pake 'aku-kamu'. Biar imut, tauk!"
Anna melotot sampai bola matanya hampir keluar. Cewek yang sedari tadi dilihatnya lembut ternyata malah menyeramkan. Lagipula biar imut? What! Lelucon macam apa itu?
Astaga! Orang ini normal nggak, sih?
"I-iya, maaf ya, Kak. Jadi tolong dong kasitau aku kronologisnya gimana!"
Senyum cerah Rosy kembali bersinar usai mendengar kalimat Anna barusan. Barulah dirinya smangat untuk menceritakan kejadian yang telah Anna lupakan semalam.
"Kamu tuh pingsan pas acara pesta dansa terus kamu diangkat deh sama Arul dan Fariel ke kamar darurat ini. Nah sekarang kamu baru sadar! Ummm ... sekarang juga murid-murid lagi pada beres-beres buat balik ke Jakarta!"
Mendengar penjelasan Rosy, Anna kembali tersadar waktu semalam itu dirinya menjadi pasangan pesta dansa Arul dan entah kenapa saat mendengar petasan diluncurkan Anna refleks memeluk Arul dengan erat. Wajah Anna refleks memerah bak kepiting rebus kala mengingat momen itu. Belum lagi ... dia pingsan? Apa gara-gara tak kuat menahan phobia petasannya?
Ah sudahlah. Hal yang lebih mengejutkan buat Anna adalah ... bila sekarang semua murid sedang bersiap-siap kembali ke Jakarta, lantas bagaimana dengannya yang malah baru bangun dari pingsan semalamannya itu?
"A ... anu, Kak Rosy! Aku gimana?" Anna mengangkat kedua tangan menunjukkan kegelisahannya lalu buru-buru meralat kalimatnya. "Maksudku ... barang-barangku sendiri belom kurapihin!"
"Khu khu khu," tawa Rosy terdengar aneh. "Itu mah nggak usah khawatir! Punyamu udah dirapihin sama Ririn!"
"Eh?"
"Iya, dia sendiri yang bilang bakal ngamanin semua barang milikmu!"
Anna terharu. Tidak menyangka bahwa Ririn ternyata benar-benar sosok teman yang nyata. Dengan bergegas, Anna bangkit dari ranjang dan bermaksud memberi salam pada Rosy.
"Aku udah baikan, Kak. Makasih, ya. Aku balik ke kamar vila kelasku dulu, ya!"
Rosy tersenyum. "Yo. Tiati!"
Anna melambai kecil lalu meninggalkan kamar itu. Dia tidak sabar untuk menemui Ririn! Ya, meski semalam Ririn sibuk dan lebih memilih Zealdy daripada dirinya tetapi hari ini Ririn malah mau repot-repot merapikan barangnya. Anna benar-benar berhutang jasa!
Tapi ... bagaimana dengan Arul? Wajah macam apa yang akan Anna tunjukkan bila berpapasan dengannya?
-----
Halo! Bagaimana Senin kalian sobat cumi?🐙
Jangan lupa baca RSPC terus ya🤤Posted : 10 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...