His Circle - 70

57 14 5
                                    

"Maaf, gue agak telat."

Beberapa pasang mata melongo, sekumpulan dari mereka kompak mengenakan baju dan celana training. Salah seorang dari mereka, Fariel bangkit dari sandaran kursi, sembari memanyukan bibirnya lima senti alias bimoli. Dia tidak tahan dengan kapten yang belakangan ini selalu datang terlambat.

"Lo ke mana aja sih, Rul? Belakangan ini gue liat lo telat mulu. Ke mana dah?" tanya Fariel menyelidik.

"Gue udah minta maaf." Arul mengalihkan dengan jelas yang berarti tidak mau menjawab pernyataan barusan.

Wisnu, salah satu bagian dari tim basket SMA Cattleya itu seketika merangkul bahu Arul sambil memasang wajah konyol, mengangkat-ngangkat alisnya gonta-ganti. "Gue denger-denger nih kapten kita ini udah ngebucin lho, guys. Sering banget diomongin di Lambe Cattleya kalo doi lagi ngajarin cewek main basket."

"Asik, asik. Sape tuh?" Wawan ikut menyeletuk tanda tak mau kalah.

"Wah, selamat ya Rul. Akhirnya lo nggak jomblo lagi," ujar Yugha tersenyum tulus. Wajahnya paling adem dan damai di antara teman-teman Arul. Memang tipikal softboy berkepribadian plegmatis yang tidak doyan ribut, beda lagi kalo sama Fariel yang narsisnya disaksikan bumi langit.

"Nggak ada."

"Boong lo!" Wisnu mencubit perut Arul gemas. "Udahlah jujur aja sama kita. Kek sama siapa aja."

Arul mendengkus, mengusapi perutnya yang menjadi korban sasaran tidak jelas. "Nggak ada. Udah nggak usah gosipin gue!"

Wisnu mendelik lalu menjulurkan lidah. "Biarin! Weleek!"

"Udah cepetan ayo latihan!" Arul mengalihkan, lagi. Cowok dingin semacamnya sangat tidak suka dibicarakan apalagi menjadi topik hangat. Sama gosip-gosip yang beredar aja dia sabodo teuing, ngapa pula malah jadi subjek yang dibicarakan?

Fariel berjalan mendekat. Menatap Arul teliti dari bawah sampai atas, berulang-ulang. Tatapannya aneh mirip seperti singa kelaparan yang mau menerkam. Arul sebagai sasaran merasa aneh. "Lo ngapain sih liatinnya gitu amat? Nggak belok, kan?"

"Lo beneran punya cewek, Rul?"

"Nggak."

"Ko bisa, Rul?" Fariel memasang wajah horror seakan tidak mau mendengar jawaban Arul. Detik berikutnya cowok narsis itu menoleh ke arah Yugha. "Gha, nih matahari sekarang kagak terbit dari Barat kan, ya?"

Yugha yang ditanya hanya bisa speechless. "N ... nggak ko—"

"Lo pikir sekarang mau kiamat?" Arul memekik tak terima. Sumpah, deh! Memang sih dia tidak punya pacar, tapi memang kalau punya sekali pun apakah jadi sejenis kemustahilan gitu? Tujuh keajaiban dunia?

Fariel bergidik ngeri. "Abisnya serem, woi!" Teman-teman setim juga mengangguk mengiyakan, bulu kuduk mereka berdiri semua. Tegang. Sepertinya ucapan Fariel berhasil memengaruhi mereka. Arul mengepal tangan, gondok setengah mampus. Jadi kalo dia pacaran beneran mustahil, ya? Benar-benar kapten yang nggak ada harga dirinya.

"Gue nggak bucin, gue nggak pacaran. Gue ngelakuin semua ini demi Fisika gue."

"Dih, culun amat kapten basket kita. Matpel nggak lulus satu ya wajar lah." Wawan berdecak. Emosinya memuncak. "Kita itu manusia, punya bakat dan kapasitasnya masing-masing. Bukan robot yang iya-iya aja sama semua hal. Lo nggak bisa Fisika wajar, lah."

"Yang nggak wajar kalo lo tetiba bucin nggak jelas!" Fariel menoyor dahi Arul kasar. Arul mengaduh kesakitan.

"Bangke lo, Riel!"

Setelahnya mereka pun bersiap-siap untuk latihan. Masih dengan canda dan gelak tawa. Arul menarik senyum kecil. Di sinilah dia menemukan dunianya, di antara kumpulan cowok sesama pecinta bola karet sepertinya. Dunia di mana Arul sudah terbisa menerima cercaan yang menjadi makanan sehari-hari. Tidak sedikit kadang dia dikira tidak normal dan lain sebagainya, tentu saja. Cowok mana yang dengan normal menolak ratusan cewek yang mengejarnya? Memberikan ekspresi datar, pandangan tajam, dan sikap dingin. Sementara ketika bersama sejenisnya malah tertawa bebas dan terbiasa mengungkapkan seluruh yang dirasakan.

Dengan cekatan, tim basket SMA Cattleya memulai latihan mereka untuk persiapan turnamen yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Entah kenapa pikiran Arul bercabang, dibandingkan dengan turnamen seperti biasa Arul malah memikirkan kapan Anna akan bertanding bersamanya.

Aneh, nggak?

Entah apa yang Arul rasakan. Kata orang-orang kalo memikirkan lawan jenis tandanya ada tiga kemungkinan; tertarik, suka, atau cinta. Mana yang Arul rasakan? Tertarik? Jelas nggaklah, dia musuh Arul.

Suka? Jelas nggak banget. Dia rival Arul.

Cinta? Apalagi! Cewek macam Anna adalah orang yang paling bikin Arul kesal. Tetapi Anna merupakan jenis makhluk yang tak bisa dihindarinya.

Tapi ... pernahkah Arul merasakan cinta? Pernahkah dia jatuh cinta?

-----
Huwaa Alhamdulillah, akhirnya dengan nangis dan pertumpahan darah akhirnya Cumi berhasil nulis Robot Sang Peri Cinta sampai ch 70. Gila gila gila, helppp meeehhh! Cumi dah keabisan insang woi:")
Tolong ya hargai kerja keras Cumi, kalo teman² sudah baca sampai ch ini bukannya berarti suka/tertarik sama cerita ini, ya? Karena bagi Cumi sendiri ini dah cukup jauh lho wkkwkwkwkw :'
Mohon votes dan komennya, meski cuma sechapter tak apa :' Cumi sangat menghargai itu. ❤

Sampai jumpa di bulan September.

P. S : Cumi ultah di bulan Sept /khukhukhu *kode

Posted : 31 Agustus 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang