Brak!
Anna membanting pintu toilet kencang-kencang. Dia buru-buru menarik napas sebanyak-banyaknya, terengah-engah karena berlari cukup jauh. Berharap Arul tidak dapat melihat jejaknya. Tunggu dulu! Apa jangan-jangan dia hanya berasumsi sendiri bahwa cowok itu akan mengejarnya?
Sebenarnya ada apa sih? Anna merasa aneh. Detik berikutnya, Anna menggeleng. Berusaha mengontrol diri. Dia membuka maskernya dalam sekali tarikan, merasakan nyeri yang menjalar dari kemarin di pipinya. Bekas tamparan yang cukup dalam. Keringat dingin membasahi pelipisnya, menahan ngilu yang terus berdenyut. Sakit sekali. Tapi hatinya mungkin jauh lebih sakit.
Dia tidak mau berurusan lagi dan lagi dengan Arul, pilihan ini terbaik. Arul seperti racun. Tidak hanya bertindak sebagai musuh, cowok itu membawa petaka membuat Anna harus menderita raga dan jiwa begini.
Tapi meski Anna sudah menghindari Arul, mengapa rasanya tercipta luka baru?
Luka berupa rasa aneh karena tidak lagi sejalan dengan cowok itu.
Anna tidak paham, luka macam apa ini?
Sesaat, rasa sakit menjalar di pipinya sempat menghilang sesaat. Sebelum kembali merasuknya. Diperjelas dengan kehadiran seseorang tak diundang yang langsung menarik rambut Anna tanpa ampun.
Tarikan itu terlalu kuat, Anna merintih sambil menahan air mata yang mulai keluar. Sakit sekali.
"K ... kak ...."
"Tadi gue liat lo sama Arul di ruang guru, ngapain, hah?" Itulah sosok tamu tak diundang. Tidak. Kiara merasa bahwa dialah tokoh utamanya di kamar mandi ini. Dengan pakaian serba crop dan rambut pirang yang berkibar badai, dia bagaikan seorang putri yang wajib disegani setiap kalangan. Kebetulan saja, menemukan mangsa di toilet perempuan itu seperti sebuah keberuntungan yang memihak. Kenapa gitu? Jelas saja mengurangi saksi mata untuk melakukan aksi terlarang, tentunya.
Anna tetap merintih, berusaha meraih hati nurani Kiara untuk melepaskannya. Tapi ... seseorang yang sudah terbakar api cemburu, apa masih memiliki sisi kemanusiaan?
"G-gue nggak ngapa-ngapain, Kak! Ampun! Argh!" Anna berusaha menjelaskan meski sulit, tentu saja menahan sakit sambil terus berbicara itu sulit. Lagipula apa Kiara ini salah satu jenis cewek yang hanya mempercantik riasan wajah tanpa memerhatikan kualitas otak, ya? Bagaimana Anna dapat lancar mengutarakan kejadian yang sesungguhnya kalau cewek senior ini terus saja main hakim sendiri begini?
Miris memang, jaman sekarang tangan dan mulut lebih sering bertindak dulu daripada otak. Manusia yang mengatakan bahwa peradabannya semakin maju justru malah semakin kolot. Minus adab, kelebihan amoral.
"Boong lo!" Kiara memelotot sampai bola matanya nyaris keluar. Seram banget demi apapun!
"Serius, Kak!" Anna gemetaran. Dia mau bebas. Dia tidak tahan lagi terkukung dalam jeratan seorang senior seperti ini. Seorang ... seorang saja ... selamatkan Anna!
"Lo masih berani deketin dia, ya?" bentak Kiara sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Anna, memerhatikan bekas merah berbentuk tangan di pipi Anna. Dia langsung memasang wajah menantang. "Lo mau gue tampar lagi kayak kemaren? Kurang puas ya, hm?"
"Enggak, Kak! Ampun!" Anna menggeleng. Tidak mau berbuat ulah apapun lagi. Tolonglah! Siapa yang tahu kalau sewaktu Bu Dewi menyuruhnya ke ruang guru dan saat itu ada Arul? Kalau tau, tentu aja ngapain dia datang? Bunuh diri dalam tusukan Kiara namanya!
"Jauhin Arul!" Kiara melepaskan jeratannya pada surai milik Anna, beberapa helai rambut rontok. Kiara mendengkus tidak peduli. Tangannya memerah. Tentu saja, ketika seorang manusia menyakiti manusia lainnya rasa sakit itu juga akan menjalar. Hukum newton tiga, ada aksi ada reaksi.
Kala Kiara ingin menampar Anna, tiba-tiba sebuah suara pintu toilet terbuka. Mengalihkan pandangan mereka berdua. Kiara menurunkan tangan, gelagapan. Takut ada seorang saksi mata, lebih tepatnya takut apabila ketahuan guru melakukan aksi semacam ini.
Kiara kaget saat melihat wajah seorang yang tak asing berdiri di hadapannya. Kedua sorot mata yang turun, datar, bibir tak menyunggingkan sedikit pun senyuman. Aura suram dan dingin.
-----
Yuhuuu! Aku update lagi, ada yang nungguin RSPC up ga sih?
Absen dong dari kota mana ajaa🥳Posted : 24 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...