"Kamu ... siapa?" tanya papa Anna takjub begitu juga dengan Anna yang panik. Sudah dia titahkan tadi agar bocah itu tetap di kamar saja dan Anna akan membawakannya sarapan diam-diam tapi sekarang malah dengan santainya menampakkan diri di depan sang papa yang tentunya terkejut bukan kepalang melihatnya.
"Aku Youka, om. Aku anak yatim piatu, boleh ya aku tinggal di sini," jawab si Youka datar membuat Anna ikutan shock. Jadi bocah ini ... tidak mempunyai kedua orang tua? Kenapa dia tidak memberitahukan itu dari kemarin coba?
"Oh iya, nggak apa kok." Si papa yang tadinya ingin marah-marah sama Anna karena membawa anak orang sembarangan mendadak langsung tidak tega mengingat kondisi si bocah yang dapat dikatakan hampir mirip Anna, sama-sama tidak punya ibu. Bedanya Anna punya bapak.
Nah jadi sekarang sikap tidak tegaan itu turunan dari siapa, coba?
"Om, maaf ya aku gak sopan nyela dikit. Menurutku Kak Anna ngerjain tugas piket tuh bukan gara-gara dia takut temen-temennya dimarahin guru, tapi karena itu nunjukkin integritas Kak Anna yang punya tanggung jawab tinggi. Kak Anna itu emang bisa dipercaya, om," ujar si bocah menyampaikan opininya panjang-lebar yang membuat papa dan Anna bungkam. Mereka seakan tidak percaya ucapan sebijak itu keluarnya dari bibir bocah kecil yang lebih pantas jadi adiknya Anna!
Anna dan papanya kemudian mematung selama beberapa detik sampai si bocah mematahkannya. "Oh ya, om sama Anna nggak buru-buru makannya? Nanti telat, lho!" Ucapan ajaib itu sukses membuat Anna dan papanya terkejut lalu kembali berfokus pada makanannya daripada nanti terlambat. Entah kenapa melihat hal itu, si bocah malah terkekeh ringan lalu menggeleng. Dasar anak dan bapak! Kedua orang itu sama saja lucunya.
***
Jarak dari rumah menuju sekolah bagi Anna tidaklah begitu jauh. Oleh karena itu daripada merepotkan papa, Anna lebih memilih menaiki angkutan umum atau berjalan kaki jika memungkinkan. Tentunya kedua opsi di atas hanya akan efektif disaat dia berangkat jauh lebih pagi dari biasanya. Berhubung pagi ini dia sudah disuapi banyak nasehat oleh papanya dan opini bocah aneh yang ternyata jauh lebih dewasa daripada fisiknya, maka khusus momen ini papa Anna ikhlas mengantar puteri semata wayangnya itu ke sekolah dengan menaiki mobil bersamanya.
Setelah berada di depan pagar SMA Cattleya, Anna buru-buru turun dari mobil dan tak lupa menyalimi papa tercintanya itu kemudian cepat-cepat melangkah masuk ke dalam area sekolah daripada berakhir dihukum Pak Abdi—guru yang cukup killer dan suka menghukum murid yang terlambat.
Sesampainya di depan pintu kelas, salah satu teman Anna, Ririn yang memerhatikan gerak-gerik Anna hampir menuju kelas langsung melotot cepat.
"Anna!" panggilnya yang tak seperti panggilan. Memang bukan main Ririn kalau sudah memekik keras, satu kelas bakalan menutup telinga. Tidak kuat menahan terpaan gaungan mengerikan itu. Daripada nantinya mereka memenuhi ruang kesehatan THT, mencegah dan menyelamatkan diri akan jauh lebih baik!
"Apaan sih, Rin? Jangan teriak-teriak!" protes Anna setelah sampai di kelas dan memasang wajah sewot.
"Iya bener, mending kalo lengkingan lo bagus kek penyanyi Indonesian Idol! Lah ini mah boro-boro, lebih mirip toa masjid rusak tauk!" gumam salah satu anak cowok di kelas 11-A, Indra, yang terkenal sebagai tukang komentator di kelas.
"Betul, betul, betul!" Ridho, cowok yang sok menganggap dirinya mirip Jarjit di animasi Upin-Ipin ikut mengiyakan.
Ririn mencebik lalu merajuk. "Ih kalian jaat banget sih! Gue cantik-cantik gini dibilang toa masjid!"
"Bah! Cantik darimana?" Septa ikut-ikutan.
"Dari Hongkong!" Indra menanggapi membuat Ririn makin bete kuadrat. Dia manyun akibat badmood parah. Terkadang teman-teman sekelas itu cukup menyebalkan dan selalu mengomentari apa saja yang kita lakukan mirip seperti netizen internet.
"Lo tuh mau bilang apa si, Rin? Santai aja gitu," ujar Anna tidak mau memperpanjang urusan membuat Ririn menghela napas berusaha bersabar. Cewek bermulut toa itu kembali berfokus pada Anna, teman sebangkunya—entah kenapa hanya Anna satu-satunya orang yang tahan duduk sama Ririn dari kelas sepuluh dan anehnya telinganya itu selalu baik-baik saja dan tak bermasalah—dan menunjuk ke bawah meja.
"Ada apaan?" tanya Anna tidak mengerti arti kode barusan. Ririn menyipitkan netra.
"Lo tuh juara satu lho, Na! Jangan bego-bego amat apa!" gumam Ririn gemas lalu tetap saja menunjuk ke bawah meja mereka berharap Anna tiba-tiba mendapat hidayah. Entah Anna yang tidak peka atau Ririn yang memang tidak memberikan informasi secara spesifik, atau jangan-jangan yang menulisnya juga sudah pasrah memberikan karakter mereka tidak nyambung begini? Ya sudahlah.
-----
Hai! Ku update RSPC lagi! Btw bagaimana dgn chapter ini? Yuk vote, comment, dan masukan cerita ini ke reading listmu!!🥺🥺
Posted : 30 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...