"Penyanyi yang rambutnya gak lurus?"
"Elo lah, Kak. Kan lo bergelombang gitu rambutnya," ceplos Indra dengan cepat ketika Edo, alumni SMA Cattleya yang sekarang sudah berkuliah di universitas bergengsi membuat Edo langsung menganga lebar. Buset nih, bocah! Berani banget! Pikirnya.
"Wah, gila lo! Nyari masalah aja, Ndra." Septa bergeleng-geleng, bingung dengan tingkah laku sohibnya ini. kok bisa-bisanya seorang alumni dipermainkan begitu? Wajah Edo merah padam. Dia menunjuk-nunjuk Indra lalu sekelompok Anna. Anna menepuk dahi. Please, lah! Habis ini mereka akan dihukum apalagi?
Akibat keusilan dan kejahilan teman-teman sekelompoknya, sedari tadi tim Anna terus menerus diterpa hukuman dari para alumni dan senior tanpa henti, bahkan yang sepantaran saja—para anak OSIS—tidak segan memberikan teguran dan hukuman.
"K ... kalian!" seru Edo setengah emosi. "Kalian gue hukum push-up lima belas kali, bener-bener penghinaan tau gak?"
"Kok sekelompok sih, Kak?" Ririn melotot tidak terima, sedangkan Wanda kesemsem saja. Yah memang dia sudah bucin duluan sama Indra, jadi tidak masalah dengan tingkah laku ceplas-ceplos cowok itu.
"Ya, harus sekelompok lah. Kalian tau kan fungsi Makrab tuh, apa?" Edo semakin menekukan wajah menghadapi makhluk-makhluk yang dianggapnya hanya seukuran semut ini. Dikaruniai tubuh tinggi besar dengan rambut bergelombang berwarna cokelat membuat Edo merasa dirinya adalah raksasa, belum lagi karena posisi yang diuntungkan sebagai salah satu alumni SMA Cattleya yang jelas pasti berkelas.
"Buat ngakrabin, kak." Verel malah pakai acara ikut-ikutan pula. Astaga! Salah dan dosa besar apa yang telah kau perbuat, Anna? Punya tim kok bisa-bisanya tidak ada yang benar! Sedari tadi Indra dan Septa selalu berceloteh ria, dibalas Gusti dan Verel yang tidak pernah bertindak serius, Ririn dan Wanda yang menjadi double cewek ceroboh, hanya Anna dan Zaki saja yang cukup teliti. Oh ya, bonus Aini yang kalem dan tidak banyak tingkah. Huft! Gila banget, ini mah!
"Nah, kalo tau gitu kalian harus saling mendukung dan kompak dong sebagai tim. Udah, gue gak terima alasan apapun. Cepet nunduk terus push-up!"
Ini adalah pos keempat dan sedari tadi tim Anna selalu mendapatkan keapesan hukuman tanpa akhir. Kenapa sih Indra, Septa, dan yang lain tidak pernah belajar dari kesalahan? Ini malam keakraban atau simulasi hukuman neraka? Kenapa mereka tidak pernah belajar mengontrol sikap, ucapan, dan tindakan ketika berada di kalangan para OSIS yang sok dan para alumni yang sudah pasti bebas memperbudak itu, coba? Lagi dan lagi Anna mengucap istighfar dalam batinnya.
Anna dengan gigihnya mengambil posisi terlebih dahulu daripada kelompoknya tadi. Barulah dia mengomando kelompoknya dengan seksama. "Cepetan push-up, guys!"
Mau tidak mau, para anggota kelompok Anna menuruti saja daripada berakhir dicincang Edo yang cukup ganas itu. Anna cukup sabar dan telaten dalam menghadapi kelompoknya, walau selalu merutuk dalam batin tetapi dia tidak mau memarahi mereka. Hingga Indra dan Septa mulai merasa bersalah.
Ketika sudah selesai melaksanakan hukuman dan terbebas dari jeratan hukuman Edo di pos keempat, Indra dan Septa saling berpandangan. Lalu memulai pembicaraan ketika mereka akan menuju pos kelima.
"Na, gue mau minta maaf!" Indra memulai pembicaraan. Anna sontak menarik ujung alisnya keheranan.
"Ada apa?"
"Maaf ya, gue selalu menyusahkan lo!"
"Gue juga, Na, pasti lo capek ya punya tim yang bawel kayak gue!" Septa menimpali. Karena perlakuan Septa dan Indra, anggota tim Anna yang lain mulai tersentuh hatinya.
"Gue juga minta maaf, Na. Maafin gue, ya!" ujar Ririn dengan nada menyesal. Kalau saja bukan karenanya, tim mereka bisa hampir menang saat di pos tiga tadi. Pos tiga tadi adalah membawa botol berisi lumpur dan mengoper ke belakang, tetapi karena kecerobohan Ririn botol tersebu tidak sampai dengan selamat malah berakhir pertumpahan lumpur di atas kaus olahraga Anna. Anehnya, Anna tidak marah sama sekali. Cewek itu memang terlalu gak enakan. Akibat kekalahan itulah, mereka mendapatkan hukuman. Setelahnya diikuti oleh Wanda, Verel, Gusti, dan Aini yang bahkan kalem dan tidak membahayakan kelompok mereka. Hanya Zaki yang tetap stay cool.
"Woi, Ki, minta maaf juga gih," celetuk Gusti sembari mendelik pada Zaki yang memasang wajah sedatar-datarnya.
Zaki cuek bebek saja.
"Lah gue gak salah apa-apaan kok, daritadi gue mikir. Yang bikin kelompok kita kalah, tuh, ya kalian."
"Kok lo ngeselin, sih? Iya gue tau lo pinter! Tapi gak usah sombong!" Verel tersulut sumbu emosinya dan setengah mendorong Zaki membuat cowok itu terlempar beberapa langkah. Ririn cepat-cepat menengahi.
"Udah dong! Kita harus kompak, lo pada nggak kasian apa sama Anna? Dia pasti capek ngadepin yang kayak kita, jangan nambah beban lagi dengan ribut kayak gini!" Ririn mendengkus kesal. Kenapa sih Zaki terlalu cuek dan Verel terlalu mudah emosian? Karakter mereka bertolak belakang!
Anna memasang senyum getir, meringis. "Udah yuk, kita ke pos terakhir."
Ririn menghela napas. Mengapa Anna tetap bisa terlihat baik-baik saja begitu?
----
Hello! Welcome August! Akhirnya aku ngepost Robot Sang Peri Cinta lagi dong, guys! Ah ya sekarang aku juga mulai nge-Youtube lho, barangkali kalian kepo bisa ke Igga Cumi. Jangan lupa like, comment, subscribe, dan share yaaa😜 kontennya insyaAllah baca puisi, cover nyanyi, dan maybe tentang kepenulisan juga nantinya hehe❤ Oh ya buat up to date tentang cerita aku langsung aja cus ke :
Instagram : @iggacumi
Youtube : Igga Cumi
Makasihhh ❤❤Posted : 4 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...