Syahrul Abidzar Maulana dan Annandita Aurelia Hafsah.
Dua orang manusia dengan kepribadian yang sangat berbeda. Dilihat dari mana pun, tidak ada kecocokan dari mereka. Yang satu pria, dan yang satu wanita.
Seorang berkepribadian dingin, seorang yang lainnya tidak. Salah satunya suka berbicara terang-terangan, sebaliknya salah satu yang lai malah suka memendam perasaan. Yang satu berjiwa extrovert dan logis sehingga tidak peduli walau harus kelihatan kejam sekali pun, eh yang satunya kelewat introvert dan bersimpatik tinggi bahkan cenderung tidak tegaan pada siapa pun juga.
Tidak hanya berhenti sampai di situ. Keduanya bahkan memiliki perbedaan selera, yakni seorang wibu pecinta anime dan seorang kpopers pecinta drakor.
Ini sangat sulit. Poin yang menjadi fokus baru; apa kesamaan di antara keduanya? Apakah tidak ada sama sekali? Kekurangan apa yang mencolok dari mereka?
Tuk. Tuk.
Sosok itu kembali mengkaji catatannya sambil mengetuk-ngetukan pulpen di atas meja. Sudah tiga minggu terakhir namun belum ada perubahan signifikan sama sekali untuk membuat mereka saling tertarik satu sama lain.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Saat di mana Arul dan Anna seperti bertukar peran, malah cenderung bertolak belakang.
***
"Anna!" Terdengar suara jeritan riuh yang membuat kelas semula adem ayem bak kapal pecah yang hampir saja tenggelam. Benar-benar deh. Anna mengangkat kepala, merasa ganjil. Senewen tak ubahnya dengan sikap Ririn yang kian hari kian akut. Tak lagi berkonsentrasi pada buku di genggamannya.
Anna merenguh. Kenapa pula si Ririn merusak pagi-pagi begini dengan memanggil—lebih tepatnya merusuh—dengan menjerit dari depan kelas? Suara melengking cempreng bak tikus itu benar-benar, deh!
"Ada apa?" Anna memutar bola mata enggan, sedang Ririn menyengir kuda.
"Cie cie!"
Anna setengah memejamkan mata lalu mulai berasumsi sendiri. Apa teman sebangkunya ini terkena penyakit langka? Datang-datang berteriak memanggil nama kemudian menyebut kata-kata terlarang tersebut secara spontan.
"Apaan, cie cie?" Anna memiringkan bibir ke bawah. Merasa tidak suka.
Ririn masih mempertahankan senyumnya. Lengkap dengan cahaya yang berbinar-binar. Jiwa menggoda Ririn mengobar-ngobar. Ririn suka melihat Anna menderita—dalam arti menggodanya.
"Uuu! Lucunya! Lo udah liat?"
"Liat apaan, sih?"
Beberapa anak-anak 11-A mulai memasuki kelas dan duduk masing-masing di bangkunya. Mereka melihat ke arah Anna dan Ririn. Awalnya tidak ada yang aneh sampai Anna baru menyadari kalo mereka berbisik-bisik. Beberapa suku kata yang hinggap di telinga Anna; "Hah? Seriusan? Boong lo!"
Anna mengerjap. Bukannya kegeeran atau apa, tapi dia merasa kalo sedari tadi sangat-sangat diperhatikan dan ... dibicarakan?
Oke, ingatlah bahwa cewek pemilik riasan tipis itu sangat perasa. Tentu saja dalam hal ini juga.
"Rin," panggil Anna lirih lalu menggoyangkan lengan cewek itu. Anna parno. Takut juga. Pikirannya berkecamuk akan hal-hal tak masuk akal.
"Iya, Na?"
"Apa gue ngelakuin kesalahan?"
Ririn menurunkan senyuman lalu menggeleng.
"K ... kok semuanya pada liatin gue, sih?"
Ririn memiringkan kepala lalu kembali memasang senyuman menyebalkannya. Bisa-bisanya makhluk bawel ini tersenyum saat Anna merasa di ujung tanduk. Ingin sekali memukul Ririn sekali saja, boleh nggak sih?
Tubuh Anna gemetaran hebat, dadanya bergedup kencang seperti dikejar debt-collector, kepalanya mulai pusing. Sebenarnya apa yang terjadi? Selama ini Anna selalu berusaha menjadi orang yang baik walau tidak terlalu berbaur dengan teman sekelas. Anna selalu mengikhlaskan diri menjadi satu-satunya tukang piket di hari Jumat.
Ririn yang menyadari itu tertegun. Dia lalu mencubit kedua pipi Anna dengan kencang sampai membuat Anna meringis serta meneteskan air mata.
"Akh! Sakit, woi!" keluh Anna sambil mengusap-ngusap kedua pipinya setelah Ririn melepaskan. Ririn mengembus napas.
"Biarin! Abisnya gue nggak suka liat lo galau-galau kayak tadi."
"Apaan galau sih?" Anna menganga, tidak paham arah jalan pikiran Ririn. Tidak sama dengan apa yang dipikirkannya. "Gue kan bilang, gue bingung kenapa anak-anak liatin gue terus. Emang gue ngelakuin salah, ya?"
Ririn membeo. "Oh, enggak sih."
Anna membuang napas berat. Bicara dengan Ririn kadang tidak ada artinya. Tiba-tiba Anna teringat sesuatu. "Oh ya tapi tadi lo bilang cie-cie tuh maksudnya apa?"
Ririn kembali membinarkan kedua matanya riang. "Ihiii! Sumpah lo tuh uwu banget!"
"Uwu apaan?" Anna mengernyitkan dahi sampai memiliki tiga garisan di sana. Bingung dengan Ririn, bingung dengan teman sekelasnya, bahkan bingung dengan dirinya sendiri. Terus berpikir apa dia telah melakukan kesalahan atau tidak. Sumpah! Kenapa yang menulis ini rumit banget, sih?
Ririn mengambil secarik kertas. Takut suara maha dahsyatnya didengar teman sekelas, Ririn memilih menuliskannya dan menyenggol kertas tersebut agar sampai pada jangkauan Anna. Setelah Anna membaca tulisan tangan Ririn di sana, kedua pupil Anna resmi membulat sempurna.
"Demi apa?" Histeris Anna kemudian.
-----
Yahoo sobat cumi, masih menikmati Robot Sang Peri Cinta? Skuy votes dan komen yu❤❤❤😋😘Posted : 19 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...