Her Perception - 77

39 9 1
                                    

"Arul ke mana, ya?"

Verel memandang Anna agak aneh, sorotan mata cowok itu menyipit. "Lho, lo tumben nanyain Arul. Setau gue kalian itu rival, ya."

Eh? Bahkan sampai tipe anak seperti Verel pun tahu bahwa Anna dan Arul adalah musuh bebuyutan. Benar-benar, deh! The power of lambe anak sekolahan, hampir setara dengan kekuatan gosip ibu-ibu tetangga rumahan. Anna kembali menunduk canggung, apakah memang sebuah kesalahan kalo dia hanya ingin tahu ke mana makhluk aneh wibu itu? Soalnya terakhir kali mereka bertemu adalah hari Minggu dan sekarang cowok tampan nan dingin itu seolah lenyap ditelan bumi.

Verel menunjuk sekelompok nak kelas 11-B yang masih menongkrong di bawah pohon mangga. Anna mengikuti arah tunjukannya. Verel lantas menjelaskan. "Tuh, mereka yang di sono lagi nonton live yang support di tempat."

"Hah?"

"Arul kan ikut turnamen basket di luar kota, jadi semua anak kelas 11-B pada ngedukung dia dan tim basketnya di sana."

Anna ber'oh' ria, detik berikutnya dia mengucapkan terima kasih atas info yang diberikan Verel. Dengan langkah yang berat, Anna baru menyadari suatu perkara. Ternyata banyak hal yang harusnya lebih menjadi prioritas Arul, daripada mengurusnya. Bukankah kalau dia akan turnamen dalam waktu dekat seharusnya cowok itu harus jauh lebih fokus untuk rutin latihan bersama timnya atau sekadar istirahat agar tubuhnya fit? Mengapa pula dia masih sempat menyempatkan diri untuk mengajari musuhnya sendiri yang bahkan berniat menjatuhkannya?

Anna tidak paham lagi jalan pikiran Arul, bahkan meski selama ini Anna selalu bersikap buruk padanya bahkan 'ogah' pada apa pun yang diminta Arul, cowok itu tidak melakukan hal yang sebaliknya. Arul hanya berkata ketus dan dingin, tetapi sikapnya tidak pernah keterlaluan jahat. Dia memberi tahu kalau Anna salah masuk pemandian, mengantar Anna pulang meski meminta bayaran, bahkan menenangkan Anna ketika malam puncak keakraban saking takutnya Anna pada petasan. Hebatnya lagi kala Anna pingsan, cowok itulah yang mengangkat—meski harus meminta pertolongan Fariel.

Satu-satunya keinginan Arul yang disetujui Anna adalah permintaannya belajar fisika meski Anna sebal karena Minggu tenangnya yang bisa dipakai menonton drama Korea menjadi terbuang. Tetapi itu pun tidak sampai selesai, karena Arul cenderung memaksakan diri. Cowok itu aneh, karena sebuah materi fisika saja bisa sampai muntah-muntah.

Anna kembali mengangkat kepala, mencari-cari di mana posisi Ririn. Karena sama sekali tak menemukannya, Anna mengambil kesimpulan bahwa Ririn sudah pulang duluan meninggalkannya. Mungkin dia masih bawa perasaan akibat ucapan pedas Bu Yanti, yah siapa yang bisa mengetahui isi hati manusia? Wajah galak dan suara besar Ririn, belum tentu jadi jaminan bahwa hatinya tabah dan mentalnya kuat.

Ingatkan Anna nanti ketika sampai rumah untuk meneleponnya.

Astaga! Anna baru sadar sesuatu. Beasiswa prestasi yang dimiliki Arul dengannya berbeda. Kalau beasiswa yang dimiliki Anna adalah beasiswa prestasi akademik, sementara milik Arul adalah beasiswa prestasi non-akademik karena kelihaiannya bermain basket hingga menang dalam berbagai turnamen.

Tuh, kan. Bukankah memprioritaskan turnamen basket jauh lebih penting untuknya menengok dari aspek mana pun? Cowok itu memang aneh dan gila!

Mempertaruhkan beasiswa dan kredibilitasnya demi seseorang yang bahkan tidak penting buatnya sama sekali.

Anna mendongak, menatap langit. Matahari berada di atas kepala namun sedikit tertutupi awan, sepertinya sudah jam sebelas siang. Agak terik. Siang itu, meski panas, Anna sama sekali tidak peduli. Dia terlalu banyak memikirkan seseorang yang selama ini disebut musuhnya.

"Bawang, benerkah lo lakuin semua itu cuma demi meningkatkan nilai Fisika lo semata?"

----
Hai halo! Cumi hibernasi T.T maaf ya baru bisa up lagi, masih berusaha up tiap hari! Doain ya sampai akhir bulan bisa 100 ch!

Kesan dan pesan dong >< ♡

Arigatou!

Posted : 7 September 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang