Two Words (2) - 115

21 6 0
                                    

“Besok hari lomba pesta dansa buat cast Robot Sang Peri Cinta, kan?”

Arul memasang wajah yang tidak terdefinisikan. Ekspresi aneh yang tidak bisa Anna tebak. Cowok itu berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun. Benar juga, tidak mungkin mereka latihan di satu hari sebelum lomba. Belum lagi dengan kondisi tubuh Anna yang juga sedang tidak benar karena banyak hal yang terjadi. Tidak mungkin. Anna juga tidak mengharapkan hal itu sih.

Anna tidak paham kenapa kata yang ingin diucapkan malah berubah seratus delapan puluh derajat begitu. Bukan itu yang Anna maksudkan. Sama sekali bukan. Anna ingin mengucapkan dua kata yang menurut orang sederhana. Sesederhana pengapresiasian tanpa menggunakan bahan baku dan biaya sekecil apapun, hanya itu. Namun kenapa rasanya mustahil hingga sulit sekali? Sebenarnya Anna ini kenapa?

Anna menangkupkan kepalanya lebih dalam di balik guling. Hatinya begitu sakit. Bulir-bulir terus bersimpuh di balik pipinya, menyisakan pedih. Dengan cepat, Anna bangkit dari tempat tidur dan melemparkan guling yang sudah basah tersebut ke atas ranjang. Tanpa peduli Anna berjalan menuju cermin dan memerhatikan pantulan dirinya sendiri yang sudah berantakan.

“Makasih.”

Anna mengedip. Kenapa begitu mudah mengucapkannya di depan cermin? Menyebalkan!

Dua kata bermakna dalam, yaitu terima kasih. Dua kata yang juga menyengsarakan Anna dan membuatnya menyesal karena tidak pernah mengucapkan hal itu pada orang yang jelas-jelas sangat berjasa, sebenci apapun Anna kepada orang itu.

“Makasih. Makasih. Makasih. Makasih.”

Youka yang hampir ingin masuk kamar memerhatikan Anna dengan pandangan aneh. Ngapain cewek itu malam-malam larut begini mengucapkan ‘terima kasih’ berkali-kali di depan cermin? Ada apakah gerangan?

Anna menyadari tubuh mungil Youka berdiri di depan pintu, Anna menimbang-nimbang tapi mengingat bahwa Youka termasuk anak kecil polos yang mungkin bisa saja memberi saran terbaik tentu saja Anna memutuskan memanggilnya.

“Ah ... uhm ... gimana sih caranya bilang ‘makasih’?” tanya Anna yang membuat dahi Youka berkerut.

“Barusan Kak Anna ngomong ‘makasih’.”

“Eh, iya juga ya.” Anna menampari ujung bibirnya pelan. Lagi-lagi apa yang ada di hatinya tidak benar-benar terungkap. “Maksudnya, bilang ‘makasih’ sama musuh, aneh nggak sih?”

Youka memegangi dagunya, tampak berpikir sedetik. “Nggak juga, kok. Kata ‘makasih’ pantas diucapkan baut siapa pun kepada orang yang berjasa ke kita.”

“Tapi ....” Anna mencicit. “Ini ke musuh, lho?”

“Bagi Youka, bilang makasih ke musuh nggak bakal buat kita menjadi rendah. Malah itu bikin harga diri kita semakin tinggi karena kita mengapresiasi apapun perlakuan mereka, baik itu jahat atau pun buruk.”

“Eh gitu, ya?” Anna berpikir lalu kembali protes. “Lah terus kenapa kalo hal buruk kita harus ucapin ‘makasih’ juga?”

Youka menarik senyum miring, jarang sekali Anna memerhatikan aura Youka yang begitu dingin meski perkataannya hangat. “Kakak mau jawaban bohong atau jujur?”

“Kalo ... bohong?” Anna mengangkat satu alis, ingin mendengar jawaban yang dusta terlebih dahulu.

Youka mengubah senyuman dinginnya menjadi senyuman manis yang tidak bisa ditemukan Anna di mana pun lagi. “Kalo bohong, karena semua perlakuan buruk itu yang bikin kita kuat. Karena semua perlakuan buruk dari musuhlah kita ambil positifnya, itu yang buat kita dewasa. Coba kalo semua orang baik ke kita, kita bakal melempem. Gak akan bergairah lagi melakukan perubahan dalam hidup.”

Anna manggut-manggut, takjub dengan bocah kecil yang pemikirannya terlampau dewasa ini. “Terus kalo jujurnya?”

Youka mengubah lagi wajahnya seratus delapan puluh derajat. Bukan wajah, melainkan aura.

“Karena ... dengan bilang ‘makasih’ ke musuh yang udah ngelakuin hal buruk, itu adalah taktik. Strategi perang, mereka bakal mikir kita adalah orang baik, setelah itu mereka melempem. Dan boom! Kita lakukan gencatan senjata dari belakang, tusuk diem-diem!”

Anna speechless, hanya manik miliknya saja yang membesar mendengar perkataan Youka. Ringan, dalam, cerdas tetapi menusuk. Inikah kepribadian Youka yang sebenarnya di balik wajah innocent-nya?

“Buahaha!” Terbahak-bahaklah Youka sampai kedua pupilnya berubah menjadi semburat garis, tidak menyangka dengan reaksi Anna yang sampai menegang begitu. Anna tidak ikut tertawa, tetap bingung. Namun dengan recehnya Youka terus terpingkal-pingkal sampai perutnya sakit, dia memegangi perutnya lalu menyeka air mata yang entah turun sejak kapan. Mungkin benar kalau terlalu tertawa begitu keras, tanpa sadar bisa berakibat menangis. “Ya ampun! Aku bercanda! Hahaha! Mana mungkinlah!”

“Heh?”

“Iya, bercanda. Jawaban yang bener itu yang bohong, ya kali yang tadi,” cibir Youka lalu memajukan bibirnya, imut.

“Eh, oh ... gitu, ya.” Anna menggaruk tengkuknya yang terasa gatal tiba-tiba. Bingung dengan makhluk di depannya, Youka seperti bukan manusia. Dia seperti sebuah makhluk yang tidak terdefinisikan di hadapan Anna.

Benarkah perkataannya yang tadi itu hanya bercanda? Masalahnya, wajah dan aura Youka terlalu serius mengatakannya. Anna harus menyelidiki perihal ini. Sudah sekian bulan tinggal bersama, lama-kelamaan sisi sesungguhnya dari bocah ini mulai nampak. Siapa sebenarnya Youka?
Jawabannya ... di mana?

-----
Haii! Gapapa ya aku nyapa meski gatau ada yang baca atau ngga :'
Jadi buat temen-temen yang pengen info lebih banyak soal Robot Sang Peri Cinta, mari berkelana ke akun instagram @storigga yaa❤😍

Posted : 25 Oktober 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang