Anna mengernyit, merasa aneh juga keheranan dengan hal yang ada di depannya. Bermodalkan rasa ingin tahu yang besar, diam-diam Anna menyelinap di antara kerumunan itu. Mencari tahu siapa kepala dan akar dari segala keramaian semua ini.
Bagaikan takdir, kedua pandangan itu bertemu seolah telah diberkati oleh peri cinta dari langit ke tujuh. Sepasang pupil hitam yang memandang kosong pada pupil cokelat yang membalas. Meski banyak yang menutupi, tidak ada yang dapat menghalau. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Waktu terasa berhenti, kecuali pada dedaunan yang mulai berjatuhan dari atas pepohonan mangga yang rindang. Entah kenapa baru kali ini Anna memerhatikan wajah Arul dengan begitu detail, tiap sudut dan inci wajah cowok itu yang begitu menawan; biasanya wajah itu menyebalkan dan minta ditampol, namun kali ini berbeda.
Alis tebal itu kelihatan teduh membingkai kedua netra sayu yang seakan meminta pertolongan dari jauh, dianugerahi pula sebuah bibir yang segar lagi asri, warnanya pun oranye muda. Menunjukkan dengan jelas meski pun Arul seorang cowok, dia sangat memerhatikan kesehatan fisik juga wajah. Anna tahu, cowok itu tidak merokok. Ya, walau hanya feeling-nya semata. Hanya saja wajah Arul yang kelihatan sedikit kelelahan dengan kantung mata yang agak menghitam itu tidak dapat membohongi, Arul sedang tertimpa sesuatu. Sebuah perkara pelik nan misterius yang mungkin hanya Tuhan dan diri cowok itu yang tahu. Anna tidak pantas untuk mencari tahu, dia sadar diri. Arul dan dirinya hanyalah sebuah rival dan hubungan itu tidak mungkin berakhir.
Lima detik setelahnya, barulah Anna memilih mengalihkan pandangan. Sontak saja, cewek itu berlari meninggalkan kerumunan dan mencari Ririn alias sahabatnya di kelas. Berbeda dengan Arul yang tertegun selepas peninggalnya Anna. Kerumunan kembali terdengar, hiruk pikuk kembali menyerang, dan ragam suara kembali bersatu padu menggelegar dalam indera pendengarannya. Seakan tidak mau memberi sekat sama sekali untuknya bersantai sekadar memandangi wajah cantik Anna yang telah dianugerahi Yang Maha Kuasa.
"Arul!"
"Arul, lo mau kan jadi pasangan gue di pesta dansa nanti?"
"Arul! OMG! Please, pilih gue aja."
"Sorry, gue nggak minat sama kalian semua!" tolak Arul pedas. Dia terus berupaya menjadi cowok yang cuek agar para makhluk-makhluk menjengkelkan ini menjauh dari hidupnya, tapi sayang seribu sayang. Mereka terus mendekati Arul meski Arul berusaha menunjukkan sisi jahatnya sebagai cowok.
Lama kelamaan cairan asam dalam lambung Arul bergerak menaik secara drastis, bukan karena perkara sederhana seperti telat makan melainkan karena mual berlama-lama dalam situasi seperti ini. Arul tidak terlalu suka dengan keramaian, dia tidak pernah berpikir menjadi seseorang yang populer. Ternyata seorang most-wanted-pun mungkin merasa akan jauh lebih nyaman jika menjadi orang biasa. Hidup tanpa tekanan di mana-mana. Kalau tidak merespons, Arul akan dicap sebagai cowok sombong. Tapi jika dibiarkan? Lama-lama para kaum hawa ini tidak tahu diri dan menganggap perhatiannya sebagai hal yang lebih. Makanya jika Arul tidak cepat-cepat menjauh dari kondisi semacam ini, dia bisa saja jatuh pingsan. Cowok itu hanya mampu menunduk dan memejamkan mata, berharap dia bisa memiliki kemampuan menteleportasi diri dan kabur sejauh-jauhnya.
Sret!
Tiba-tiba Arul merasakan tubuhnya didorong oleh sesuatu. Cepat-cepat dia membuka mata dan menemukan satu senyuman di depannya. Arul menarik bibir, memang mereka selalu ada untuknya. Hanya mereka yang dapat Arul percayai lebih dari siapapun.
"Yo! M-maaf ya ciwi-ciwi, Arul lagi sakit!" jelas Yugha sambil menunduk dan melakukan gerakan ala-ala salam lebaran; menyatukan kedua telapak tangan dan meminta maaf pada kerumunan cewek-cewek itu. Meski pun gugup dan gemetaran, Yugha terus memberanikan diri. Sedangkan Fariel adalah pelaku pendorongan alias malaikat penolong.
"He? Sakit?" Para cewek itu menutup mulut tidak percaya. Coba bayangkan seorang cowok yang diapit puluhan cewek dengan macam rupa wajah, fisik, rambut, dan bau yang tak terdefinisikan. Nah begitulah posisi Arul tadi sebelum didorong Fariel.
"Thanks ya, Riel," bisik Arul. Fariel memasang senyum miring. "Gue kan Fariel Dermawan Sayudha yang baik hati, gak sombong, rajin menabung, kaya raya, pinter, dan kebetulannya ganteng. Mana mungkin sih gue biarin orang kayak lo diperkosa rame-rame?"
Arul ingin meninju Fariel karena cerocosannya seolah tak ada akhlak, tapi dia sedang tidak memiliki tenaga. Kini dia beralih pandangan pada Yugha yang sedang berusaha menenangkan massa.
"I-iya, s-sakit. Jadi b-belum tentu Arul ikut m-makrab, mending k-kalian cari pasangan yang lain!" Yugha mengangguk ketakutan. Wajahnya membiru pucat. Di antara komplotan Arul, memang dia yang paling polos seperti bocah.
"Yaudah! Kalo sama Kak Yugha, boleh kan?" Rani, salah satu murid kelas sepuluh yang terkenal akan kecantikannya dan keberaniannya mengecat rambut pirang. Dengan santainya, dia mencolek dagu Yugha membuat cowok itu semakin melemas. Kedua lututnya seolah tak lagi kuat menumpu berat badannya.
"S-s-s-s-sama g-gue?" Yugha panik kuadrat.
"Dah, yuk ngantin," ajak Fariel lalu berjalan berdua meninggalkan Yugha. Yugha melotot tidak terima.
"T-tungguin gue, dong!"
Fariel memasang tanda 'ok' melalui jarinya ke belakang. "Gue tau lo bisa ngurusin mereka, Gha. Tunjukin sisi kejantanan lo, dah!"
Yugha menganga mendengarnya. Dalam hati dia ingin sekali berteriak meminta tolong bundanya di rumah, rasanya sedikit lagi dia bakal ngompol di celana saking takutnya. Pandangan Yugha bergerak, menatap kumpulan cewek genit nan ngeri yang sekarang memandangnya bak serigala kelaparan. Oh tidak, apakah ini kiamat baginya?
Bunda, selametin Yugha! Hiks!
-----
Haihai! Apa kabar teman-teman? Semoga harimu menyenangkan dan RSPC selalu bisa menghiburmu wkwkwk
Posted : 16 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...