043

4.4K 321 199
                                    

(Namakamu) masuk kedalam satu ruangan yang ditunjukkan oleh pelayan Louise sebagai kamarnya dan sang bayi, disini tidak seperti di kekaisaran Russia, disini (Namakamu) mengurus bayinya sendiri, pelayan hanya bertugan memanggil ibu susu dan memantau sang bayi.

Ceklek

Louise tersentak kala seseorang membuka pintunya, Louise berbalik dan menemui (Namakamu) berada dibelakangnya.

"Maaf, aku sedang ada urusan" Ujar Louise. Louise mencium kedua dahi sang bayi kembar dan meletakkan kedua bayi (Namakamu) dengan penuh kehati hatian.

Louise melenggang pergi tanpa tersenyum atau mengatakan sepatah katapun pada (Namakamu). Mengapa pria itu mendadak menjadi acuh seperti ini? (Namakamu) menggaruk kepalanya dengan jari telunjuknya. Tak biasanya Louise seperti ini.

"Aku memang harus menghindarimu, harus benar benar membunuh perasaanku padamu"

:::

(Namakamu) bergerak gelisah kala merasa seseorang menggelitiki tulang pipinya, sebuah elusan lembut. Bukan, ini bukan sentuhan Iqbaal.

(Namakamu) mencoba membuka matanya, tetapi tidak hisa, ia benar benar lelah, dan kamar yang diberikan Louise begitu nyaman dan dingin. (Namakamu) melenguh kala sentuhan iti menggelitiki kulitnya.

(Namkamu) dapat mendengar secercah suara hujan dan seperti bisik bisik antar pria, yang (Namakamu) tak tahu apa yang mereka perbincangkan. Tubuh (Namakamu) benar benar berat dan lemas, lehernya memanas.

Hingga ia merasakan kain yang dibasahkan menyentuh dahinya. Ia teringat kala dulu, sewaktu ia demam, ibunya pasti memberi kompresan seperti ini.

Perlahan kepala (Namakamu) mendingin. Air itu menenangkan kepalanya, gadis itu kembali mengeluh kecil.

"Kenapa dia demam? Apa kakakmu menyakitinya kembali, huh?" Bisik pria itu pada Louise. Pria itu terus mengompres dahi (Namakamu) yang ia rasa panas. Sejenak, tadi pria itu benar benar cemas. Tetapi, ia rasa ini jauh lebih baik.

"Tidak Alex, dia memang demam sejak malam itu, kembalinya kami kesini. Aku tidak tahu penyebabnya apa, bahkan dia belum sadarkan diri mulai malam itu" Ujar Louise.

"Jadi kau membiarkannya seperti ini terus huh? Kau mau aku menendang bokongmu?" Ujar Alex. Louise menggeleng, Alex memanglah teman akrabnya sedari kecil, jadi jangan heran jika mereka masih berseloro layaknya bocah kecil.

"Besok aku berniat memanggilkan tabib untuknya" Ujar Louise. Alex mengangguk dan terus mengusap wajah gadis yang sedang tertidur pulas disana.

"Dan jika kau besok tidak memanggil tabib, maka aku akan meratakan kerajaanmu, kau membuang waktuku puluhan jam untuk mencapai kerajaan terpencilmu ini" Ujar Alex bercanda. Louise tertawa kecil mendengar candaan teman kecilnya, Alex mengecup pelan pipi (Namakamu).

"Apa kau benar benar ingin menikahi gadis ini, dude?" Tanya Louise. Alex menggeleng.

"Tidak, aku tidak tahu perasaan apa yang kumiliki padanya, ini berbeda, aku tidak memiliki hasrat padanya sedikitpun, melainkan hanya sebuah rasa kasih sayang dan perlindungan padanya" Ujar Alex. Louise menaikkan sebelah matanya.

"Perasaan berbeda?" Beo Louise. Alex mengangguk.

"Apa jangan jangan, kau memang tidak menyukai gadis kecil berbadan rata sepertinya, haha. Aku tahu kau menyukai gadis dengan dada besar seperti Gracia, dude" Louise menggelengkan kepalanya.

"Gracia bukan siapa siapaku, bahkan aku lebih mementingkan gadis ini daripada Gracia" Ujar Alex. Mendadak Louise terdiam.

"Apa mungkin--bisa saja kau mencintainya dengan cara berbeda, right?" Ujar Louise. Alex menggeleng.

Prince Obsession || IDR✔ 18++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang