Cewek itu lantas mengedarkan pandangannya pada seisi lapangan, berusaha mencari makhluk-makhluk yang selalu membuat suasana kelas rame akan banyolan-banyolan abstrak mereka. Keringat menetes satu per satu dari permukaan pelipis diakibatkan aktivitasnya berlari-lari pagi dari kelas yang kebetulan terletak di lantai dua.
Tidak disangka-sangka, lapangan sudah berubah seramai itu. Banyak sekali kumpulan anak kelas lain dari berbagai tingkatan, belum lagi dari para anggota OSIS super-duper bawel dengan toa fleksibel mereka yang selalu mengekori di depan mulut.
"Barisnya yang rapi ya, tunjukin dong kalo kalian anak SMA Cattleya yang teladan!"
Berbagai macam suara riuh-riuh ringan pun mulai terdengar berhenti, iya tentu saja. Siapa memangnya yang bisa berani macam-macam dengan anggota OSIS SMA Cattleya yang katanya paling mengerikan se-antar OSIS SMA Jakarta Barat?
Daripada membuat riuh yang tidak berarti, Anna memilih menyelinap dan mengendap-endap tanpa suara dari barisan paling belakang. Terus berusaha mencari komplotan-komplotannya. Setelah dilihatnya ada Keysha dan kawan-kawan, dia pun menyamar seperti bunglon di antara kumpulan makhluk SMA Cattleya.
Bersyukurlah para anggota OSIS yang ngeri-ngeri sableng itu tidak menyadari keberadaannya. Kecuali ... pada seorang yang tanpa angin dan tanpa hujan memanggilnya.
"Lo Anna, kan?" tanyanya, salah satu anak OSIS. Kelihatan dari wajah yang agak sangar nan songongnya.
"Gue?" Anna menunjuk diri, memastikan.
"Iya, elo. Gue Friska, kelas sebelah. Btw, tumbenan elo telat," sindirnya membuat lidah Anna terasa pahit. Sialan, apa yang akan dipikirkan cewek ini? Apa dia ingin menghukum Anna? Atau apa?
Kedua pupil Anna berusaha menerawang, namun dia tidak menemukan apa-apa.
"Lo ... gue tunjuk jadi maskotnya 11-A, ya?"
Dada Anna berdegup kencang. Tidak paham dengan kalimat yang diucapkan cewek di depannya ini. "Ma-maksudnya ... maskot buat apa?"
"Iya buat nanti makrab pokoknya, hehe." Friska menajamkan netranya, seakan memberi kode bahwa posisi Anna bukan di posisi yang dikatakan baik-baik saja. Tapi apa pedulinya? Sebagai seorang OSIS, dia merasa pantas untuk memperlakukan Anna sewenang-wenang karena kesalahan cewek itu yang terlambat di hari pertama briefing pra-makrab.
Anna tertegun. Tidak tahu harus menjawab apa. Friska memasang senyum aneh. Dia menarik lengan Anna dan membawa cewek itu ke hadapan barisan kelasannya. Anna tidak mampu menolak atau membantah karena dia pun tidak berani bermacam-macam pada anak OSIS.
Setelah mengantarkan Anna pada kerumunannya, Friska membisikan sesuatu. "Karena lo maskot, lo paling depan ya."
Anna baru saja ingin membantah ucapan itu namun Friska sudah pergi meninggalkannya. Andri, salah satu petinggi OSIS dengan jabatan sebagai sekretaris langsung mengambil alih toa dan mulai mengucapkan sesuatu di hadapan seluruh murid SMA Cattleya.
"Pagi, bro and sis. Tentu kalian dah pada paham kan kenapa kita di depan sini, yang jelas ya buat nginfoin apa aja yang perlu kalian siapin pas Makrab nanti. Sekarang silahkan lo pada ambil pulpen buat nyatet apa aja yang gue sampein," jelas Andri seraya memberi jeda untuk para murid mengambil kertas dan pulpen. Semoga apa yang disampaikannya bermanfaat!
"Pertama: tiap kelas bakal punya maskot dan maskot ini akan jadi yang paling penting, ibarat maskot itu tuh ketua kelasnya, lah. Jadi ketua kalian nanti di Makrab berbeda dengan ketua kelas kalian selama ini."
Beberapa anak kelas 11-A pun berbisik ringan, Indah sedikit tidak terima dan kecewa dengan peraturan Makrab. Padahal dirinya sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjadi ketua kelas yang termantap nantinya, tapi ya sudah. Semua impian itu kini sirna.
Anna mengernyit, apa ini yang dimaksud maskot seperti yang tadi diucapkan Friska? Lalu bagaimana cara untuk menentukan maskot?
Andri menyunggingkan bibir. "Yang bisa jadi maskot adalah yang ada di barisan terdepan. Berhubung dalam satu kelas punya barisan cewek dan cowok, maka untuk menentukan salah satu dari mereka yang menjadi maskot caranya dengan suit. Yang menang jadi maskot, yang kalah jadi wakil!"
Terdengar beberapa nada kecewa mengudara. Murid-murid tidak terima. Hal ini cukup tidak adil, mengapa justru yang menang menjadi maskot? Apa bagusnya menjadi ketua kelas yang justru mengemban tanggung jawab besar? Benar-benar aturan Makrab yang aneh.
Anna melirik lelaki tinggi di sampingnya, dia adalah Rio si tukang tidur. Namun cowok itu terpaksa berdiri di barisan depan karena didorong teman-teman. Katanya selama ini dia tidak punya andil dalam kelas, seenggaknya dalam Makrab ini Rio diminta untuk menunjukkan pesona dan jati dirinya.
Ini berat! Anna harus melawan Rio. Dan sekarang adalah penentuannya!
Baru saja Anna mengepal tangan, Rio sudah berdeham. Pertanyaan mematikan lantas menggelitik indera pendengaran cewek pintar itu.
"Lo yakin kalo gue jadi maskot?" Rio memandang datar. "Lo mau nantinya kelas kita bisa di-bully kalo punya maskot pelor kek gue?"
Ah. Dan tahu pastinya apa yang terjadi? Sifat tidak tegaan Anna muncul kembali. Dia lemah lagi, sekarang. Selamat, Anna menjadi maskot tanpa seleksi suit.
-----
Wohoo! Welcome July, guyz! Sebenernya udah tanggal 3 sih, tapi ini adalah update-an Robot Sang Peri Cinta! Jadi kuduuuu wajiiib banget diucapin! 🥺👏 Bagaimana? Kalian masih setia baca kisah Arulanna & si imut Youka? Penasaran gimana nantinya dengan makrab? Xoxoxo. Nantikan yaa😗💕Posted : 3 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot Sang Peri Cinta✔
Teen Fiction"Oi, plastik!" "Apa, bawang?" "Gue benci sama lo, plastik!" "Gue jauh lebih benci sama lo, bawang!" - Syahrul Abidzar Maulana (Arul), seorang cowok tampan, cool, ketua ekskul basket, bahkan termasuk jajaran most-wanted SMA Cattleya terlibat sebuah p...