Menurutku, ini chapter yang ... bisa dibilang nyesek. Idk apakah kalian juga merasakannya. Silahkan, berkomentar setelah membaca ^^
Lagu yang aku pakai di multimedia adalah lagu yang selalu aku dengarkan setiap menulis Robot Sang Peri Cinta. ❤----
Waktu itu angin berembus kencang di lapangan basket. Sebuah percakapan antara dua insan yang tengah menahan perih masing-masing dalam jiwanya. Percakapan mereka didengarkan seluruh alam semesta, disaksikan bumi dan langit. Pengempasan jiwa yang terjadi sejadi-jadinya hanya karena satu kalimat. Jatuh tak berdayalah akibatnya.
“Dita ... dulu ... dia ... cewek yang pernah gue sukai.”
Kedua pupil Anna membeliak tidak percaya. Pompaan darahnya seketika melambat, jantungnya tidak berdegup melainakn seperti mati sesaat. Tubuhnya membeku di tempat. Baru saja dia berpikir bahwa Arul akan mengakhiri hubungan rival mereka lalu memulai dengan menjadi ....
Ah, sudahlah. Ternyata semua itu hanya ada dalam pemikirannya saja.
“Maaf. Gue yang udah bikin Kak Dita meninggal, gue emang sampah,” cicit Anna lagi. Merenggut sumber kebahagiaan Gifari dan Arul, bahkan walau begitu sampai sekarang Gifari terus menjadi sahabatnya dan Arul bersedia terus-menerus memberikan kebaikan untuknya. Apakah Anna masih pantas bernapas setelah semua ini? Seandainya saja, seandainya saja waku itu Dita membiarkan Anna, pastilah semua kejadian ini tidak terjadi. Semua menjadi happy ending tanpa harus ada yang tersisa.
Andai waktu bisa diulang lagi, pastilah Anna akan mengubah semuanya.
“Seandainya aja gue yang mati, bukan Kak Dita.” Tangisan Anna membuncah sederas-derasnya. Nada suara Anna terdengar seperti seseorang yang begitu terpuruk. Arul segera meraih tangan cewek itu dan seolah mengatakan bahwa ‘Anna tidak sendirian’.
“Kenapa lo nyalahin diri lo?”
“Ya, sekarang liat aja kenyataannnya. Wajah kepedihan lo itu tanda kehilangan orang yang dicintai. Gue yang udah bunuh Kak Dita! Semua salah gue! Salah gue, Rul! Lo mana paham apa yang gue rasain?” Setiap kata demi kata terus Anna tekankan dalam-dalam. Hatinya remuk berkeping-keping. Tak pernah diperkirakan bahwa hidupnya semakin akan hancur setelah Annindita meninggal. Malaikat cantik itu terus saja akan terkenang di dalam hati orang-orang yang mencintainya, sementara Anna? Hanyalah sampah yang hanya meninggalkan bau tak sedap saja. Selamanya akan seperti itu bukan?
Anna terus memukul-mukuli wajahnya sendiri. Sakit tapi entah kenapa tak bisa berhenti.
“Gue nggak begitu paham, tapi kesedihan karena kehilangan Dita itu wajar.” Arul mengembus napas kasar. “Tapi itu semua takdir. Lo nggak bisa mengubah takdir Dita. Dia udah pergi. Udah tenang di surga.”
Arul menarik tangan Anna dan berniat mengelus pipi Anna untuk mengusap air matanya tapi Anna menolak. Cewek itu menepis tangan Arul. Pandangan Anna mengabur dan memberikan proteksi tersendiri. Tidak boleh ada yang mendekati area privasinya, tak seorang pun.
Siapa yang memahaminya sekarang?
Arul berusaha tegar melihat perlakuan Anna yang terkesan menolak. Dia berpikir, mungkin dengan mengungkapkan perasaannya akan membuat Anna jauh lebih baik. Terlebih, Anna selama ini juga nyaman dengannya, kan?“Sekarang gue mau fokus sama masa depan, bukan terus ungkit masa lalu, Na.” Arul menjeda sedetik. “Gue suka lo.”
Arul bahkan menutup mata karena tidak pernah melakukannya. Meski Annindita adalah cewek pertama yang dia cintai, tapi Arul tidak berani mengungkapkannya. Aneh, sekarang hal itu malah diutarakan pada adik dari orang yang dulu dicintainya.
Berbeda dengan Arul yang sekarang tampak berapi-api, Anna tidak memiliki semangat apa pun. Pandangan kosong meski air mata terus mengalir adalah penampilan terburuk Anna. Aneh! Seharusnya setelah mendengarkan ungkapan itu, ada gejolak dalam dada. Itu mungkin kalimat yang sudah ditunggu-tunggu Anna selama ini, tapi bahkan setelah mendengarnya tidak ada kesan apa pun.
Ah. Anna jadi teringat sesuatu! Gifari yang juga mengatakan menyukainya padahal sebenarnya Anna hanyalah pelampiasan belaka. Ya, benar! Kejadian itu mirip seperti saat ini. Sudah jelas, Arul tidak benar-benar menyukainya, kan? Arul hanya mencintai Dita, tidak ada yang bisa mematahkan fakta itu. Demikian sekarang, Anna hanyalah menjadi bayang-bayang Dita.
Cewek itu menarik senyum tipis, menutupi luka yang menganga dengan kekehan kecil yang miris. “Gue tau lo suka Kak Dita. Jadi, nggak ada lagi yang perlu diomongin. Gue pulang, ya.”
Anna membalikkan tubuh. Arul berkutat dalam pikirannya, merasa bahwa dia sudah mengatakan dengan benar kalau tadi ngomong suka kepada Anna. Bukan kepada Dita, tapi mengapa sikap Anna malah tersenyum dan mengatakan hal yang bertolak belakang?
Apa ini berarti ... pernyataan suka Arul ditolak? Atau dianggap hanya lelucon belaka?
Sampai Arul kembali menoleh, sudah didapatinya tubuh Anna yang menghilang. Bahu kecil yang sudah tak terlihat lagi. Pergi. Pergi meninggalkan dirinya bersama hempasan angin yang terus meniupinya dalam kekalahan karena telah ditolak.
Pernyataan suka yang pertama kalinya dilakukan bersama harapan yang nyata, kini dikubur begitu dalam menyisakan luka.
-----
❤❤❤
Posted : 26 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...